Pages

06 December 2007

Pardon Me

Akhirnya lampu hijau itu benar-benar menyala [lampu ijo, maksud lo?] ya itu, restu dosen pembimbin II untuk saya segera melanjutkan tahap selanjutnya (ternyata restu yang kemaren itu masih ragu-ragu he..he..). Sangat wajar bila ada dosen pembimbing yang meragukan skripsi mahasiswa tingkat akhir (jangan ditanya semester berapa ya :p) sekonyong-konyong muncul sambil membawa skripsi lengkap dengan metode akal-akalan beserta hasil yang sudah matang (bahkan hampir busuk). Maka dari itu saya tidak ingin melewatkan kesempatan yang sangat berharga ini untuk segera mengakhiri tingkat akhir yang seharusnya sudah lama berakhir hir..hir..hir...

Dalam beberapa waktu kedepan saya berencana untuk menghabiskan jatah hiatus tahun ini sebelum hangus [ape lo kate??]. Sebenarnya saya masih melakukan posting tetapi tidak di blog ini melainkan diblog lain yang sifatnya FMEO (for my eyes only) alias bukan konsumsi publik. Blog tersebut bisa juga disebut sebagai jurnal muara dari berbagai catatan yang berserakkan dimana-mana mengenai skripsi yang tengah saya kerjakan dengan sepenuh hati.

Yah memang kedengarannya aneh mengapa skripsi yang dikerjakan sepenuh hati bisa molor sampai dua tahun :p. Mungkin karena alasan dasar saya dalam menyusun skripsi ini bukanlah untuk mendapat gelar S1 malainkan untuk memperkokoh dan menjadi landasan bagi hidup saya selanjutnya. Dengan demikian baru beberapa bulan belakangan saya mulai mengerjakan skripsi ini dengan pendekatan full time karena, selain skripsi, ada beberapa hal yang juga harus saya persiapkan untuk hidup saya selanjutnya (mungkin sebagian tertera di blog ini).

Ok sekian dulu pamitan singkatnya he..he... Mohon didoakan agar skripsi ini juga dapat bermanfaat bagi orang lain nantinya [].

Related Post:
(Another) Indonesian Dream


Sepenuh hati?? koq bisa lama bener ? (baca lebih lanjut...)

22 November 2007

Temon The Missing Manual

Bila saya perhatikan makin hari sepertinya makin tidak karuan saja isi blog ini. Tulisan-tulisannya semakin kesini, semakin tidak berorientasi kepada pasar (pembaca), yah maklum saja karena memang saya tidak lagi memusingkan apakah ada pasarnya atau tidak (tapi kalo ada senang juga sih :p). Selain itu sebagai salah satu orang yang termasuk dalam DPO Departemen (Jurusan) yang baru saja menyerahkan diri secara suka rela (setelah diingatkan bahaya laten DO) maka saya agak disibukan untuk menyusun Bab V setelah mendapat restu dari pihak berwenang. Dengan demikian, di kesempatan yang berbahagia ini saya membuat sebuah post yang lebih tidak karuan lagi he..he..

Beberapa hari yang lalu, ada seorang pengunjung entah siapa (pura-pura tidak tahu) [padahal beneran nggak tau tu :p] yang dengan niatnya mengorek-ngorek blog ini kurang lebih satu jam, mungkin bila beliau gunakan waktu tersebut untuk tidur siang akan lebih bermanfaat :p, yah tapi tak apa lah mudah-mudahan beliau mendapat apa yang diniatkannya [AMIN!]. Berhubung Ge-eR belum ada fatwa haram-nya maka saya akan sedikit ber Ge-eR ria.

Ok, bila anda ingin tau lebih jauh tentang saya memang salah satunya adalah dengan membaca blog ini, akan tapi Anda harus ekstra hati-hati karena saya gemar sekali membangkitkan kesan-kesan yang misleading dan absurd, mana yang benar mana yang salah saya sendiri tidak tahu he..he... Tapi tenang saja ada sebuah post yang saya dedikasikan untuk menjelaskan diri saya (jalan pikiran, dan beberapa gangguan mental) secara gamblang dan langsung ke inti permasalahan, sayangnya post tersebut saya letakan di suatu tempat kurang mendapat perhatian dari pengunjung [ah emang nggak ada yg tertarik kale] oh begitu ya? tak apa lah sudah terlanjur Ge-eR saya lanjutkan saja ya :")

Post yang saya maksud tersebut berada di bagian bawah dari post "Temon, Bukan Temon" yang dapat Anda temukan pada navigasi "Beyond Profile", mungkin karena judulnya kurang friendly "Temon for Dummies (Personality Stripping)", atau bahkan semapat membangkitkan pikiran mesum di benak orang yang membacanya maka post tersebut jarang (hampir tidak pernah) dikunjungi. Dengan demikian pada kesempatan kali ini saya ingin mempromosikan post tersebut dan sekaligus memastikan tidak ada hal seronok di dalamnya [].

Bila Anda tertarik silakan klik pada gambar atau pada link ini.

PS: Pastikan Anda berusia 65 tahun kebawah sebelum memutuskan untuk membacanya.

Udah ketemu belom sama si manual ? (baca lebih lanjut...)

16 November 2007

Monkey Tales (The Series)

Looks Stupid
Suatu ketika hiduplah seekor monyet jantan, di tengah hutan belantara, tengah berusaha keras mempercepat proses evolusinya. Mungkin karena usahanya tersebut ia sering terlihat dan dianggap bodoh karena kerap kali melakukan berbagai hal yang tidak lazim dilakukan oleh monyet-monyet seusianya. Apabila ada yang menanyakan tentang apa yang sedang ia lakukan seringkali ia hanya cengangas-cengenges lalu berseru "uuwaa...aaaiiii...uuuu!" atau dalam bahasa Inggris dapat ditafsirkan sebagai "relax! take it easy, i know what im doin'!". Jawaban tersebut merupakan salah satu bentuk kemalasannya untuk menjelaskan secara rinci tentang apa yang sedang ia lakukan, karena ia pikir bila ia jelaskan segalanya secara lebih detil maka monyet-monyet lain mungkin akan berhenti menganggapnya bodoh dan mulai menyebutnya gila.

Kadang kala iya pun berpikir apa ruginya dianggap bodoh toh memang benar, bahkan kian hari ia merasa kian bodoh saja. Bila ia cukup pintar mungkin sekarang sudah ikut bersaing memperebutkan kursi rektor (???). Nah sekarang masalah gila. Bila di pikir-pikir siapa yang gila?, bila ada monyet yang dianggap gila, maka monyet yang menganggap gila tersebut adalah monyet gila bagi si monyet gila. (bila Anda mengerti maksud dari kalimat terakhir tersebut periksakan kesehatan mental Anda SEGERA!!) [].

Theme Song : Crazy by Gnarls Barkley

10 November 2007

How Liberal Can You Go?

(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Berhubung ibunda tercinta sedang pulang kampuang nan jauah di mato, maka pekan ini saya harus berbelanja mingguan sendirian saja di bilangan Sudirman [heleh pasar becek Ben-Hil aja pake ngomong bilangan Sudirman segala!] (he..he.. tapi betul dong). Dengan demikian pada post kali ini saya hanya memuat tulisan orang lain yang menurut saya gaya tulisannya cukup menyentil dan menghibur.

Selain itu, saya juga ingin menyampaikan permohoman maaf kepada seorang kawan lama yang menanyakan tentang berbagai aliran sesat yang sedang in belakangan ini. Maaf karena saya tidak berminat untuk bersaing dengan mainstream media yang juga sedang ramai-ramainnya membahas masalah tersebut. Tetapi tenang saja, tema post kali juga masih berkisar pada masalah tersebut koq, malahan saya pikir bila tidak hati-hati bahaya yang dikandungnya dapat lebih menyesatkan karena posisinya yang berada pada "gray area" sehingga sikap tegas relatif lebih sulit untuk diambil. Dan pada post kali ini saya juga ingin menyampaikan kira-kira dimana saya peribadi menempatkan diri (mohon doanya semoga saya tidak patut diberi label HALAL).

"Ancaman" Ulil dan JIL? Tanggapi Serius, tapi Jangan Terlalu Serius
Oleh : Santi W.E. Soekanto (2003)

MESTINYA, hari Selasa, 14 Januari 2003, kota Bandung akan menjadi saksi sebuah peristiwa bersejarah: debat terbuak antara kativis terkenal Ulil Abshar Abdallah melawan ulama KH Athian Ali M Da'i. Temanya: berbagai perbedaan tajam antara keduanya mengenai pemahaman mereka tentang Islam.

Beberapa waktu sebelumnya, lewat Forum Ulama Ummat yang dipimpinnya, Athian mengeluarka fatwa tentang kedudukan pemikiran Ulil dan kawan-kawannya (yang menyebut diri mereka Jaringa Islam Liberal atau JIL) dalam syariah Islam. Fatwa ini dipicu artike Ulil di Harian Kompas, 18 Nopember 2002 yang membuat gerah sebagian masyarakat Islam di Indonesia. Fatwa itu menuntut adanya penyelidikan mengenai apa dan siapa di belakang gerakan Ulil. Lebih dari itu, karena sudah dikategorikan menghina dan menyesatkan aqidah, orang yang menyebarluaskan pemikiran itu terkena hukuman: mati.

Tetapi acara di hotel Savoy Homann itu tidak jadi panas. KH Athian Ali batal hadir. Ulil pun tak jadi dihukum mati.

Sebenarnya, apa perlunya diadakan debat yang panas di antara keduanya mengingat sudah betapa jelasnya tanda-tanda bahwa tokoh ini tidak bakalan pernah mengalah terhadap pendirian satu sama lain?

Yang lebih mereka perlukan sebenarnya sederhana saja: sebuah pertandingan sepakbola yang seru! Gerak badan sampai berkeringat, sekaligus mendinginkan kepala mereka. Pasti akan sangat menarik menyaksikan: Kesebelasan Liberal United berhadapan dengan Kesebelasan Fundamentalist All Stars. Ini bisa menjadi pertunjukan paling seru untuk segala usia. Yang hadir pasti lebih membludak daripada para menonton koser kelompok F4 asal Taiwan.

Kubu Liberalis akan diperkuat diantaranya oleh Ulil Abshar-Abdallah, Nurcholish Madjid, Saiful Mujani, Abdurrahman Wahid, Luthfi Assyaukanie, dan Azyumardi Azra. Salah satu kordinator supporter yang paling bersemangat di pinggir lapangan tentu saja Goenawan Mohamad.

Lawannya, membela gawang kubu Fundamentalis atau Literalis, sebut saja, Athian Ali, Dja'far Umar Thalib, Habib Rizieq Shihab, Agus Dwikarna (dengan izin khusus dari penjara Filipina) Irfan S Awwas, Adul Wahid Kudungga (bintang tamu dari Amsterdam) dan Muhammad Jazir ASP dari Yogyakarta (yang tahun lalu dengan bangga menyeru Muslim Indonesia, "Ayo kita mengaku teroris").

Kesebelasan Fundamentalis nampaknya akan lebih unggul, karena mereka punya Dja'far yang bertahun-tahun membangun stamina dengan berperang di Ambon; Habib Rizieq yang seminggu sekali berlatih menyerbu dan membubarkan tempat-tempat mesum dan judi serta melawan para preman. Siapa tahu Kesebelasan Fundamentalis akan berhasil pula membujuk pemain tangguh yang rajin berlatih sepakbola dan badminton, Hidayat Nur Wahid, untuk setidaknya duduk di bangku cadangan.

Tambah lagi, Kesebelasan Fundamentalis bisa bermain enak karena tidak harus direpotkan oleh kehadiran pemain yang suka ngeloyor dan bikin strategi sendiri seperti Abdurrahman Wahid. Atau pemain yang bakalan menghabiskan waktu untuk memikirkan "substansi" dari gerakan-gerakan bola sebelum benar-benar menendangnya, seperti Azyumadi.

