Pages

14 August 2007

Party is Over (Jenggot Hormonal)


Alhamdulillah pilkadanya dan beres [blom resmi kale] ya di beres-beresin aja deh. Bila melihat tulisan saya belakangan ini yang banyak membahas tentang pilkada mungkin ada kesan bahwa saya adalah seorang aktivis politik atau semacamnya. Terus terang saya kurang tertarik dengan yang namanya politik (seperti yang banyak orang artikan), akan tetapi saya menyadari bahwa hidup harus berpolitik maka dari itu saya pun juga mempelajari beberapa jenis politik (bukan yang seperti banyak orang artikan). Ketika di kampus dahulu saya juga bukan termasuk tipe mahasiswa yang gemar mengikuti berbagai organisasi formal ini dan itu. Saya lebih suka bergerak dalam Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) berbasis komunitas baik yang dirintis sediri ataupun warisan senior, yang penting menghasilkan $-).


Dalam menyikapi pilkada kemarin saya pun lebih tertarik pada strategi-strategi marketing yang digunakan masing-masing kubu. [Tapi kalo diperatiin lo rada berat sebelah, tul nggak jangan-jangan orang PKS lu ya?] Bukan, saya bukan aktivis PKS [lah itu jenggotan] Ya Akhi ini jenggot, jenggot hormonal doakan ana bisa ikhlas dengan jenggot ini ok! Disebut simpatisan mungkin juga kurang tepat hem... mungkin empatisan lebih mewakili he..he..


Ok kembali ke pilkada. Sebenarnya saya juga sudah kurang srek dengan sistem dengan nama demokrasi yang disepakati sebagai rule of the game untuk perpolitikan di Indonesia secara umum. Mana mungkin suara saya yang ber-title nggak jelas ini disamakan dengan suara para Prof. Dr. Ing. H. R. Ph.D dan lain sebagainya. Ke-crazy-an demokrasi tersebut, bisa dikatakan sebuah lagu lama yang baru-baru ini juga telah dinyanyikan kembali dengan sangat baik oleh Rae dalam blognya, sedangkan saya tidak tertarik untuk menyanyikan lebih panjang lagi di sini. Akan tetapi kita harus menerima kenyataan yang ada itulah rule of the game yang disepakati sampai saya menulis post kali ini. Maka dari itu dalam pilkada kemarin cukup sulit bagi saya untuk memilih salah satu yang terbaik diantara yang terburuk.

Mengapa cenderung ke Adang-Dani. Terus terang saya tertarik dengan beliau berdua karena personalnya yang lebih berpotensi untuk dijadikan pemimpin dan bukan karena janji-janji manis program kedepan yang disusun berdasarkan hasil survei (saya sendiri kurang yakin atas pemenuhan janji-janji tersebut). Mungkin sebagian dari Anda yang telah membaca post saya tentang debat kandidat menganggap penilaian yang saya lakukan aneh dan kurang rasional. Hal tersebut wajar-wajar saja, saya pikir itu semua hanya masalah persepsi, sedangkan seperti kita tahu bersama persepsi dibentuk dari wawasan. Untuk lebih jelasnya saya akan membahas di post tersendiri nantinya. Kembali ke kandidat cagub, selain berdasarkan personal ketertarikan saya juga timbul dari kinerja tim suksesnya dalam memasarkan beliau berdua. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran secara baik 42% hanya oleh satu partai bukan suatu hal yang sangat mengejutkan.

Party is over saya harap frase tersebut dapat menyadarkan para elit-elit partai bahwasannya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik telah menurun. Mungkin sejak saat ini sebelum terlambat sebaiknya mereka mulai mencari alternatif karir lainnya agar dapat tetap bertahan di kelas sosial yang sama. Pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengimbau kepada para elit partai

Lekaslah sadar dan berhenti memperalat masyarakat Indonesia yang belum "sepintar" Anda-Anda sekalian. Didiklah kami dengan pelajaran-pelajaran politik bermutu dan membangun bukan dengan moncong, kumis, congor serta berbagai taktik over promise under deliver yang sudah sering Anda praktekan. Jadilah lebih arif, karena kami muak dengan segala konspirasi serta intrik nggak penting yang mudah ditebak.

Dan pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengucapkan selamat kepada pasangan gubernur DKI Jakarta yang berhasil memenangkan pilkada kemarin. Saya harap (walaupun sangat siap kecewa) Anda dapat membenahi diri Anda terlebih dahulu sebelum membenahi Jakarta mungkin dengan mengikuti John Robert Powers atau hanya membeli (serta membaca tentunya) berbagai buku self-help yang mudah ditemukan diberbagai toko buku dan perpustakaan. Dan setelah saya amati secara seksama ternyata tanpa kumis pun penampilan Anda tidak terlalu buruk. Mudah-mudahan ini dapat menjadi pertimbangan Anda guna meningkatkan kepercayaan diri tampil di depan publik. Selain itu mencukur kumis akan terdengar lebih manusiawai serta mendidik ketimbang mencoblos kumis.



Related post:
Debate, are you sure ?
Pilih langsung ... ini demokrasi, bung!

Illustrations:
Levels
Shaved !!

Yampyun boleh dong donor hormonnya ke eke yuu'! (lanjut...)

No comments:

Post a Comment

Intense Debate Comments