Pages

22 November 2007

Temon The Missing Manual

Bila saya perhatikan makin hari sepertinya makin tidak karuan saja isi blog ini. Tulisan-tulisannya semakin kesini, semakin tidak berorientasi kepada pasar (pembaca), yah maklum saja karena memang saya tidak lagi memusingkan apakah ada pasarnya atau tidak (tapi kalo ada senang juga sih :p). Selain itu sebagai salah satu orang yang termasuk dalam DPO Departemen (Jurusan) yang baru saja menyerahkan diri secara suka rela (setelah diingatkan bahaya laten DO) maka saya agak disibukan untuk menyusun Bab V setelah mendapat restu dari pihak berwenang. Dengan demikian, di kesempatan yang berbahagia ini saya membuat sebuah post yang lebih tidak karuan lagi he..he..

Beberapa hari yang lalu, ada seorang pengunjung entah siapa (pura-pura tidak tahu) [padahal beneran nggak tau tu :p] yang dengan niatnya mengorek-ngorek blog ini kurang lebih satu jam, mungkin bila beliau gunakan waktu tersebut untuk tidur siang akan lebih bermanfaat :p, yah tapi tak apa lah mudah-mudahan beliau mendapat apa yang diniatkannya [AMIN!]. Berhubung Ge-eR belum ada fatwa haram-nya maka saya akan sedikit ber Ge-eR ria.

Ok, bila anda ingin tau lebih jauh tentang saya memang salah satunya adalah dengan membaca blog ini, akan tapi Anda harus ekstra hati-hati karena saya gemar sekali membangkitkan kesan-kesan yang misleading dan absurd, mana yang benar mana yang salah saya sendiri tidak tahu he..he... Tapi tenang saja ada sebuah post yang saya dedikasikan untuk menjelaskan diri saya (jalan pikiran, dan beberapa gangguan mental) secara gamblang dan langsung ke inti permasalahan, sayangnya post tersebut saya letakan di suatu tempat kurang mendapat perhatian dari pengunjung [ah emang nggak ada yg tertarik kale] oh begitu ya? tak apa lah sudah terlanjur Ge-eR saya lanjutkan saja ya :")

Post yang saya maksud tersebut berada di bagian bawah dari post "Temon, Bukan Temon" yang dapat Anda temukan pada navigasi "Beyond Profile", mungkin karena judulnya kurang friendly "Temon for Dummies (Personality Stripping)", atau bahkan semapat membangkitkan pikiran mesum di benak orang yang membacanya maka post tersebut jarang (hampir tidak pernah) dikunjungi. Dengan demikian pada kesempatan kali ini saya ingin mempromosikan post tersebut dan sekaligus memastikan tidak ada hal seronok di dalamnya [].

Bila Anda tertarik silakan klik pada gambar atau pada link ini.

PS: Pastikan Anda berusia 65 tahun kebawah sebelum memutuskan untuk membacanya.

Udah ketemu belom sama si manual ? (baca lebih lanjut...)

16 November 2007

Monkey Tales (The Series)

Looks Stupid
Suatu ketika hiduplah seekor monyet jantan, di tengah hutan belantara, tengah berusaha keras mempercepat proses evolusinya. Mungkin karena usahanya tersebut ia sering terlihat dan dianggap bodoh karena kerap kali melakukan berbagai hal yang tidak lazim dilakukan oleh monyet-monyet seusianya. Apabila ada yang menanyakan tentang apa yang sedang ia lakukan seringkali ia hanya cengangas-cengenges lalu berseru "uuwaa...aaaiiii...uuuu!" atau dalam bahasa Inggris dapat ditafsirkan sebagai "relax! take it easy, i know what im doin'!". Jawaban tersebut merupakan salah satu bentuk kemalasannya untuk menjelaskan secara rinci tentang apa yang sedang ia lakukan, karena ia pikir bila ia jelaskan segalanya secara lebih detil maka monyet-monyet lain mungkin akan berhenti menganggapnya bodoh dan mulai menyebutnya gila.

Kadang kala iya pun berpikir apa ruginya dianggap bodoh toh memang benar, bahkan kian hari ia merasa kian bodoh saja. Bila ia cukup pintar mungkin sekarang sudah ikut bersaing memperebutkan kursi rektor (???). Nah sekarang masalah gila. Bila di pikir-pikir siapa yang gila?, bila ada monyet yang dianggap gila, maka monyet yang menganggap gila tersebut adalah monyet gila bagi si monyet gila. (bila Anda mengerti maksud dari kalimat terakhir tersebut periksakan kesehatan mental Anda SEGERA!!) [].

Theme Song : Crazy by Gnarls Barkley

10 November 2007

How Liberal Can You Go?

