Pages

23 October 2008

How Liberal Can You Go? (Part II)

MaturePost kali ini merupakan kelanjutan dari sebuah post yang berjudul "How Liberal Can You Go?" (link saya letakkan di bagian akhir post) yang telah saya buat sekitar satu tahun lalu. Sebelum Anda membaca post ini lebih lanjut, saya peringatkan bahwasannya post ini mengandung materi yang mungkin agak sensitif untuk sebagian orang dan post ini hanya ditujukan bagi mereka yang cukup open-minded.

Rating: Mature 17+
Keyword: faith, spiritual, religion, logic, wisdom.
Comment system: IntenseDebate

(Bagian Kedua dari Dua Tulisan)

Apa kabar pembaca sekalian? lama tidak terlihat ya :D [ada gitu pembaca setianya?] (seperti biasa, PeDe aza :p). Akhir-akhir ini ide post datang bertubi-tubi di kepala saya dan sialnya hampir semua ide tersebut termasuk dalam kategori "berat", dengan demikian saya tidak dapat langsung seenak udel mempublishnya. Banyak hal yang harus dilakukan dalam mengolah postingan yang termasuk kategori "berat" tersebut diantaranya adalah memperhalus, membuatnya lebih (seolah-olah) ringan dan nyaman (konform) serta menetralisir unsur-unsur emosional yang ada, terutama unsur anger >:).

Okay kita mulai fokus kepada post kali ini. Jujur saja, ketika menyelesaikan bagian pertama (yang sebagian besar hanya menulis ulang karya orang lain) saya tidak tahu pasti bagaimana konsep tulisan bagian kedua ini. Ide tentang konsep bagian kedua datang sedikit demi sedikit dari berbagai hal yang saya alami, pikirkan, diskusikan dan sempat juga sedikit saya renungkan lebih-kurang hampir satu tahun terakhir.

Permainan kata-kata

Bermain dengan kata-kata merupakan salah satu keahlian yang wajib dimiliki oleh seseorang yang sudah melewati usia 25 tahun, apa lagi bagi laki-laki he..he.. Walaupun belum mancapai tingkatan master tapi yah lumayan lah korbannya sudah bergelimpangan :p. Dalam review buku The Art of Loving saya menuliskan.
Entah mengapa setelah membaca buku ini seketika semua wanita menjadi cantik di mata saya.
Mungkin sebagian dari pembaca ada yang pernah berdiskusi dan sedikit saya jelaskan makna tersirat dari kalimat tersebut, bagi yang belum, kali ini akan saya jabarkan kepada Anda sekalian.

Sebelumnya mari kita berkenalan dengan logika aristotelian, sejauh yang saya pahami tentunya :D. Mungkin kalau boleh saya katakan logika filsafat aristotelian adalah logika yang kaku tetapi di lain pihak, sifatnya yang kaku tersebut membuatnya sederhana dan mudah dipahami. Sebenarnya konsep logika aristotelian ini lah yang lumrah kita gunakan di sekolah, kampus dan berbagai tempat lainnya, hanya mungkin tidak disebut-sebut sebagai logika filsafat aristotelian mungkin karena sepertinya terkesan angker atau memang tidak mengerti sama sekali :p. Tiga prinsip dari logika filsafat aritotelian adalah
  • Hukum identitas (A adalah A).
  • Hukum kontradiksi (A bukan non-A).
  • Hukum tidak ada jalan tengah (A tidak dapat menjadi A dan non-A, juga A atau bukan non-A).
Bagaimana, sudah mulai pusing? sama kalo gitu he..he..

Kembali ke gombalan kutipan review saya di atas. Saya mengatakan "... semua wanita menjadi cantik ..." yang berarti si A cantik, si B cantik, si C cantik dan seterusnya. Jika semua wanita menjadi cantik apakah atribut cantik masih penting? Dengan kata lain, cantik tidak lagi signifikan (bukan atribut utama yang menentukan) seperti yang saya nyatakan dalam komentar saya di salah satu post jeng Melur.