Bayangkan orang-orang ini --yang sehari-harinya berdiri berhadapan-- saling bertukar kaos yang basah karena keringat di akhir pertandingan. Bayangkan kaum Liberallis --yang biasa menyebut lawannya "fasis berkedok muslim"-- menjabat tangan serta merangkul kaum Fundamentalis, yang biasa menyebut lawannya "sekuler berkedok Muslim".

Barankali ini hanya subah mimpi indah, karena pada kenyataannya tingkat ketegangan antara kedua kubu itu sudah sangat tinggi. Khususnya sesudah terbitnya artikel Ulil di Kompas tentang perlunya "menyegarkan pemikiran Islam" yang isinya lebih dari sekedar menyerang Islam kebanyakan.

KHA. Mustofa Bisri (tokoh Nahdlatul Ulama dan mertua Ulil) mengkritik keras artikel itu yang dianggapnya tidak didasari pikiran yang jernih. Sabaliknya, Goenawan Mohamad membela Ulil lewat kolom Catatan Pinggir di majalah mingguannya, Tempo. Goenawan menyamakan Ulil dengan Syeikh Siti Jenar yang karena ajaran-ajarannya lalu dihukum mati oleh Sultan Kudus (sebenarnya walisongo yang melakukannya) dalam sejarah Islam Indonesia. Ia bahkan secara khusus mendedikasikan kolomnya untuk Ulil.

Mengapa banyak niat umat Islam di Indonesia yang marah pada pikiran-pikiran Ulil? Karena mereka percaya Ulil dan Jarignan Islam Liberal sedang berusaha merusak, bahkan menghancurkan, apa-apa yang telah diterima secara luas sebagai Islam. Bagi mereka, Ulil dan kelompoknya mengajak orang untuk menjungkir-balikkan dasar-dasar keimanan Islam --termasuk konsep kebenaran dan keselamatan yang dibawa agama ini, kesucian dan keaslian kitab suci dan sumber hukum utama seperti hadists Nabi, serta tentang siapa yang disebut mu'min dan kafir.

Pada kenyataannya, sementara JIL menganggap para Muslim Literal (Fundamentalis) yang "meneror" orang lain, misalnya dalam hal hak-hak perempuan dan kesetaraan gender, Mustofa Bisri justru menyebut cara-cara yang dilakukan Ulil lewat artikelnya di Kompas sebagai teror terhadap apa yang oleh mayoritas Muslim Indonesia telah diterima sebagai Islam.

Sejarah Islam, betapapun, dipenuhi oleh suara-suara yang menyempal --sebagian mati sendiri pelan-pelan, sebagian lain mati mendadak. Pertanyaannya, apakah kemarahan terhadap Ulil itu memang perlu? Ya, hanya jika benar berbagai dugaan bahwa Ulil dan kawan-kawan didukung oleh kekuatan besar (dari dalam dan luar negeri) yang agendanya memecah-belah dan melemahkan umat Islam. Ya, kemarahan itu diperlukan hanya jika mereka berhasil memojokkan masyarakat Muslim yang tidak mendukung pikiran-pikiran kaum Liberalis untuk memilih "apakah Anda bersama kami atau bersama kaum fundamentalis". Disinilah dibutuhkan penyelidikan mendalam tentang Jaringan Islam Liberal sebagaimana yang dituntut Athian dan kawan-kawan.

Haruskan umat Islam kebanyakan khawatir Ulil akan merusak Islam? Bagi seorang Muslim, ia pasti yakin meskipun umat Islam bisa dibunuhi, Islam tak akan pernah bisa dihancurkan. Titik.

Bagaimana dengan kekhawatiran sebagian tokoh NU tentang penyebaran pikiran Islam Liberal (yang bisa ditandai dengan semakin besarnya pengaruh jaringan ini di beberapa media massa)?

Sebaliknya para tokoh NU mengatur agar Ulil menyampaikan khutbah di masjid, sebut saja di Jawa Timur, untuk menyatakan secara terbuka keyakinannya seperti yang selama ini di tulisnya di mana-mana, bahwa rok mini itu dibolehkan Islam selama itu sesuai dengan kepatutan publik dimana dan kapanpun. Bahwa jilbab hanya merupakan ajaran Islam lokal dimasyarakat Arab, sebagaimana halnya hukum rajam bagi para pezina yang sudah menikah.

Biarkan Ulil berceramah menyampaikan keyakinnya di majelis-majelis ta'lim dan pesantren bahwa perempuan Muslim boleh menikah dengan lelaki non-Muslim dan bahwa itu bukan zina. Bahwa larangan terhadap kawin beda agama sudah tidak relevan lagi, dan bahwa hukum-hukum Allah tentang masalah perdagangan, pernikahan, pemerintahan dan hukum bagi koruptor dan pencuri sudah tidak berlaku.

Dugaan saya jamaah salat Jumat dan majelis ta'lim akan segera mengusir Ulil; kalau tidak, maka para aktivis dakwah benar-benar harus mengkaji ulang seberapa efektif mereka selama ini dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyeru Islam.

Ulil dan JIL-nya harus ditanggapi serius, tepi jangan terlalu serius. Harus ditanggapi serius, karena petualangan intelektual mereka telah menciptakan sebuah jebakan berbahaya: seolah-olah jika tidak mendukung mereka otomatis seseorang akan tergolong fundamentalis. Dalam situasi internasional seperti sekaran ini, bagi Muslim yang masih awam, sebutan fundamentalis sungguh tidak mengenakkan.

Tetapi jangan pula ditanggapi terlalu serius, sampai harus seluruh ulama dan aktivis mangerahkan semua energi menghadapinya. Karena selain Ulil dan JIL-nya masih banyak persoalan umat Islam lainnya, seperit ledakan derita kemiskinan rakyat akibat naiknya harga-harga, jaringan korupsi yang semakin meraksasa, perjualan aset-aset negara dengan harga murah kepada perusahaan asing.

Juga persoalan yang pelik tentang mengapa hanya ribuan orang yang turun ke jalan memprotes harga-harga yang mencekik, sementara ada 35.000 penonton mendatangi konser F4 yang karcis VVIP-nya seharga Rp. 2 juta rupiah ? [].

Sumber:
Membedah Islam Liberal Memahami dan Menyikapi Manuver Islam Liberal di Indonesia

Hayo, halal-haram-halal-haram.. (baca lebih lanjut...)

02 November 2007

Critical Success Factors (Part II)

(The Searching of)

(Huuh dasar! katanya nggak mau ikut campur masalah pribadi orang koq tanya-tanya kapan nikah segala, tapi nggak apa-apa lah biar serasa arties getu :p)

Seperti yang sudah saya tuliskan di sini, bagi saya menikah termasuk ke dalam rencana jangka menengah (dalam terminologi manajemen strategi) atau kurang-lebih dua sampi tiga tahun sejak dua atau tiga bulan lalu itu. Maka dari itu, untuk mewujudkannya salah satu usaha yang saya lakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan (Critical Success Factors).

[Mon-Temon!, pilih dulu calonnya awet-nggak awet sih urusan nanti, nah yang penting sekarang gimana cara milih yang paling tepat buat lo, soulmate gitu kata anak muda] Mungkin ada benarnya, akan tetapi saya pikir ketika kita telah mengetahui faktor keritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan memilih calon pasangan akan menjadi lebih mudah karena kriteria untuk itu dapat diturunkan dari faktor kritis tersebut. Nggak mau dong hanya pintar milih calon pasangan tapi tidak cakap mempertahankan suatu hubungan [gw mau] (oh ya sudah :|)

Sekitar akhir Ramadhan kemarin saya dan S.T. (lihat Part I) berkesempatan untuk memadu janji guna bertemu di suatu tempat, dan karena saya telah mendapat izin dari [cicitcuit] untuk mengetahui masalah yang menjadi penyebab perceraiannya maka dalam pertemuan itu saya coba sisipkan agenda untuk membicarakah hal tersebut.

Setelah membahas separuh agenda utama, di sela jeda sejenak sayapun menanyakan hal tersebut. Walau jawaban S.T. relatif singkat dan langsung pada inti kesimpulannya saya dapat memahami apa yang dimaksud oleh S.T. [gile canggi amat!, lo pake helem doremon ya?, atau punya koskaki ajaib?] (daras korban tipi) Tidak, saya tidak secerdas dan secanggih itu hal yang menyebabkan saya dapat langsung paham tentang apa yang S.T. maksud adalah karena selama "masa penasaran" dengan berbekal pengetahuan seadanya dari berbagai sumber (beberapa di antaranya tertera apa akhir post) saya menyempatkan diri untuk menyusun sebuah hipotesis mengenai penyebab berakhirnya pernikahan si [cicitcuit]. Tanpa banyak berharap ketika mengonfirmasikan hal tersebut pada S.T. ternyata hipotesis saya sesuai dengan yang disampaikan oleh S.T. Pembicaraan mengenai hal tersebut terhenti pada kesimpulan umum itu dan kemudian kami lanjutkan agenda utama.

[geblek! jadi apa kesimpulannya, hipotesis lo apa hasilnya? apa?...apa?...] (he..he...) Hemm... bagaimana ya? saya measih ragu untuk menyampaikannya di sini karena kesimpulan tersebut masih sangat kasar dan kurang jelas kongkritnya, sepertinya saya masih memerlukan waktu untuk membandingkan dengan beberapa studi kasus sehingga lebih jelas dan mudah diterapkan. Selain itu sebenarnya saya ingin mengajak para pembaca setia [ada gitu?] (yakin aja :p) untuk ikut berpendapat mengenai penyebab perceraian tersebut. Guna memberi dasar bagi pembaca yang berminat untuk membuat perkiraan maka saya akan memberikan beberapa petunjuk (sejauh yang saya ketahui) mengenai si [cicitcuit] berserta mantan suaminya. Dan bila berkenan silakan tuliskan perkiraan Anda pada komentar post kali ini. Tidak usah dipikirkan benar atau salah, saya hanya ingin mendengar pendapat lain yang mungkin saja terlewatkan oleh saya, akan tetapi bila ada hal lain yang ingin disampaikna silakan saja :) (anonymous welcomed) [].

Pihak Laki-laki
  1. Mental : Seharusnya sudah stabil dan matang (tetapi entah lah tidak terlalu kenal).
  2. Kegiatan : Pekerjaan tetap, gaji Ok, fasilitas menggiurkan, kesimpulan mapan.
  3. Tampang : Hem.. yah lumayan (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai laki-laki).
  4. Umur (saat itu) : Sekitar midtwenty.
  5. Lian-lain : Mungkin boleh dikatakan laki-laki baik-baik.
Pihak Wanita
  1. Mental : Stabil dan matang (seperti kebanyakan wanita seusianya).
  2. Kegiatan : Mahasiswa kedokteran tahap koas.
  3. Tampang : Boleh lah (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai wanita) [wadoh sakit lo ya ?].
  4. Umur : Twenty something (awal-awal tapi tidak terlalu awal juga sih).
  5. Lain-lain : Wanita baik-baik dengan busana muslim moderat cenderung gawul (sedikit) :p.
Hubungan
  1. Pacaran : Sepertinya sudah lebih dari satu tahun, bagi pihak wanita ini merupakan kali pertama berpacaran.
  2. Latar belakan keluarga : Lintas suku, satu agama dan sepertinya ketika menikah sudah mendapatkan restu dari kedua belah pihak.
  3. Umur pernikahan : Sekirat tujuh-delapan bulan.
Beberapa sumber:
  • Personality (The Humand Mind Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Making Friend (The Human Mind Vol. 3)-Documentary-BBC
  • Deepest Desire (The Human Instinct Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Raging Teens (The Human Body Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Science Of Beauty Sex Signs-Documentary-Discovery Channel
  • Don't Sweat The Future: Relatinships-Documentary-Discovery Health
  • What's Sexy (Naked Science)-Documentary-National Geographic
  • Rahasia Di Balik Materi-Documentary-Harunyahya Chanel
  • Mamah dan Aa' (CURHAT DONG!!)-TV Program-Indosiar
  • Sehati-TV Program-Indosiar (ini masih ada nggak ya?)
  • Playboy Kabel-TV Program-SCTV
  • Berbagai Infoteiment yang tertonton-TV Program-Berbagai Televisi Nasional
  • Beberapa situs konseling pernikahan
  • Berbagai buku mengenai hubungan pria dan wanita (kecuali teen-lit, chick-lit dan yang sejenis)
to be continued.....