(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Berhubung ibunda tercinta sedang pulang kampuang nan jauah di mato, maka pekan ini saya harus berbelanja mingguan sendirian saja di bilangan Sudirman [heleh pasar becek Ben-Hil aja pake ngomong bilangan Sudirman segala!] (he..he.. tapi betul dong). Dengan demikian pada post kali ini saya hanya memuat tulisan orang lain yang menurut saya gaya tulisannya cukup menyentil dan menghibur.

Selain itu, saya juga ingin menyampaikan permohoman maaf kepada seorang kawan lama yang menanyakan tentang berbagai aliran sesat yang sedang in belakangan ini. Maaf karena saya tidak berminat untuk bersaing dengan mainstream media yang juga sedang ramai-ramainnya membahas masalah tersebut. Tetapi tenang saja, tema post kali juga masih berkisar pada masalah tersebut koq, malahan saya pikir bila tidak hati-hati bahaya yang dikandungnya dapat lebih menyesatkan karena posisinya yang berada pada "gray area" sehingga sikap tegas relatif lebih sulit untuk diambil. Dan pada post kali ini saya juga ingin menyampaikan kira-kira dimana saya peribadi menempatkan diri (mohon doanya semoga saya tidak patut diberi label HALAL).

"Ancaman" Ulil dan JIL? Tanggapi Serius, tapi Jangan Terlalu Serius
Oleh : Santi W.E. Soekanto (2003)

MESTINYA, hari Selasa, 14 Januari 2003, kota Bandung akan menjadi saksi sebuah peristiwa bersejarah: debat terbuak antara kativis terkenal Ulil Abshar Abdallah melawan ulama KH Athian Ali M Da'i. Temanya: berbagai perbedaan tajam antara keduanya mengenai pemahaman mereka tentang Islam.

Beberapa waktu sebelumnya, lewat Forum Ulama Ummat yang dipimpinnya, Athian mengeluarka fatwa tentang kedudukan pemikiran Ulil dan kawan-kawannya (yang menyebut diri mereka Jaringa Islam Liberal atau JIL) dalam syariah Islam. Fatwa ini dipicu artike Ulil di Harian Kompas, 18 Nopember 2002 yang membuat gerah sebagian masyarakat Islam di Indonesia. Fatwa itu menuntut adanya penyelidikan mengenai apa dan siapa di belakang gerakan Ulil. Lebih dari itu, karena sudah dikategorikan menghina dan menyesatkan aqidah, orang yang menyebarluaskan pemikiran itu terkena hukuman: mati.

Tetapi acara di hotel Savoy Homann itu tidak jadi panas. KH Athian Ali batal hadir. Ulil pun tak jadi dihukum mati.

Sebenarnya, apa perlunya diadakan debat yang panas di antara keduanya mengingat sudah betapa jelasnya tanda-tanda bahwa tokoh ini tidak bakalan pernah mengalah terhadap pendirian satu sama lain?

Yang lebih mereka perlukan sebenarnya sederhana saja: sebuah pertandingan sepakbola yang seru! Gerak badan sampai berkeringat, sekaligus mendinginkan kepala mereka. Pasti akan sangat menarik menyaksikan: Kesebelasan Liberal United berhadapan dengan Kesebelasan Fundamentalist All Stars. Ini bisa menjadi pertunjukan paling seru untuk segala usia. Yang hadir pasti lebih membludak daripada para menonton koser kelompok F4 asal Taiwan.

Kubu Liberalis akan diperkuat diantaranya oleh Ulil Abshar-Abdallah, Nurcholish Madjid, Saiful Mujani, Abdurrahman Wahid, Luthfi Assyaukanie, dan Azyumardi Azra. Salah satu kordinator supporter yang paling bersemangat di pinggir lapangan tentu saja Goenawan Mohamad.

Lawannya, membela gawang kubu Fundamentalis atau Literalis, sebut saja, Athian Ali, Dja'far Umar Thalib, Habib Rizieq Shihab, Agus Dwikarna (dengan izin khusus dari penjara Filipina) Irfan S Awwas, Adul Wahid Kudungga (bintang tamu dari Amsterdam) dan Muhammad Jazir ASP dari Yogyakarta (yang tahun lalu dengan bangga menyeru Muslim Indonesia, "Ayo kita mengaku teroris").

Kesebelasan Fundamentalis nampaknya akan lebih unggul, karena mereka punya Dja'far yang bertahun-tahun membangun stamina dengan berperang di Ambon; Habib Rizieq yang seminggu sekali berlatih menyerbu dan membubarkan tempat-tempat mesum dan judi serta melawan para preman. Siapa tahu Kesebelasan Fundamentalis akan berhasil pula membujuk pemain tangguh yang rajin berlatih sepakbola dan badminton, Hidayat Nur Wahid, untuk setidaknya duduk di bangku cadangan.