Salah satu teknik smoothing

Teknik permainan kata-kata tadi acap kali saya gunakan untuk melakukan smoothing. Smoothing (memperhalus) di sini dalam artian memperhalus pernyataan (statement). Suatu ketika saya berujar.
Agama itu lebih dari hanya sekedar membuat kita menjadi orang baik-baik.
Pernyataan tersebut di atas sudah saya smoothing. Kira-kira seperti apakah kalimat versi kasarnya? Okay persiapkan diri Anda dan kencangkan ikat pingang. "Kalau hanya ingin menjadi orang baik-baik, tanpa beragama pun sebenarnya juga bisa".

Okay tenang semua, tenang-tenang, jangan panik jangan kisruh. Mungkin bagi sebagian pembaca yang spaneng setelah membaca pernyataan barusan post yang satu ini mungkin dapat sedikit membantu (menjadi tambah spaneng he..he..). Pernyataan tersebut saya lontarkan hanya ingin mengungkapkan fungsi agama yang saya pahami sejauh ini, yang munkin tidak saya dapat dari pelajaran agama di bangku sekolah dan bangku KOPAJA.

Agama, menurut saya sementara ini


Seperti yang telah saya katakan, agama lebih dari sekedar membuat seseorang menjadi orang baik-baik, tidak membuang sampah sembarangan, tidak maling, tidak korupsi, tidak berkencan dengan istri tetangga dan lain sebagainya. Agama datang dari "atas", nalar, spiritualitas manusia dan hati nurani tidak mampu merabanya. Maka dari itu, agama membutuhkan utusan, penghubung antara langint dan bumi. Utusan untuk memberi tahu siapa nama-Nya. Utusan yang menyampaikan perkataan-Nya, menjelaskan mengapa kita hidup di sini, di dunia. Utusan yang menuntun tata-cara ritual inti sesuai dengan kehendak-Nya, untuk dilakukan oleh penganutnya sebagai pengakuan dan bukti ketundukan pada-Nya.

I'm a Moslem

Saya seorang muslim, agama saya Islam, akan tetapi Islam lebih dari sekedar agama, Islam juga merupakan sebuah peradaban. Saya tidak akan berbicara panjang lebar tentang keonsep peradaban Islam saat ini, tapi saya hanya ingin menelaah arti muslim. Kata muslim, masih berhubungan dengan Islam, dan juga kata salam karena konon akar katanya sama (CMIIW, maaf saya sangat awan dengan bahasa Arab) yaitu Sin, Lam dan Mim.

Seingat saya, guru agama dulu mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang damai, sesuai dengan arti salam kalau tidak salah artinya damai dan selamat. Beberapa waktu lalu setelah saya sempat mencari-cari, arti harfiah (kamus) kata islam adalah menyerah, surrender, submission. Saya sempat mendiskusikan hal tersebut kepada beberapa orang kawan yang juga muslim, dari tampilannya dapat dikatakan beliau lebih regius dari saya :D, entah mengapa saya "mencium sedikit aroma" ketidaksukaan saat saya mengemukakan hal tersebut, walau beliau pun mengakui arti harfiah kata islam adalah menyerah.

Kikis egomu dan menyatulah dengan ego-Nya

Islam berarti menyerah sedangkan muslim berarti orang yang menyerah, sekarang pertanyaannya menyerah kepada siapa? Sudah pasti jawabannya adalah menyerah kepada Dzat yang maha kuasa. Begitu pula arti salam atau berdamai tadi, sudah pasti berdamai dengan Dzat yang mengusasai alam semesta. Entah mengapa teman saya tadi harus merasa kurang suka, mungkin terkesan lemah atau apa, entahlah. Saya yakin bukan suatu kebetulan, konsep ini juga saya temukan di ajaran TAO, akan tetapi TAO tidak berbicara tentang nama Tuhan karena saya pikir TAO bukanlah agama TAO adalah filsafat kearifan tradisional yang mengandalkan nalar, spiritualitas manusia dan hati nurani. Konsep tersebut dapat Anda lihat pada post It's not that simple!, baris yang terkait akan saya kutip lagi sebagai penutup post kali ini.
... Apakah Anda ingin menjadi bebas dan merdeka. Sesuaikan dengan hukum Tuhan bagaimana sesuatu itu terjadi. ...

Related posts:



Read more...

Intense Debate Comments