Related Post:
Critical Success Factors (Part I)


PS
: Tidak, saya tidak beranggapan bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dari teen-lit, chick-lit atau barbagai karya fiksi lainnya but I just can't stand to read those kind of book (kalo udah jadi film boleh juga :)

Faktor kritis ya?! hemm ya..ya...ya..! (lanjut...)

23 October 2007

Tool *oops* Way

Sering kali saya mendengar keluhan dari beberapa orang kawan "Mon lo ngomong koq muter-muter bikin pusing, sebenernya pengen ngomong apa seh?!" Akan tetapi di lain waktu saya juga pernah membicarakan sesuatu langsung ke inti kesimpulannya, alih-alih kejelasan yang didapat malah lebih banyak dahi yang berkerut.

Entah sudah berapa lama em.. mungkin sekitar satu tahun lalu saya berbincang dengan beberapa orang kawan (secara terpisah) tentang filosofi dan Tuhan. Setelah pembicaraan bergulir beberapa saat saya pun berujar, "Sebenarnya filosofi itu alat" kawan-kawan yang saya ajak bicara pun pada umumnya diam saja, ada juga yang manggut-manggut etah mengerti entah bingung, kemudia saya lanjutkan "Seperti agama, itu juga alat" untuk kalimat lanjutan ini reaksi yang ditimbulkan lebih beragam ada yang melotot, ada yang bergumam sambil berusaha mencerna, ada yang sekedar kaget, untungnya tidak ada yang sampai cabut samurai he..he... .


Ok sebelumnya saya ingin luruskan, saya tidak sedang mencari sensasi disini. Mungkin kata alat terlalu kasar dan memiliki konotasi negatif. Baiklah kata alat saya ganti dengan jalan (walau kalau saya pikir-pikir jalan termasuk kategori alat). Tidak hanaya filosofi dan agaman saja yang saya maksud disini, ilmu pengetahuan (science) pun dapat dimasukan kedalam jalan (walaupun antara filosofi dan science seringkali saling berpotongan).

Jalan dijaga, jangan disembah.
Sebenarnya yang ingin saya sampaikan adalah jalan bukanlah tujuan, jalan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Jalan agama dibangun di atas dogma, jalan filsafat dibagun di atas akal budi, sedangkan jalan ilmu pengetahuan dibangun di atas hasil pengamatan dan percobaan. Sedangkan tujuan dari setiap jalan itu adalah kebenaran sejati --sejauh yang saya tahu saat ini kebenaran sejati adalah Tuhan.

Saya sangat setuju dengan usaha umat-umat beragama (termasuk saya sendiri) untuk menjaga jalan agamanya masing-masing agar tetap orisinil sehingga tetap dapat dilalui dan tidak menyesatkan bagi generasi berikutnya. Akan tetapi satu hal yang perlu diingat jangan sampai usaha untuk menjaga jalan tadi melupakan tujuan akhri dari jalan tersebut dan mungkin yang lebih parah lagi malahan menyembah jalan tersebut sehingga menjadikannya sebuah berhala.

Filosofi sebuah jalan lain.
Mungkin beberapa orang agak segan mempelajari filosofi kerena terkesan rumit dan cenderung mejerumuskan (katanya). Memang benar untuk mempelajari filosofi diperlukan dasar logika yang terkadang memang memusingkan tapi tenang saja toh Anda masih punya nurani bukan ?. Semua kerumitan tadi akan terbayar ketika Anda berhasil mengungkap prinsip dasar dari suatu pemikiran sehingga Anda tidak hanya terombang ambing di permukaan. Dengan memperbaiki dasar pemikiran yang keliru akan sesuatu, dapat memberikan Anda sudut pandang baru, memperbaiki persepsi yang selamai ini (di)kacau(kan) sehingga Anda dapat mengoptimalkan potensi yang ada untuk dikembangkan lebih jauh.

Yampun, cabut samurai?!, cabut singkong (sampeu) kale ah !! (lanjut...)

14 October 2007

Even Ninja and Pirate ....

Hallo semuanya apa kabar, duh rindu sekali untuk kembali posting. Banyak sekali hal yang saya pikir cukup signifikan telah terjadi dalam satu bulan terakhir, tapi apa daya saya telah memutuskan untuk berhiatus selama Ramadhan kemarin. Hiatus tersebut merupakan salah satu upaya saya untuk memastikan bahwa posting yang saya lakukan bukan didasari atas hawa nafsu ingin berpendapat dan sok tahu tentang ini dan itu.

Mungkin hal serupa juga baik bagi para peminat maupun penggiat poligami, sebaiknya Anda mencoba kembali memikirkan tentang alasan yang mendasari gaya-hidup tersebut (poligami), jangangan sampai hanya hawa nafsu libidal-lah yang menjadi inti segala sesuatunya.

Dan tidak lupa imbauan serupa ditujukan kepada para aktivis anti-poligami, sebaiknya Anda juga mencoba kembali memikirkan tentang alasan yang mendasari segala advokasi yang ada utarakan, jagan sampai hawa nafsu akan egoisme dan narsisisme-lah yang menjadi inti segala sesuatunya.

Ya sudah, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan permitaan maaf yang setulus-tulusnya dari lubuk hati yang terdalam kepada para perompak maupun ninja yang telah berkunjung ke blog saya ini dan mungkin menemukan berbagai hal yang kurang berkenan di hati.

Dan sejak jauh-jauh hari sebelumnya, saya pun telah memaafkan segala hal yang kurang berkenan baik dari para perompak (dengan segala kegaduhan yang ditibulkan berupa komentar yang terkadang menyebalkan) maupun para ninja (dengan segala kesunyian, datang rutin tanpa pernah memberi komentar).
Bila Anda melihat ninja dan/atau mendengar seseorang mengaku sebagai ninja, maka ia bukan seorang ninja.
Bila Anda melihat perompak dan/atau mendengar seseorang mengaku sebagai perompak, maka ia mungkin saja seorang ninja.


Yah baru lebaran, udah ngomongin poligami cari ribut aja lo !! (lanjut...)

14 September 2007

Stop and Think (for a while)

Kemarin priksa-priksa shoutbox eh ada si Anan (lagi-Anan lagi, salah satu perajin shoutbox dengan messages 17.54%) bertanya apakah saya hiatus, padahal terakhir post belum genap satu pekan lalu. Setelah saya pikir-pikir sepertinya tidak ada salahnya juga untuk berhenti sejenak, berpikir dan me-review apa-apa saja yang telah saya tulis.

Dengan demikian untuk sementara waktu kedepan selama bulan Ramadhan yang mulia ini saya memutuskan untuk berhenti sejenak dari aktivitas posting tetapi tetap blogging, dengan me-review post-post terdahulu (termasuk memperbiaki ejaan he..he..), kembali mengingat dan me-review alasan dasar serta tujuan awal dari blog ini agar tidak terseret dan terombang-ambing arus zaman, serta tidak lupa mengunjungi blog-blog tetangga mempererat silaturahim dan komunikasi.

Mungkin sekian dulu semoga maklum adanya. Bagi para blogger Muslim saya ucapkan
Selamat menunaikan ibadah di bulan Ramadhan yang mulia Ini, semoga kita dapat mencicipi sample kebahagiaan sehingga bersemangat untuk mendapatkan full version-nya kelak. =)

10 September 2007

Happy Ever After...

Must Read Before You Die!! Series
Happy atau bahasa Indonesianya adalah bahagia, mendengar atau membacanya saja sudah membuat bahagia apa lagi ditambah ever after wow selama-lamanya membuat saya ingin mengalaminya, [iye, terus gimane caranya? japri!] (meniru gaya bicara rae walau saya tidak mengerti arti japri, ada yang dapat menolong?) iya, bagaimana caranya ya ? Hem... sebelum mencari cara agar bahagia kira-kira ada yang bisa beri gambaran lebih spesifik bahagia itu apa [heleh kemane aje lo dah jenggotan bahagia aja nggak tau] memang apa? [bahagia..., ya gitu deh :p]


Setelah malang-melintang mengorek-ngorek perpus akhirnya arti bahagia --setidaknya yang dapat saya terima untuk sementara ini-- pun ditemukan. Arti bahagia tersebut tertera dalam sebuah buku.. yah di akhri post saja lah saya sebutkan nanti malah tidak membaca post saya sampai habis he..he... :p Ok straight to the point.

  • Bahagia tidak sama dengan senang.

  • Bahagia juga bukan sedih.

  • Bahagia mungkin dapat dikatakan sebagai suatu kondisi jiwa, bukan kondisi emosi/mood sesaat yang akan berlalu.


Bahagia adalah keadaan saat tidak ada lagi kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak ada keinginan untuk dipuaskan.

Nahlo-nahlo ?! Apakah Anda masih memiliki keiinginan untuk menjadi bahagia ? saya sendiri sih masih.


Sebelum lebih jauh, bila Anda masih berminat untuk berbagaia kita sepakat akan empat hal terlebih dahulu
  1. Adanya kemungkinan untuk sampai pada pengertian yang pasti.
  2. Eksistensi tuhan.
  3. Kemerdekaan kehendak.
  4. Jiwa yang pantang mati.
Ok sudah sepakat ? keempat hal tersebut merupakan postulat filsafat moral (selamat datang di filsafat moral) tetapi tenang saja berhubung saya adalah filosof paruh waktu post saya kali ini tidak murni filsafat, sepertinya akan dicampuri satu sendok teh dogma agama (lagi pula akan menjadi lebih singkat).


Kita kembali ke pengertian bahagia. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahagia adalah keadaan dimana tidak ada lagi kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak ada keinginan untuk dipuaskan. Sekarang pertanyaannya adalah apakah munkin mencapai suatu saat seperti itu mengingat keinginan manusia tidak berbatas, sementara banyak ditemukan keterbatasan-keterbatasan di dunia fana ini. Saya pikir mungkin, tapi tidak di sini di dunia. Karena (menurut dogma agama saya) dunia tidak dirancang untuk itu, akan tetapi bukan berarti kita tidak dapat bahagia di dunia fana ini.



Surga Dunia (bukan yang terletak di kawasan Kota)


Kebahagiaan di dunia hanyalah berupa potongan-potongan yang tidak lengkap (tidak sempurna). Kira-kira apa saja yang dapat memungkinkan kita bahagia di dunia hem.. harta, kesehatan, teman, pasangan yang setia dan menjaga kehormatan keluarga, pengetahuan dll [seks juga dong] (ya boleh he..he.. tau aja lo!). Semuanya itu adalah pemenuh kebutuhan dan pemuas keinginan guna penunjang kebahagiaan tapi yang harus tetap di ingat agar dapat bahagia di dunia kita harus pandai-pandai berkompromi dengan keinginan serta membatasi keinginan tersebut. Mengalami kebahagiaan yang tidak sempurna di dunia dapat menjadi/merupakan pemicu timbulnya harapan akan suatu kebahagiaan sempurna.


Nah disinilah peran dogma agama, program-program self-help, dan berbagai hal lainnya yang mengajarkan sikap mental positif. Sukur dan sabar (seperti yang biasa saya dengar pada nasihat pernikahan, tapi kenapa selalu wanita yang bersabar? [soalnye lo kurang good lookin'] lo juga ha..[ha..]ha...*tertawa bersama*), meditasi, back to nature, holistic approach dan lainnya adalah usaha untuk mencapai kebahagiaan tapi itu bukan kebahagiaan. Kesemuanya itu membantu manusia untuk merasakan bahagia di dunia.