Tambah lagi, Kesebelasan Fundamentalis bisa bermain enak karena tidak harus direpotkan oleh kehadiran pemain yang suka ngeloyor dan bikin strategi sendiri seperti Abdurrahman Wahid. Atau pemain yang bakalan menghabiskan waktu untuk memikirkan "substansi" dari gerakan-gerakan bola sebelum benar-benar menendangnya, seperti Azyumadi.

Bayangkan orang-orang ini --yang sehari-harinya berdiri berhadapan-- saling bertukar kaos yang basah karena keringat di akhir pertandingan. Bayangkan kaum Liberallis --yang biasa menyebut lawannya "fasis berkedok muslim"-- menjabat tangan serta merangkul kaum Fundamentalis, yang biasa menyebut lawannya "sekuler berkedok Muslim".

Barankali ini hanya subah mimpi indah, karena pada kenyataannya tingkat ketegangan antara kedua kubu itu sudah sangat tinggi. Khususnya sesudah terbitnya artikel Ulil di Kompas tentang perlunya "menyegarkan pemikiran Islam" yang isinya lebih dari sekedar menyerang Islam kebanyakan.

KHA. Mustofa Bisri (tokoh Nahdlatul Ulama dan mertua Ulil) mengkritik keras artikel itu yang dianggapnya tidak didasari pikiran yang jernih. Sabaliknya, Goenawan Mohamad membela Ulil lewat kolom Catatan Pinggir di majalah mingguannya, Tempo. Goenawan menyamakan Ulil dengan Syeikh Siti Jenar yang karena ajaran-ajarannya lalu dihukum mati oleh Sultan Kudus (sebenarnya walisongo yang melakukannya) dalam sejarah Islam Indonesia. Ia bahkan secara khusus mendedikasikan kolomnya untuk Ulil.

Mengapa banyak niat umat Islam di Indonesia yang marah pada pikiran-pikiran Ulil? Karena mereka percaya Ulil dan Jarignan Islam Liberal sedang berusaha merusak, bahkan menghancurkan, apa-apa yang telah diterima secara luas sebagai Islam. Bagi mereka, Ulil dan kelompoknya mengajak orang untuk menjungkir-balikkan dasar-dasar keimanan Islam --termasuk konsep kebenaran dan keselamatan yang dibawa agama ini, kesucian dan keaslian kitab suci dan sumber hukum utama seperti hadists Nabi, serta tentang siapa yang disebut mu'min dan kafir.

Pada kenyataannya, sementara JIL menganggap para Muslim Literal (Fundamentalis) yang "meneror" orang lain, misalnya dalam hal hak-hak perempuan dan kesetaraan gender, Mustofa Bisri justru menyebut cara-cara yang dilakukan Ulil lewat artikelnya di Kompas sebagai teror terhadap apa yang oleh mayoritas Muslim Indonesia telah diterima sebagai Islam.

Sejarah Islam, betapapun, dipenuhi oleh suara-suara yang menyempal --sebagian mati sendiri pelan-pelan, sebagian lain mati mendadak. Pertanyaannya, apakah kemarahan terhadap Ulil itu memang perlu? Ya, hanya jika benar berbagai dugaan bahwa Ulil dan kawan-kawan didukung oleh kekuatan besar (dari dalam dan luar negeri) yang agendanya memecah-belah dan melemahkan umat Islam. Ya, kemarahan itu diperlukan hanya jika mereka berhasil memojokkan masyarakat Muslim yang tidak mendukung pikiran-pikiran kaum Liberalis untuk memilih "apakah Anda bersama kami atau bersama kaum fundamentalis". Disinilah dibutuhkan penyelidikan mendalam tentang Jaringan Islam Liberal sebagaimana yang dituntut Athian dan kawan-kawan.

Haruskan umat Islam kebanyakan khawatir Ulil akan merusak Islam? Bagi seorang Muslim, ia pasti yakin meskipun umat Islam bisa dibunuhi, Islam tak akan pernah bisa dihancurkan. Titik.

Bagaimana dengan kekhawatiran sebagian tokoh NU tentang penyebaran pikiran Islam Liberal (yang bisa ditandai dengan semakin besarnya pengaruh jaringan ini di beberapa media massa)?

Sebaliknya para tokoh NU mengatur agar Ulil menyampaikan khutbah di masjid, sebut saja di Jawa Timur, untuk menyatakan secara terbuka keyakinannya seperti yang selama ini di tulisnya di mana-mana, bahwa rok mini itu dibolehkan Islam selama itu sesuai dengan kepatutan publik dimana dan kapanpun. Bahwa jilbab hanya merupakan ajaran Islam lokal dimasyarakat Arab, sebagaimana halnya hukum rajam bagi para pezina yang sudah menikah.