Surga Sebenarnya


Karena kita sudah sepakat untuk mengakui keberadaan Tuhan dan jiwa pantang mati maka kebahagiaan sempurna merupakan suatu hal yang mungkin. Janji surga itu baik asalkan sumber beritanya dapat dipertanggungjawabkan. Berapa tuh jumlah bidadari yang dapat dikawini dan akan tetap selalu perawan, saya lupa. Mungkin bagi beberapa orang yang belajar tentang seks dari MTV, playboy, sex-chat dan berbagai situs porno hard-core di internet akan berpikir "ih agama koq ngomongnya jorok kayak gw aja". Hei ada apa ?!, seks itu manusiawi asal dilakukan sesuai kodrat manusia. Bagi Anda yang mempelajari seks dari sumber-sumber tersebut sebaiknya Anda coba mencari sumber-sumber yang lebih representatif dan tidak misleading, karena seks tidaklah sekotor, serendah dan sehina itu.


Ok sekarang bila ditanyakan kepada seseorang mengapa ia berusaha/bekerja, mungkin orang tersebut akan menjawab (asumsi: orang waras) agar dapat uang utuk memenuhi kebutuhan atau lebih jauh agar menjadi kaya, lalu kembali ditanya buat apa ia ingin menjadi kaya, ia pun akan menjawab agar bahagia. Tidak berbeda dengan seks buat apa seseorang melakukan seks, jelas untuk mendapatkan anak, memenuhi kebutuhan biologis, dan memuaskan hasrat seksualnya, lalu kembali ditanya untuk apa itu semua, jawabannya kembali, agar bahagia. Sekarang pertanyaannya untuk apa ia bahagia, ya untuk apa lagi selain bahagia itu sendiri. Dengan demikian bahagia yang tak terbatas lah sebenarnya yang ingin disampaikan dari sejumlah bidadari yang boleh dikawini dan akan selalu perawan itu.



Neraka Sebenarnya


[Hem... bidadari he..he...] Tunggu dulu jangan keburu yakin, karena kita sudah sepakat bahwa Tuhan itu ada, jiwa pantang mati selain surga yang menawarkan kebahagiaan sempurna maka kenyataan adanya neraka, dan ketidakbahagiaan sempurna juga harus diterima dengan lapang dada. Pernah denger cerita ancaman neraka wuii... ngere man digigit uler segede leher onta, direbus di.. diunyek-unyek deh pokoknya. Gimana rasanya ya ih pedih kayaknya, tapi tunggu dulu kenapa kita tidak belajar meditasi saja mulai sekarang agar dapat terlepas dari rasa sakit fisik nantinya seperti para pemain sirkus itu loh, oh iya ya yasudah belajar meditasi saja lalu jadilah pendosa. Tapi koq saya tidak yakin bisa bermental positif, meditasi atau apapun kiatnya di neraka. Kebalikan dari surga, neraka adalah tempat dimana ketidakbahagiaan merajalela, tidak hanya secara fisik tetapi termasuk mental dan jiwa (satu paket).



Free Will(y)


Dan inilah saatnya menentukan pilihan Anda ingin ke mana. Seperti yang kita telah sepakati kita memiliki kemerdekaan kehendak untuk memilih, menentukan tujuan. Seperti yang disarankan oleh Aristotels berpikirlah untuk jangka panjang sampai akhirat saja sekalian itu pun bila Anda percaya, bila tidak ya setidaknya sesaat sebelum Anda mati lah. Menurut beliau untuk mengetahui bahagia-tidaknya kehidupan seseorang baru dapat dinilai setelah orang yang bersangkutan tutup usia. Munkin dalam terminologi agama yang saya pilih (akhirnya, dulu sih ikut-ikutan orang tua) khusnul khotimah gitu kaliya. Kembali menurut dogma agama yang saya pilih alasan keberadaan manusia di dunia fana ini adalah untuk diuji membuktikan keimanan terhadap-Nya bukan keapada agama. Dengan demikian bila Anda ingin kaya serta ingin lulus ujian tersebut pilihlah pekerjaan yang baik dan berpotensi untuk menjadikan Anda kaya. Jangan lah Anda memilih untuk menjadi pencuri, perampok, atau penculik anak orang lain untuk tebusan.



Kenapa harus bermoral ?


Bila Anda menculik anak orang untuk tebusan, katakan berhasil dan Andapun kaya tapi ingat hukum sebab akibat, semua ada konsekwensinya (kita kesampingkan sebentar surga dan neraka tadi, request dari para ateis, matrialis), Anda akan diburu polisi [eh tapi maennya superduper bersih dan cerdas nggak ketauan deh pokoknya] hem.. gimana ya susah juga memang kalau hanya mengandalkan jurisprudence pertanyaan "mengapa harus bermoral?" tak akan pernah terjawab dengan gamblang. Oh iya hati nurani, hati nurani Anda akan menjerit dan jiwa Andapun tidak akan merasakan apa yang disebut ketenangan dan kebahagiaan. Dengan demikian jika Anda ingin merasakan bahagia di dunia (wal akhirat bagi para teis) BERMORAL-lah.



PS:
Untuk seseorang yang saya kenal baik dan sepertinya sekarang sedang berada di balik trali penjara, mengapa bisa samapai begitu, tidak habis pikir. Saya harap Anda memiliki alasan yang kuat utnuk melakukan hal tersebut setidaknya untuk meringankan hukuman di dunia. Mungkin saya sendiri belum memiliki stradard moral tinggi tapi saya akan tetap berusaha memperbaiki diri. Semakin hari semakin saya pikirkan sepertinya benar hanya agama sebagai doktrin mentah tanpa pemahaman tidaklah cukup. Bagaimanapun juga menculik anak orang lain untuk tebusan tidak dapat dibenarkan.



References:

Saya juga pengen bahagia !! (lanjut...)

31 August 2007

Before Summer's End (When the living is not so easy anymore)

Summer time and the living is easy
Fish are jumping, and the cotton is high
Your daddy's rich and your mama's good looking
I said hush little baby, don't you cry
........
Summer Time salah satu my fav song ever, sepertinya sudah dapat dikategorikan sebagai salah satu everlasting jazz song. Dari berbagai versi yang ada sejak 1935, pilihan saya jatuh kepada Coco d'Or dengan versi simple akustiknya.

Membicarakan summertime saya pikir saat ini di Jakarta khususnya dan wilayah Indonesia di selatan katulistiwa umumnya masih dikategorikan masuk keadam musim panas kemungkinan tergolong akhir musim panas tapi entahlah :p. Tahun lalu keluarga kami melewatkan musim panas dengan merenovasi rumah (seperti yang telah disinggung di sini). Untuk tahun ini kami merencanakan untuk berlibur dan tujuan pun ditetapkan, Bali.

Setelah tujuan ditetapkan maka tinggal menyusun rencana. Ok Ibu bawa koper nomer 1, kaka nomer 2, dan Temon jaga rumah, sip xp. "Mon, betul nih nggak ikut?" ibu bertanya guna memastikan sebelum mengurus akomodasi, "Iya bener, lagi banyak urusan nih" saya pun menjawab tanpa keraguan sedikit pun, "Bener nih nggak ikut, rencananya ibu mau naik kapal selem lo" ibu kembali bertanya seraya mencoba menggoyah keyakinan "Ah kapal selem doang aja" saya mencoba terlihat yakin padahal penasaran juga sih :p. Bali, untuk saat ini mungkin tidak. Saya sendiri baru sekali pergi ke sana itu pun sudah 14-15 tahun lalu he...he..

Dan akhirnya saya tinggal sendiri dirumuah untuk empat hari tiga malam. Berhubung keluarga kami tidak mempekerjakan pembantu rumah tangga maka saya benar-benar sediri. Rasanya seperti ketika kos dahulu tetapi perbedaannya ruangan yang harus disapu dan dipel lebih luas. Sebenarnnya saya juga sudah lama menanti saat-saat seperti itu (sendiri di rumah, sepi). Ketika sampai di rumah tidak ada siapa-siapa, saya bisa memjemur handuk di kursi makan untuk beberapa lama tanpa dimarahi, tidak harus langsung mencuci piring sehabis makan, dan yang terpeting adalah tiga hari tanpa senetron Cinta Fitri he..he..he..

Setelah saya perhatikan sepertinya ketika hanya sendiri di rumah kehidupan saya lebih teratur, mencuci, menyetrika, memasak nasi dan membeli lauk di warteg he..eh. Mungkin karena tidak ada yang dapat diandalkan mau-tidak mau semua harus dilakukan sendiri. Semoga hal-hal tesebut dapat saya pertahankan ketika mereka (ibu dan kakak) pulang nanti.

Dan akhirnya empat hari tiga malam pun berlalu tanpa masalah berarti. Ibu dan kakak sampai kebali di rumah dalam keadaan utuh jadi satu serta sehat wal afiat. Setibanya di rumah tak lama berselang, dimulailah cerita pengalaman liburan, dari kapal selam beserta acara pamer sertifikat (yaampun penting ya?, masukin cv aja besok), balon udara besertra acara pamer karcis (sekalian aja ada monyetnya), parasailing plus pamer foto, belanja di sini dan di situ (lumayan kaos 2 biji) sampai dengan tindakan-tindakan bodoh yang dilakukan kakak (seperti biasanya).

Related Post:
Happy Flood 2007 !! Hip-hip blug-blug

Ceile ke Bali ni ye ada oleh-oleh ? (lanjut...)

18 August 2007

RTFP for Dummies

FTRP for DummiesSebelumnya saya mohon maaf kepada Nieke atau siapa pun bila tersinggung atas judul post kali ini. Saya memilih frase for Dummies dengan pertimbangan frase tersebut telah dikenal luas serta tidak memiliki tendensi untuk mengintimidasi. Berbeda dengan RTFM yang memang terkenal dan sering digunakan para veteran sebagai akronim untuk mengintimidasi para newbie. [Eh-eh, emang RTFM apaan?] Ya, GLOG aja langsung [yah apa lagi tuh!?, males dah gw] he..he.. GO LOOK ON GOOGLE please :)


Ok sekali lagi saya mohon maaf (dah kaya' m'pok minah aja nih) bila post sebelumnya terasa terlalu memusingkan. Terus terang ketika menyusunnya saya sendiri memang sedang pusing juga :D (maklum kopi sedang habis he..he..) Mungkin untuk lebih jelasnya saya akan bahas per paragraf.

Paragraf Ke-1

Isi paragraf pertama dibilang penting ya penting, dibilang kurang penting ya kurang penting [heleh]. Intinya saya coba menerangkan People Reading malalui RTFM, munkin karena salah satu hobi saya adalah membaca buku manual he..he...

Paragraf Ke-2

Diawali dengan lima kata masing-masing berhasa Indonesia, Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab. Tidak, saya tidak menguasai seluruh bahasa tersebut dengan baik, saya menuliskannya dengan alasan pengen gaya-gayaan aja :d [Woo dasar]. Tetapi tunggu dulu paragraf kedua ini termasuk penting, karena dalam paragraf ini terdapat ide dasar apa yang dimaksud dengan membaca. Sebenarnya saya ingin mengutip suatu tulisan untuk menerangkan ide tentang membaca tersebut tetapi saya lupa di mana saya pernah membacanya :p. Munkin dengan bahasa yang sederhana dapat dikatakan, untuk mampu membaca kita harus memiliki mind set terlebih dahulu tentang apa yang akan dibaca. Seperti anak kelas 1 SD sebelum dapat merangakai huruf guna membentuk kata dan merangkai kata guna mebentuk kalimat, ia harus mengenal huruf terlebih dahulu. Akan tetapi sebelum itu semua, seorang anak harus sudah dapat berbahasa setidaknya [stop enough is enough] ok he..he...

Paragraf Ke-3

Pada paragraf ini saya coba menerangkan apa yang dimaksud pada paragraf ke-2 melalui sebuah contoh. Alih-alih tercerahkan setelah saya perhatikan kemungkinan orang yang membacanya akan mendapat serangan sakit kepala serta depresi ringan he..he.... Ok saya beri contoh lain saja [TIDAK !!!] Tenang ini akan menjadi lebih ringan. Ketika saya sedang duduk-duduk dengan beberapa orang teman sambil mendengarkan musik let's say Santana, berhubung saya hanya mampu memainkan alah musik kedua bilah bibir ini saja maka yang ada di pikiran saya hanya "Musik-nya Santana enak juga ya didenger :D". Berbeda dengan teman saya yang memang seorang anak band, dengan mendengarkan lagu yang sama mungkin dia berpikir "Aduh minta putus lagi !" oops maaf OOT sala sadap he..he... ini nih yang bener "Wuidi pake effect itu nih, tapi gimana ya? ah entar ngulik ah" yah begitulah kira-kira.

Paragraf Ke-4

Melalui paragraf ini saya coba untuk menjelaskan the What and the How about People Reading. Pada intinya yang dicari dalam people reading adalah mengetahui jalan pikiran orang yang ingin "dibaca". Untuk mengetahui hal tersebut maka diperlukan beberapa pengamatan melalui beberapa cara yang tertera di situ.

Paragraf Ke-5

Dalam paragraf ini saya menjelaskan beberapa level kepiawaian orang-orang yang mampu "membaca". Ada "pembaca" level tinggi karena memiliki jam-terbang dan teknik, tetapi ada pula "pembaca" level tinggi karena dianugerahi semacam indra ke-6.
Natural People Reader: Nah bos yang itu tuh tukang selingkuh tu Mon.
Bujang-Urban: Hemm..ooo.. iya ya.
NPR: Trus supir yang itu juga tuh tapi dia selingkuh cuma buat "gituan" doang.
BU: Ooo... dasar brengsek, eh m'bak bisa tau pernah belajar ya?
NPR: Nggak aku nggak belajar, tau gitu aja dari aku kecil.
BU: Nah kalo saya gimana nih m'ba?
NPR: Ooo... kalo kamu tuh ...("ceklek", off the record he..he... :p )
Paragraf Ke-6

Melalui paragraf ini saya bersusaha untuk menjelaskan the why about people reading. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada intinya people reading bertujuan untuk mengetahui jalan pikiran seseorang. Dengna mengetahui jalan pikiran seseorang maka lebih mudah bagi si "pembaca" atau siapapun untuk memahami orang tersebut. Selain itu dengan berbekal pengetahuan mengenai jalan pikiran seseorang maka kita dapat "masuk ke pikiran orang tersebut" entah untuk menasehati, mempengaruhi untuk membeli barang/jasa maupun berbuat jahat he..he... >:)

Paragraf Ke-7

Dalam paragraf terakhir ini saya coba menjelaskan motivasi utama saya sendiri dalam mempelajari sedikit tentang people reading. Pada intinya adalah to know my self better.

Yah itulah sedikit perkenalan tentang People Reanding semoga bermanfaat. Mungkin sebagian dari Anda berpikir bahwa hal ini cukup berbahaya, memang bila disalahgunakan dapat berdampak buruk seperti pada contoh ini. Akan tetapi dengan mengetahuinya saya harap kita dapat lebih waspada dan berhati-hati.

Related Post:
RTFP
Brilliant, but Dirty and Sneaky Congame.

PERHATIAN!!: Sebelum Anda membaca lebih lanjut, post kali ini mengasumsikan Anda telah membaca post sebelumnya (RTFP). Bila Anda sudah membaca post sebelumnya dan tidak menemukan kesulitan dalam memahami post tersebut post kali bukan untuk Anda, tetapi bila Anda memiliki waktu luang dan tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan tidak ada salahnya juga sih :p
Sialan ngata-ngatain, ente yang bahlul ! (lanjut...)

17 August 2007

RTFP

Setelah intimidasi oleh sekian banyak RTF..., ternyata terdapat satu hal lagi yang sebaiknya dibaca dengan harapan dapat membuat hidup Anda lebih tentram dan bermakna. Ok saya akan perkenalkan akronim baru yaitu RTFP, dan karena saya adalah orang baik-baik 0:) yang menyenangkan ;) maka F pada akronim tersebut berdiri untuk Fine dengan demikian jadilah Read The Fine People/Person.

Baca, read, lire, gelesen, اقرأ merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi secara aktif melalui sesuatu yang dapat diterima oleh indara (tidak terbatas pada yang lima). Baca dalam bahasa Arab adalah iqra, dengan asal kata qaraa'h yang artinya menghimpun (Quraish Shihab), dengan demikian dalam membaca sebenarnya yang kita lakukan adalah menghimpun simbol yang mewakili suatu ide dan harus telah diketahui sebelumnya sehingga dapat menjadi suatu informasi yang bermakna.

Let's say ada gambar berbentuk seperti ini (dalam tanda kutip berikut), "Temon & ......" disebuah kertas yang digantung pada sebuah janur, orang yang melihat langsung mengerti bahwa gambar itu adalah tulisan nama seseorang (saya) dan ..... yang sedang menjual janur untuk ketupat dengan brand "Temon & .....". Bila Anda agak terkejut saya pun maklum, karena simbol janur sendiri memiliki suatu ide umum yang juga dapat dibaca. Keajadiannya akan menjadi lain ketika nama saya ditulis dalam huruf kanji dan seseorang yang melihatnya ternyata tidak bisa membaca huruf kanji, bahkan tidak pernah mendengar, mendapat wangsit, dan hal-hal semacamnya tentang ide huruf kanji. Hampir dapat dipastikan orang tersebut tadi tidak dapat mengasosiasikan huruf-huruf kanji tersebut dengan sesuatu apapun dan mungkin hanya menganggapnya sebagai gambar abstrak di atas kertas yang digantung pada janur. Kesimpulannya, seperti yang telah dikatakan pada akhir paragraf sebelunya, untuk dapat membaca sebelumnya kita harus sudah mengetahui (simbol) apa yang harus di baca dan mewakili ide apa.

Kembali ke people reading. Reading dalam people reading memiliki arti yang serupa dengan reading yang telah dibahas sebelumnya, dan karena awalan people maka yang dibaca adalah sekelompok/satu orang. Dalam melakukan people reading tujuan utamanya adalah mendapatkan informasi tentang orang tersebut mengenai aktivitas, ketertarikan, dan opini (AIO) untuk kemudian disimpulkan. Untuk mendapatkan informasi tersebut seorang "pembaca" bertindak seperti seorang dokter yang sedang menganalisis penyakit pasien atau seperti seorang detektif yan sedang membongkar suatu kasus. Dengan pendekatan induktif, pada umumnya yang menjadi perhatian "pembaca" adalah sikap, cara berbicara, bahasa tubuh, raut wajah, penampilan, bentuk tubuh, semua kembali kepada preferensi dan kebiasaan si "pembaca".

Dalam melakukan "pembacaan" ketepatan dan kecepatan "pembaca" sangat dipengaruhi oleh jam terbang dan teknik-teknik yang dimiliki. Seorang "pembaca" yang telah memiliki jam terbang tinggi dan intuisi yang terasah hanya dengan pertemuan sekilas sambil lalu saja (blink) sudah lebih dari cukup untuk menyimpulkan orang yang ingin "dibacanya". Akan tetapi di lain pihak, saya juga mengenal seseorang yang mempu "membaca" orang lain dengan pengalaman yang minim dan nyaris tanpa teknik. Beliau memperoleh kemampuan tersebut sebagai anugrah (gift) dari Yang Maha Mengetahui. Walau tergolong muda dan tidak pernah mempelajari teknik people reading, dengan cepat ia dapat membaca dan menyimpulkan seseorang dengan tepat. Saya sendiri walaupun memungkinkan, akan tetapi belum dapat "membaca" seseorang dengan cepat, itupun harus ditunjang dengan berbagai data yang memadai, dengan kata lain tenang saja :p.

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa harus membaca orang? kalau membaca tulisa sudah jelas karena itu salah satu syarat menjadi dokter :p. Saya sendiri mulai tertarik dengan bidang ini ketika harus meneliti konsumen sayuran organik yang sangat segmented (karena harga premium dan hanya mereka dengan kesadaran lingkungan atau kesehatan yang memadai) sehingga dibutuhkan faktor psikografis untuk memilahnya. Dengan mengetahui faktor psikolografis diharapkan dapat menunjang rencana strategi yang tepat untuk (sesuai dengan jalan pikiran) segmen yang disasar. Secara garis besar inti dari people reading adalah strategi.
Know your enemy and know yourself and you can fight a hundred battles without disaster.
Sun Tzu
Pendekantan psikografis mungkin terlalu kasar untuk diterapkan dalam people reading maka seperti yang telah saya sebutkan pada post ini, saya sempatkan diri untuk mempelajari psikologi personaliti dengan penggolongan kedalam 16 tipe, semakin banyak penggolongannya semakin baik dan jitu (semakin pusing juga tentunya). Tujuan awal saya dalam mempelajari hal tersebut adalah untuk mengetahui diri saya sendiri guna memetakan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri ini. Dengan pengetahuan tersebut saya harap saya dapat mengoptimalkan kekuatan serta memperbaiki kelemahan yang saya miliki.

33. Sumber Batin

Untuk mengetahui bagaimana orang bertingkah laku memerlukan intelegensi, tetapi untuk mengetahui diri sendiri memerlukan kearifan.

Untuk mengatur kehidupan orang lain memerlukan kekuatan, tetapi untuk mengatur kehidupan diri sendiri memerlukan kekuatan yang sebenarnya.

Jika saya puas dengan apa yang saya miliki, saya dapat hidup sederhana dan menikmati baik kemakmuran maupun waktu senggang.

Jika tujuan saya jelas, saya dapat mencapainya tanpa susah-susah.

Jika saya dalam kedamaian atas diri sendiri, saya tidak akan mengguankan keukatan hidup saya dalam konflik.

Jika saya telah belajar untuk ikhlas, saya tak perlu takut sekarat.

Jhon Hider-The Tao of Leadership (translated)


Related post:
I'm Not Crazy I'm Just Not You
Size does matter, but there is mind beyond matter
Who gonna kickin whose ass ??

RTFP-RTFP, naon eta tah ? (lanjut...)

14 August 2007

Party is Over (Jenggot Hormonal)


Alhamdulillah pilkadanya dan beres [blom resmi kale] ya di beres-beresin aja deh. Bila melihat tulisan saya belakangan ini yang banyak membahas tentang pilkada mungkin ada kesan bahwa saya adalah seorang aktivis politik atau semacamnya. Terus terang saya kurang tertarik dengan yang namanya politik (seperti yang banyak orang artikan), akan tetapi saya menyadari bahwa hidup harus berpolitik maka dari itu saya pun juga mempelajari beberapa jenis politik (bukan yang seperti banyak orang artikan). Ketika di kampus dahulu saya juga bukan termasuk tipe mahasiswa yang gemar mengikuti berbagai organisasi formal ini dan itu. Saya lebih suka bergerak dalam Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) berbasis komunitas baik yang dirintis sediri ataupun warisan senior, yang penting menghasilkan $-).


Dalam menyikapi pilkada kemarin saya pun lebih tertarik pada strategi-strategi marketing yang digunakan masing-masing kubu. [Tapi kalo diperatiin lo rada berat sebelah, tul nggak jangan-jangan orang PKS lu ya?] Bukan, saya bukan aktivis PKS [lah itu jenggotan] Ya Akhi ini jenggot, jenggot hormonal doakan ana bisa ikhlas dengan jenggot ini ok! Disebut simpatisan mungkin juga kurang tepat hem... mungkin empatisan lebih mewakili he..he..


Ok kembali ke pilkada. Sebenarnya saya juga sudah kurang srek dengan sistem dengan nama demokrasi yang disepakati sebagai rule of the game untuk perpolitikan di Indonesia secara umum. Mana mungkin suara saya yang ber-title nggak jelas ini disamakan dengan suara para Prof. Dr. Ing. H. R. Ph.D dan lain sebagainya. Ke-crazy-an demokrasi tersebut, bisa dikatakan sebuah lagu lama yang baru-baru ini juga telah dinyanyikan kembali dengan sangat baik oleh Rae dalam blognya, sedangkan saya tidak tertarik untuk menyanyikan lebih panjang lagi di sini. Akan tetapi kita harus menerima kenyataan yang ada itulah rule of the game yang disepakati sampai saya menulis post kali ini. Maka dari itu dalam pilkada kemarin cukup sulit bagi saya untuk memilih salah satu yang terbaik diantara yang terburuk.

Mengapa cenderung ke Adang-Dani. Terus terang saya tertarik dengan beliau berdua karena personalnya yang lebih berpotensi untuk dijadikan pemimpin dan bukan karena janji-janji manis program kedepan yang disusun berdasarkan hasil survei (saya sendiri kurang yakin atas pemenuhan janji-janji tersebut). Mungkin sebagian dari Anda yang telah membaca post saya tentang debat kandidat menganggap penilaian yang saya lakukan aneh dan kurang rasional. Hal tersebut wajar-wajar saja, saya pikir itu semua hanya masalah persepsi, sedangkan seperti kita tahu bersama persepsi dibentuk dari wawasan. Untuk lebih jelasnya saya akan membahas di post tersendiri nantinya. Kembali ke kandidat cagub, selain berdasarkan personal ketertarikan saya juga timbul dari kinerja tim suksesnya dalam memasarkan beliau berdua. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran secara baik 42% hanya oleh satu partai bukan suatu hal yang sangat mengejutkan.

Party is over saya harap frase tersebut dapat menyadarkan para elit-elit partai bahwasannya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik telah menurun. Mungkin sejak saat ini sebelum terlambat sebaiknya mereka mulai mencari alternatif karir lainnya agar dapat tetap bertahan di kelas sosial yang sama. Pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengimbau kepada para elit partai

Lekaslah sadar dan berhenti memperalat masyarakat Indonesia yang belum "sepintar" Anda-Anda sekalian. Didiklah kami dengan pelajaran-pelajaran politik bermutu dan membangun bukan dengan moncong, kumis, congor serta berbagai taktik over promise under deliver yang sudah sering Anda praktekan. Jadilah lebih arif, karena kami muak dengan segala konspirasi serta intrik nggak penting yang mudah ditebak.

Dan pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengucapkan selamat kepada pasangan gubernur DKI Jakarta yang berhasil memenangkan pilkada kemarin. Saya harap (walaupun sangat siap kecewa) Anda dapat membenahi diri Anda terlebih dahulu sebelum membenahi Jakarta mungkin dengan mengikuti John Robert Powers atau hanya membeli (serta membaca tentunya) berbagai buku self-help yang mudah ditemukan diberbagai toko buku dan perpustakaan. Dan setelah saya amati secara seksama ternyata tanpa kumis pun penampilan Anda tidak terlalu buruk. Mudah-mudahan ini dapat menjadi pertimbangan Anda guna meningkatkan kepercayaan diri tampil di depan publik. Selain itu mencukur kumis akan terdengar lebih manusiawai serta mendidik ketimbang mencoblos kumis.



Related post:
Debate, are you sure ?
Pilih langsung ... ini demokrasi, bung!

Illustrations:
Levels
Shaved !!

Yampyun boleh dong donor hormonnya ke eke yuu'! (lanjut...)

13 August 2007

New Blog Head (Smartass Version)

Di tengah keprihatinan atas melemahnya Rupiah serta beratnya loading page di beberapa blog yang saya kunjungi, maka timbullah suara batin untuk menyederhanakan blog head yang sudah lama tidak diganti-ganti. Beratnya loading page beberapa blog tersebut disinyalir disebabkan oleh entah itu image guede dengan resolusi HD, mp3 yang disodorkan secara paksa, flash-flash kurang penting serta tetek-bengek lainnya. Tanpa coba menghakimi saya hanya ingin menyegarkan kembali ingatan kita pada falsafah KISS yang mungkin telah sedikit terlupakan.

Usaha saya untuk memperingati falsafah KISS haya pada paragraf pertama itu saja selebihnya saya hanya akan membahas blog head di blog saya ini :D. Blog head lama yang baru saja lengser tersebut saya beri nama versi "Lirikan Maut" (terinspirasi dari Satria Baja Hitam). Selain versi lama standard terdapat juga versi lama pengembangan yaitu "Lirikan Maut Pembunuh Jiwa/Sharingan" (terinspirasi dari Naruto) mungkin hanya disaksika oleh beberapa orang yang beruntung (atau sial, entah lah) karena masa tayangnya sangat sebentar sekali. Gambar pada vesi lama tersebut merupakan hasil rekayasa photoshop dengan teknik photo to cartoon seperti yang diajarkan di.. (waduh saya lupa :p) dengan bahan dasar yang sama dengan yang dinakan di sini.

Varsi baru, seperti yang kita saksikan bersama kali in (kecuali bagi Anda yang men-disable picture pada browser), saya beri nama "Smartass" terinspirasi dari salah satu sifat saya sendiri (entah itu termasuk baik atau buruk he..he..). Pada vesi kali ini tidak dibutuhkan teknik yang njelimet untuk merekayasa gambar dasar. Selain images vesi kali ini juga mengandalkan rekayasa CSS dengan pendekatan berlajar sambil bermain. Pada intinya versi yang mengusung tema minimalis (baca: meni males pisan eui!) ini berusaha sebisa mungkin untuk menampilkan blog head yang sederhana, ramping serta lebih memperkuat positioning tag line blog ini "Are you thinking what I'm thinking ?".

Ok mungkin itu saja kisah dibalik blog head yang pernah dan sedang saya gunakan, segala masukan Anda baik itu komentar, saran dan keritik mengenai blog head ini sangat saya harpakan.
Terima kasih.

Yaampun Smartass (lanjut...)

09 August 2007

Are we shakin or just her? (Gempa)

TU !!, MON!! BANGUN!! GEMPA !! AYO KEDEPAN SEMUA !!
Yang berseru itu adalah ibu saya, sebenarnya dari tadi beliau juga telah tertidur, tetapi dapat terbangun saat gempa. Jauh berbeda dengan kedua anak-anaknya yang mudah tidur sulit bangun. Masih belum sepenuhnya sadar dan belum dapat merasakan bahwa telah dan sedang terjadi gempa, hanya bisa melihat lampu gantung yang terus bergoyang-goyang seperti pendulum di ruang tengah.

EH MALAH NONTON TV AYO KEDEPAN DULU !!
Sesampainya di depan beliau hery (heboh sendiry) tapi niatnya bagus, memberi peringatan pada tetangga dan benar saja beberapa tetangga juga keluar untungnya tidak sampai panik di sini. Beberapa saat kemudian akhirnya kami duduk-duduk di ruang tamu (sejujurnya saya tiduran :p)
Tadi waktu tidur ibu denger kayak suara meledak gitu nggak tau apaan itu, abis itu tempat tidurnya bunyi krek-krek-krek-krek berasa' goyang-goyang wah kayaknya gempa nih. Kalau di padang namanya gampo, kalo di jawa namanya apa? lindu ya?
OK, sebaiknya kita cari suber yang cepat dan terpercaya DETIK.COM eh iya gempa he..he....

Dah baal kali ? (lanjut...)

08 August 2007

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)

Bagi para marketer ataupun yang sedang ingin menjadi salah satunya, nama Philip Kotler mungkin sudah tidak asing lagi di telinga. Salah satu buku karya beliau yang berjudul Marketing Management merupakan salah satu buku yang telah banyak dijadikan acuan perkuliahan dalam subjek pemasaran di berbagai belahan dunia. Pada saat ini buku tersebut telah mencapai edisi ke-12 walaupun untuk edisi terakhir dalam penyusunannya beliau bekerja sama dengan Kevin Lane Keller (kemungkinan besar karena faktor usia). Sebuah jumlah edisi yang sulit disaingi oleh buku-buku "sesaat" let's say Jakarta Undercover.

What Peter Drucker is to management, Philip Kotler is to marketing.
Atas berbagai kontribusinya dalam bidang pemasaran, pada saat ini Kotler merupakan salah satu tokoh yang sangat dihormati oleh komunitas marketer dunia. Father of Marketing adalah salah satu julukan yang ditujukan kepada beliau (mengingat gap umur dan keilmuan, saya sendiri lebih suka menyebut m'bah Kotler m'bah-nya marketing). Dan sebuah kehormatan bagi para marketer Indonesia karena Philip Kotler dijadualkan hadir live in person untuk menyampaikan insight serta berbagai konsep baru di dunia pemasaran pada sebuah seminar di Jakarta. Berdasarkan iklan pada salah satu majalah komunitas marketer Indonesia, seminar tersebut direncanakan akan terselenggara pada pada tanggal 8 Agustus 2007.

Suatu kebetulan yang patut disukuri atau malah disayangkan, ternyata bertepatan pada tanggal tersebut warga DKI Jakarta telah dijadualkan untuk mencoblos kertas suara guna menentukan pilihan gubernur berserta wakilnya untuk memimpin Jakarta ke depan. Biarlah masalah itu menjadi urusan panitia dan mungkin juga pesertanya yang telah memiliki tiket. Kemungkinan besar kejadian tersebut hanya suatu kebetulan saja dan tidak ada hubungannya sama sekali. Akan tetapi karena sudah kejadian mengapa tidak kita dihubung-hubungkan saja sekalian :p

Everyone is a marketer.

Marketing dan Pilkada

Seperti kutipan di atas setiap orang pada dasarnya adalah marketer, mungkin sebagian dari kita agak sedikit menemukan kesulitan dalam membedakan marketing (memasarkan) dan selling (menjual). Memang benar tujuan akhirnya adalah terjualnya baik itu barang maupun jasa atau malah "diri" Anda. Akan tetapi agar produk-produk tersebut dapat terjual seperti yang kita harapkan maka dibutuhkan suatu pendekatan, yaitu marketing.

Tidak berbeda dengan pilkada Jakarta, yang memggunakan pemilihan langsung berbasis suara terbanyak untuk menentukan pemenangnya. Setiap kandidat menjual "dirinya" (dengan dukungan partai tentunya). Masyarakat Jakarta berperan sebagai konsumen dengan berbekal "mata uang" hak suara yang dimilikinya. Dengan demikian sudah jelas sekarang, para kandidat harus berusaha memenuhi kebutuhan para konsumen agar laku terjual.
Saya membeli lubang, bukan bor.
Dalam pembahasan kali ini saya akan menggunakan salah satu kerangka dasar strategi marketing yang dipopulerkan oleh Philip Kotler yaitu Segmentation, Targeting, Positioning (STP) walaupun pada akhirnya semua bermuara pada Positioning (sebuah term yang dipopulerkan oleh Jack dan Trout). Dalam pembahasan kali ini, dikarenakan terbentur keterbatasan data yang saya miliki maka kemungkinan besar akan banyak ditemukan asumsi serta insight subjektif diri saya sendiri. Saya pun menyadari reputasi saya yang diragukan (dan mungkin ketika lulus nanti menyandang predikat sangat memuakkan) maka saya sarankan kepada Anda untuk tidak terlalu berharap banyak pada analisis kali ini, tapi satu hal yang ingin saya ingatkan, jangan sampai Anda menyesal karena tidak membaca post-berseri ini sampai episode terakhir :D.

Segmentation

Kita mulai dengan memilah-milah, penduduk Jakarta sebagai target pasar. Mungkin untuk pilkada segmentasi demografis (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan) sudah cukup memadai. Konon kabarnya pada saat ini penduduk Jakarta diperkirakan 7 juta jiwa, apakah semua itu target? tentu bukan, kita harus mengingat berapa orang yang telah memiliki hak suara (17 tahun keatas atau sudah menikah), berapa orang yang Gol-Put (tidak bersedia membelanjakan "mata uang" suaranya) dan berapa orang yang kehilangan ingatan (Jakarta keras bung !!). Semua data tersebut dapat diperoleh diantaranya melalui ke BPS, LSM, RSJ dan survei tentunya, seperti yang pernah dilakukan oleh salah satu kubu kandidat cagub-cawagub "Mega Survei Saatnya Mendengar" mungkin sudah terdengar sejak akhir tahun lalu. Dengan mengetahui gambaran kasar tersebut maka para tim sukses dapat memperkirakan sebenarnya berapa banyak potensi pasar yang mungkin tercapi.

Selanjutnya mancari tahu kebutuhan warga Jakarta sebenarnya, apakah gubernur yang berkumis, guanteng, murah senyum, jujur, bertanggungjawab, sayang istri atau yang bagaimana. Bila memiliki kesempatan dan mengerti arti penting survei tim sukses dari masing-masing kubu sebaiknya melakukan survei. Selain untuk mengumpulkan data demografis seperti yang telah disebutkan sebelumnya, survei juga dapat menjawab semua pertanyaan tersebut di atas. Dengna demikian faktor-faktor yang mendasari pilihan para konsumen dapat teridentifikasi dengan baik.

Kembali ke segmentasi. Bisa telah terkumpul berbagai data tentang warga Jakarta, maka saatnya untuk memilah-milah kedalam beberapa segmen dan kemudian dihubungkan dengan faktor yang mendasari pemilihannya. Kemungkinan besar yang termasuk segmen potensial dalam pilkada DKI antara lain yaitu partai politik, kalangan LSM, mahasiswa, kaum wanita, pamong praja (Pemda DKI hingga ke tingkat Kelurahan), kalangan dunia usaha, ormas pemuda/mahasiswa/kesukuan hingga ke tingkat akar rumput (RT/RW).
to be continued...

Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)

Targeting

Targeting atau bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia secara bebas adalah penentuan target pasar. Bila diperhatikan, seperti yang telah disebutkan, sepertinya warga Jakarta memang terdiri atas beberapa segmen. Kembali mengingat peraturan Pilkada "yang terbanyak yang menang" mau tidak mau seluruh segmen harus digarap dengan sebaik mungkin. Akan tetapi segalanya memiliki batas bila semua tidak terbatas mungkin Pilkada pun tidak akan ada. Begitu pula dengan para pasangan cagub-cawagub berserta para tim suksesnya mereka memiliki berbagai keterbatasan. Dengan demikian memilih target yang paling potensial baik ditinjau dari sisi pemilih maupun kemampuan kubu pasangan cagub-cawagub menjadi penting.

Berikutnya saya akan mencoba mengintrepretasikan sebetulnya siapakan target utama masing-masing kubu cagub-cawagub, diurutkan berdasarkan nomor urut pilihannya.

  1. Kubu nomor urut satu ini sepertinya menyasar kepada segmen yang telah bosan dan cenderung muak dengan kondisi Jakarta dan tidak takut akan perubahan yang signifikan serta merasa nothing to loose atas hal tersebut. Segmen ini umumnya berasal dari kalangan muda (baik secara usia, maupun bawaan jiwa), baik laki-laki maupun perempuan (dengan perhatian khusus pada kaum ibu), dari berbagai jenis pekerjaan dan tingkat pendididkan, dengan strata ekonomi marjinal-bawah sampai dengan menengah-atas dan mungkin sedikit atas-banget. Selain itu sepertinya, kaum ini juga cenderung keritis dan moderat, mengharapkan pemerintahan yang lebih bersih dan berwibawa, merakyat hingga akar rumput serta ramah. Walaupun meraka tahu hanya akan mendapat berbagai bentuk janji belaka, akan tetapi dapat diyakinkan dengan reputasi PKS satu-satunya partai pengusung yang juga memiliki kursi di DPRD. Untuk kalangan partai sendiri tidak diragukan lagi, siapa yang tidak mengetahui soliditas massa PKS. Dan tidak lupa segmen yang menginginkan gubernurnya good looking alias guanteng.


  2. Kubu nomor urut dua ini sepertinya juga sama menyasar kepada segmen yang menginginkan Jakarta lebih baik akan tetapi tidak kecewa-kecewa amat atas kondisi Jakarta saat ini. Enggan akan perubahan yang signifikan karena lebih cinta kepada Status Quo yang diharapkan dapat lebih memjamin kehidupannya kelak. Seperti yang telah dikatakan segmen ini berbasis pada mereka yang telah merasa nyaman bersama status quo, baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai jenis pekerjaan (dengan perhatian khusus pada PNS pemda) dengan srata ekomomi menengah bawah menegah atas dan atas. Diindikasikan juga menyasar pada suku asli Jakarta yang masih tradisional-konsefvatif. Termasuk pula kalangan yang mengutamakan kepentingan partai serta elit-elitnya (yang katanya memperjuangakan pemilihnya) yang masih ingin mendapat "jatah" kekuasaan, hal tersebut dapat dipahami karena pendukung kubu ini adalah 20 partai yang juga memiliki kursi di DPRD. Dan tidak lupa segmen yang menginginkan gubernur berkumis (OMG! kenapa berkumis sih, nggak abis pikir gw *geleng-geleng sambil ngetik*)

Pisitioning

Berkaca dengan cermin, makan dengan sendok walaupun saya pernah berkaca dengan sendok tetapi hidup tidak menjadi lebih mudah. Begitu pula dengan segmen pemilih, setiap segmen memiliki pendekatan masing-masing, salah pendekantan kalah pun tak terhindarkan. Nah disinilah positioning baik per segmen maupun secara umum perlu perlu dilakukan.

Tapi sebenarnya apakah psitioning itu sebenarnya. Mudahnya positioning adalah usaha mendapatkan tempat setinggi mungkin (teratas kalau bisa) di tangga benak konsumen, dalam konteks ini tangga yang dimaksud adalah tangga calon gubernur Jakarta. Lalu timbul pertanyan mengapa harus teratas?, hal tersebut dikarenakan posisi terataslah yang kemungkinan besar akan di pilih konsumen ketika berada dalam bilik suara (asumsi konsumen normal :p).
to be continued...
Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Positioning pada intinya merupakan kesimpulan dari proses segmentation dan targeting. Di lain pihak positioning merupakan pedoman dari berbagai taktik marketing yang akan dilakukan (biasanya disebut 4P, tapi tetap saja ada yang merasa belum cukup :p). Dalam studi kasus pilkada, untuk mengetahui positioning masing-masing calon sepertinya lebih mudah bila mengacu pada tag-line, iklan (advertisement) yang berusaha mem-promosikan (salah satu dari 4P) positioning cagub-cawagubnya.

Seperti biasa kita mulai dari nomor urut satu
  • Tag-line Ayo Benahi Jakarta. Sudah lama terdengar mungkin sejak tiga sampai dengan empat bulan lalu. Pesan yang ingin disampaikan cukup gamblang yaitu menawarkan solusi, mengajak untuk melakukan perubahan di Jakarta agar lebih rapih. Selain itu ada beberapa kata ataupun frase yang dapat dikatakan adalah milik kubu ini antara lain "Jakarta Salah Urus", Jakarta MAS (Modern, Aman, Sejahtera), Jawara Nggak Maen Keroyok, dll.
  • Poster dari kubu ini kerap kali mengangkat permasalahan di Jakarta "Bosen Macet?", "Susah Cari Kerja?" dan lain sebagainya, sepertinya disusun berdasarkan survei yang pernah dilakukan, selain itu juga dalam upaya menohok status quo. (Dan satu hal lagi, penempelan poster ini sangat mengingatkan saya pada gaya kampanye kampus :p)
  • Spanduk, media ini lebih seru. Selain pesan-pesan standard dari tim sukses inti, sepertinya organisasi-oraganisasi underbow yang bersangkutan ikut andil dalam meramaikan "perang" spanduk. Entah terkoordinasi atau tidak beberapa spanduk terkesan tricky mungkin karena darah muda, penuh kreativitas yang mengalir dikepala si pemilik ide. Akan tetapi bila tidak hati-hati dapat menjadi blunder bagi positioning kandidat yang diusungnya. Berhubung kakak saya, bekerja di salah satu lembaga pengkajian politik (ngaji yak koq politik he...eh...) serta bertindak sebagai pengawas pilkada kali ini, maka saya mendapat beberapa foto yang merekam beberapa spanduk "nakal" tersebut.
  • TVC agak ragu C-nya untuk campaign atau commercial tersarah Anda saja lah :D Untuk Adang-Dani iklan-iklan di TV saya nilai sangat mendukung positioning intinya yaitu sebagai cagub-cawagub yang peduli rakyat bawah (grassroots). Dengan mengangkat berbagai masalah yang ada seperti ikut berendam dalam banjir, mendatangi warga ekonomi lemah di tempat-tempat aktivitasnya, menggandeng keluarga bajuri (minus oneng, eh ucup ada nggak?) yang melambangkan warga jakarta kelas bawah. Tampilan iklan yang lebih mirip imbauan untuk membantu bencana alam ditambah copywriting yang menyentuh sekali lagi sangat sesuai dan konsisten dengan tema positioning secara umum.
  • Even yang diselenggarakan cukup beragam dari kampanye konvensional dengan dukungan beberapa artis, debat calon sampai dengan kontrak politik. Bila diperhatikan artis yang mendukung Adang-Dani terlihat cukup solid dan beberapa diantaranya mengaku tidak dibayar untuk melakukan hal tersebut. Untuk debat calon, kandidat nomor satu ini sempat beberapa kali menghadiri acara tersebut tetapi karena rivalnya tidak hadir maka tidak jadi dan akhirnya ya yang di TV itu.
Kita lanjutkan dengan nomor urut dua
  • Tag-line Jakarta Untuk Semua, hem... ini keluarnya agak belakangan bisa dimaklumi ketika kubu rival telah mantap karena hanya diusung oleh satu partai, kubu nomor urut dua ini harus berusaha keras melobi sana-sini dan akhirnya 20 partai. Pesannya jelas ya... emm... jelas bagi-bagi kekuasaan bagi partai yang ikut berkoalisi. Selain itu kubu ini juga "memiliki" beberapa kata dan frase antara lain yaitu ahlinya, paling paham, berpengalaman dan kumis (geblek!)
  • Urusan poster sepertinya kubu ini juga agak tertinggal, entah terbelit birokrasi atau tidak terlatih dalam bergrilya menempel poster bak siluman kampus. Sedangkan isi dari poster-poster tersebut hanya tag-line umum dan bila keluaran partai pendukung warnanya pun beragam. Berbicara soal warna sebenarnya kubu rival telah "mengklaim" warna oranye sejak awal sebagai warna-identitas, mungkin jarena pusing dan takut dituduh berat sebelah bila menggunakan warna salah satu partai pendukung, akhirnya kubu nomor dua ini mangikuti warna-identitas rivalnya.
  • Spanduk, sepertinya karena spanduk-spanduk keluaran partailah yang menyebabkan tibulnya ide kreatif kubu rival untuk membuat spanduk "nakal". Positionin-pun menjadi kabur karena setiap partai juga ingin menonjol dan sepertinya kurang terorganisir.
  • TVC pendekatan lama, agak sulit dibedakan dengan iklan mi instan tapi yang jelas Gita Gutawa memang pandai bernyanyi sedangkan kandidat cagub agak diragukan kepiawaiannya dalam hal olah suara. Sangat jelas menjual mimpinya (nggak tega nyebut boong) terlalu banyak rekayasa gambar, kenapa tidak sekalian membuat kumis tersangkut di atap rumah, pohon, atau terbawa puting beliung. Untuk yang satu ini saya amat muak karena merasa dianggap bodoh sebagai warga Jakarta. "COBLOS KUMISNYA" dinyanyikan berulang ulang dengan irama lagu ulang-tahun. Saya pun merasa tidak heran ketika Mayang mengalami kejadian ini karena sepertinya memang anak-anak ataupun yang berjiwa serupa yang di sasar, WE HATE GIMMICK.
  • Even yang diselenggarakan terkesan sangat konvensinal, memajang penyanyi (dangdut nan seksi) bak neon di gelampnya malam mengundang "serangga-serangga" yang tidak mengerti apa-apa untuk datang mendekat dan meramaikan suasana. Kontrak politik dengan organisasi-organisasi yang ujug-ujug muncul tidak jelas asal-usulnya. Debat kandidat, sebisa mungkin dihindari.
  • Early morning attack, sabotage... SUCKS!!
Saat mengerjakan bagian akhir tulisan ini perhitungan cepat(-cepatan) dari berbagai lembaga sudah keluar hasilnya nomor urut dua dinyatakan lebih unggul hampir pada setiap perhitungan cepat yang dilakukan dengan proporsi 40-60. Mungkin memang ini nasib Jakarta masih banyak yang perlu dipersiapkan untuk mengadakan perubahan. Yang terjadi terjadilah persiapkan esok lusa yang lebih baik, tapi perlu diingat siapa dibalik 40 dan siapa-siapa saja dibalik 60.
It is no longer enough to be smart -- all the technological tools in the world add meaning and value only if they enhance our core values, the deepest part of our heart. Acquiring knowledge is no guarantee of practical, useful application. Wisdom implies a mature integration of appropriate knowledge, a seasoned ability to filter the inessential from the essential.
Doc Childre and Deborah Rozman
Strategi bukanlah puncaknya, ada sesuatu di atas strategi, sesuatu yang menuntun pemilihan strategi. Ya benar filosofi dan kearifan, berbicara tentang kearifan berbicara tentang hati nurani.

Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)

06 August 2007

Debate, are you sure?

[Party is in da house yo!]
Pesta? pesta apaan? oo.. pesta demokrasi lokal, alias pilkada. Terus terang saya sendiri agak kurang suka sama yang namanya party-party (chillin' would be better :) baik itu prom night party, birth day party, wedding party, democracy party (lah artinya jadi beda nih sepertinya he..he..), walaupun terkadang demi bersosialisasi dan menjaga tali silaturahim saya harus menghadirinya.

Dari pada kampanye nggak karuan bikin macet, bikin polusi dan terkadang malah bikin ribut mendingan nonton debat kandidat aja di TV. (peringatan bagi partai atau koalisi yang hendak berkampanye di jalan silakan melanjutkan tradisi Anda tersebut mengingat segmen pemilih seperti penulis ini sangat sedikit dan tidak menjamin kemenganan, poor democracy). Kemarin hari Sabtu ada debat pasangan kandidat cagub-cawagub (katanya, padaha..) di hotel mana gitu yang disiarkan oleh JakTV dan MetroTV. Berhubung kegiatan tersebut berbarengan dengan sinetron kesayangan ibunda (seperti yang telah disinggung dalam post sebelumnya) maka dalam menyaksikannya saya kurang dapat berkonsentrasi tentang isi (yang katanya) debat itu.

Terus terang saya tidak menyimak secara saksama apa-apa saja yang dikatakan oleh setiap pasangan kandidat cagub-cawagub atas pertanyaan yang diajukan oleh beberapa panelis. Hal tersebtu dikarenakan saya hanya sempat melihat sekilas dan sambili lalu saja (hanya ketika sinetron sedang jeda komersial). Akan tertapi bukan berarti saya tidak mendapat kesan apapun dari debat yang lebih mirip cerdas cermat itu (cuma kurang papan skor aja). Hal-hal yang saya perhatikan antara lain, baju yang dikenakan masing-masing cagub berserta wakil, pembawaan selama acara, dan gaya bicara (walaumpun kita tahu bersama isinya hanyalah "kecap cap jempol"). Sebenarnya sudah ada mainstream media yang membahas hal ini pada berita utamanya kemarin pagi, tapi pada kesempatan kali ini saya akan membahas hal-hal yang mungkin terlewatkan (atau menurt mereka tidak penting) oleh mainstream media tersebut.

Baju, pembawaan dan gaya bicara.

Ok, kita mulai berdasarkan nomor urut pasangan kandidat. Nomor satu Adang-Dani hem... Pak Adang terlihat santai dengan blazer abu-abunya, sedangkan Pak Dani dengan..(apa itu namanya ya, termasuk jaket?) tidak dikancing dan tatanan rambut yang natural (nggak tega mo bilang kayak nggak nyisir), dari pada seorang cawagub menurt saya lebih terlihat mirip seorang programmer yang sedang dikejar deadline. Dalam hal pembawaan pasangan Adang-Dani terlihat lebih santai (serius tapi santai), dan tidak terkesan berusaha menjaga image. Sedangkan gaya bicara pasangan ini cukup lugas, walaupun terkadang masih terasa kurang pas tata bahasanya (mungkin belum biasa he..he..).

Kita beralih ke pasangan kandidat nomer urut dua Fauzi Bowo-Prijanto, mereka berdua terlihat kompak dengan baju kebesaran (bukan ukurannya) daerah Betawi lengkap dengan pecinya, mengingatkan saya pada kontes abang-none (tapi koq lekong kabeh ya bo? yuuk!). Dalam hal pembawaan selama acara, menurut saya mereka terkesan agak kaku, entah karena lama berkutat didalam rimba birokrasi atau memang baju yang dikenakan diberi kanji ketika disetrika. Ketika berbicara menjawab pertanyaan-pertanyaan panelis saya merasa sedang medengarkan sambutan ketua RT 08 pada malam pembagian hadiah 17-an, ditambah lagi dengan berbagai kosa-kata, jargon, istilah yang "meninggi" (mungkin untuk mengimbangi Dr. Ing. H. di depan namanya). Dan satu hal lagi seperti yang telah disinggung dalam mainstream media, Fauzi Bowo terlalu mendominasi dan hanya memberikan sekali kesempatan bicara kepada Prijanto.

Kumis!? maksud lo?

Di penghujung acara tersebut terdapat sebuah sesi yang berupa kesempatan bagi masing-masing pasangan kandidat cagub-cawagub untuk mengajukan satu pertanyaan kepada pasangan kandidat cagub-cawagub lainnya. Ketika itu saya hendak mandi, dan karena kebetulan posisi pesawat TV tidak terlalu jauh dari kamar mandi, sehingga saya masih dapat mendengar pembicaraan dalam debat pasangan kandidat cagub-cawagub tersebut dengan jelas. Tepat ketika saya hendak memutar keran ke kiri guna membiarkan air keluar dari shower yang berada tepat di depan kepala, pada kesempatan pertama Pak Adang mengajukan pertanyaan kepada Fauzi Bowo, kurang lebih.
Pak Fauzi sebenarnya ada apa dengan kumis Anda? sehingga dalam kampanye yang saya dengar baik itu di radio di TV menyarankan untuk mencoblos kumis Anda, setahu saya selama ini belum ada gubernur DKI yang berkumis.
Sontak saat itu juga saya tidak bisa menahan tawa yang mungkin terdengar sampai ke rumah tetangga, seketika itu juga saya langsung meraih handuk guna menutupi aurat dan langsugn menuju ke depan TV (terima-kasih untuk tidak membayangkan). Kemudian Fauzi Bowo menjawab dengan agak kikuk, diplomatis dan tidak terarah, mungkin hal tersebut tidak didapatkannya di kelas engineer ketika di Jerman. Saambil terus tersenyum di depat TV saya pun membatin.
Dang-Adang, kayak begini kek dari tadi he..he...
Dan sekarang giliran Fauzi Bowo yang mengajukan pertanyaan. Karena pertanyaannya tidak penting dan arahnya juga tidak jelas maka saya enggan menuliskannya disini. Sekaligus saya ingin menyudahi post kali ini, terima kasih telah menyempatkan diri untuk membaca media alternatif ini.

======Up-Date======
Ternyata Pak Adang juga mengenakan jaket bukan blazer seperti perkiraan sebelumnya, dan setelah diperhatikan ternyata jaket Pak Adang juga tidak di kancing tapi kenapa bisa terlihat seperti dikancing setelah selidik punya selidik ternyata perut Pak adang rate aje gile :p
*ankat kaos langsung ngeliat perut sendiri bis itu mulai ngitung* tu, wa, ga, pat, ma.... wah kurang satu nih
*langsung ngambil posisi sit-up*

04 August 2007

I'm Not Crazy I'm Just Not You

Bagaimana menurut Anda judul post kali ini?, dan bila Anda kembalikan pertanyaan itu pada saya maka menurut saya judul post kali ini cukup menohok!! (tohok, agak jarang dipakai kosa kata ini , sekali waktu saya pakai malah dibahas sama Mayang)

Pertama kali saya mengetahui frase tersebut dari Judul sebuah buku tentang 16 tipe personaliti sekitar satu-satu setengah tahun lalu. Mengetahui judulnya bukan berarti pernah membaca :p, walaupun demikian secara garis besar sepertinya saya dapat memahami maksud frase tersebut dalam konteks personaliti, berhubung dalam satu setengah tahun terakhir saya sempatkan diri untuk mempelajari hal tersebut walaupun hanya dengan pendekatan pragmatis. Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang sebuah pengalaman saya baru-baru ini yang sangat berhubungan dengan frase pada judul post ini.

Seperti biasanya, sekitar pukul sembilan malam ibu saya sedang menyaksikan sinetron faforitnya yang konon kabarnya memiliki rating dan share yang cukup tinggi sehingga ditayangkan setiap hari. Seperti biasanya juga saya melakukan ritual makan malam guna mengganti energi yang terpakai dalam menjalani hidup. Kami hanya berdua di rumah saat itu karena kakak (secara biologis) saya (tetapi adik secara mental) belum tiba di rumah. Kebetulan ruang makan dan ruang nonton TV berada di satu area yang tidak terpisah maka sembari menyantap makanan yang sudah agak dingin saya juga ikut menonton sinetron tersebut.

Mungkin sudah tradisi keluarga atau semacam kebiasaan, kami sering sekali mengomentari acara TV baik itu iklan, sinetron, berita, kuis dan berbagai format acara lainnya terutama yang kurang berkenan di hati. Dan kali ini giliran sebuah iklan yang memasang spot pada jam tayang sinetron tersebut. Dalam iklan itu terlihat seorang laki-laki tengah memanjat tebing tanpa tali pengaman (free solo climbing). Tiba-tiba ibu mengomentari, kurang lebih
Ngapin tu manjat-manjat tebing kayak gitu, nggak ada kerjaan !!
Selain mengomentari tayangan TV ada kebiasaan lain di keluarga kami yaitu mengomentari komentar atas tayangan TV (dibahas). Saya langsung mengomentari komentar ibu barusan.
Iya mungkin orang itu juga kalo liat ada orang lagi nonton sinetron bakal komentar 'Ngapain tu nonton sinetron kayak gitu, nggak ada kerjaan !!'
Sontak kemudian ibu menatap ke arah saya tetapi tidak berkata-kata, dan sepertinya agak sedikit menahan keki, mungkin bingung mau bilang apa :D. Dan guna mencari amam saya langsung ngeloyor masuk kamar kebetulan makan malam sudah selesai.

Bukan, saya bukan cari ribut, anak kurang ajar (mungkin sedikit :p), tapi sebenarnya semua itu berakar pada masalah perbutan penguasaan TV di jam prime time. Sebenarnya saya sendiri juga ingin menyaksikan acara lain, itupun tidak setiap hari, di saluran lain yang lebih mendidik (setidaknya menurut saya :p). Masalah ini kembali memanas setelah TV utama mengalami kerusakan kurang lebih sudah empat-lima bulan terakhir sedangkan tukang servis kepercayaan di lingkungan tempat saya tinggal keburu pergi ke negeri jiran guna menyabung nasib. Dengan demikian maka jadilah TV alternatif menjadi TV keluarga.

Ok, kita kembali ke judul post kali ini. Saya harap Anda telah melihat hubungan antara cerita tersebut dengan judul post kali ini. Ternyata selain faktor persepsi, keyakinan, nilai-nilai yang dianut, lingkungan, pola pendidikan, genetis dan berbagai faktor lainnya, personaliti memiliki peran penting dalam membentuk tingkah laku seseorang (dan kemungkinan personaliti juga merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor tersebut). Sebagian orang cenderung untuk menjadi risk-taker, sedangkan yang lainnya cenderung untuk menjadi safe-player dan juga tidak menutup kemungkinan berada di sebuah titik di antaranya. Mungkin tingkah laku sebagian orang akan terlihat janggal di mata kita, hal itu wajar selama tidak bertentangan dengan hukum positif dan berbagai nilai yang dianut dalam masyarakat. Merasa tidak nyaman tidak suka, menghindari merupakan reaksi yang wajar akan tetapi menghakimi saya pikir adalah diluar kewenangan kita.

Bila Anda memiliki pikiran, komentar dan pendapat berkenan kiranya berbagi bersama dalam bentuk komentar pada post ini. Masukan Anda sangat saya harapkan.

Related Post:
Better Living Through Personality

Intense Debate Comments