Biarkan Ulil berceramah menyampaikan keyakinnya di majelis-majelis ta'lim dan pesantren bahwa perempuan Muslim boleh menikah dengan lelaki non-Muslim dan bahwa itu bukan zina. Bahwa larangan terhadap kawin beda agama sudah tidak relevan lagi, dan bahwa hukum-hukum Allah tentang masalah perdagangan, pernikahan, pemerintahan dan hukum bagi koruptor dan pencuri sudah tidak berlaku.

Dugaan saya jamaah salat Jumat dan majelis ta'lim akan segera mengusir Ulil; kalau tidak, maka para aktivis dakwah benar-benar harus mengkaji ulang seberapa efektif mereka selama ini dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyeru Islam.

Ulil dan JIL-nya harus ditanggapi serius, tepi jangan terlalu serius. Harus ditanggapi serius, karena petualangan intelektual mereka telah menciptakan sebuah jebakan berbahaya: seolah-olah jika tidak mendukung mereka otomatis seseorang akan tergolong fundamentalis. Dalam situasi internasional seperti sekaran ini, bagi Muslim yang masih awam, sebutan fundamentalis sungguh tidak mengenakkan.

Tetapi jangan pula ditanggapi terlalu serius, sampai harus seluruh ulama dan aktivis mangerahkan semua energi menghadapinya. Karena selain Ulil dan JIL-nya masih banyak persoalan umat Islam lainnya, seperit ledakan derita kemiskinan rakyat akibat naiknya harga-harga, jaringan korupsi yang semakin meraksasa, perjualan aset-aset negara dengan harga murah kepada perusahaan asing.

Juga persoalan yang pelik tentang mengapa hanya ribuan orang yang turun ke jalan memprotes harga-harga yang mencekik, sementara ada 35.000 penonton mendatangi konser F4 yang karcis VVIP-nya seharga Rp. 2 juta rupiah ? [].

Sumber:
Membedah Islam Liberal Memahami dan Menyikapi Manuver Islam Liberal di Indonesia

Hayo, halal-haram-halal-haram.. (baca lebih lanjut...)

02 November 2007

Critical Success Factors (Part II)

(The Searching of)

(Huuh dasar! katanya nggak mau ikut campur masalah pribadi orang koq tanya-tanya kapan nikah segala, tapi nggak apa-apa lah biar serasa arties getu :p)

Seperti yang sudah saya tuliskan di sini, bagi saya menikah termasuk ke dalam rencana jangka menengah (dalam terminologi manajemen strategi) atau kurang-lebih dua sampi tiga tahun sejak dua atau tiga bulan lalu itu. Maka dari itu, untuk mewujudkannya salah satu usaha yang saya lakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan (Critical Success Factors).

[Mon-Temon!, pilih dulu calonnya awet-nggak awet sih urusan nanti, nah yang penting sekarang gimana cara milih yang paling tepat buat lo, soulmate gitu kata anak muda] Mungkin ada benarnya, akan tetapi saya pikir ketika kita telah mengetahui faktor keritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan memilih calon pasangan akan menjadi lebih mudah karena kriteria untuk itu dapat diturunkan dari faktor kritis tersebut. Nggak mau dong hanya pintar milih calon pasangan tapi tidak cakap mempertahankan suatu hubungan [gw mau] (oh ya sudah :|)

Sekitar akhir Ramadhan kemarin saya dan S.T. (lihat Part I) berkesempatan untuk memadu janji guna bertemu di suatu tempat, dan karena saya telah mendapat izin dari [cicitcuit] untuk mengetahui masalah yang menjadi penyebab perceraiannya maka dalam pertemuan itu saya coba sisipkan agenda untuk membicarakah hal tersebut.

Setelah membahas separuh agenda utama, di sela jeda sejenak sayapun menanyakan hal tersebut. Walau jawaban S.T. relatif singkat dan langsung pada inti kesimpulannya saya dapat memahami apa yang dimaksud oleh S.T. [gile canggi amat!, lo pake helem doremon ya?, atau punya koskaki ajaib?] (daras korban tipi) Tidak, saya tidak secerdas dan secanggih itu hal yang menyebabkan saya dapat langsung paham tentang apa yang S.T. maksud adalah karena selama "masa penasaran" dengan berbekal pengetahuan seadanya dari berbagai sumber (beberapa di antaranya tertera apa akhir post) saya menyempatkan diri untuk menyusun sebuah hipotesis mengenai penyebab berakhirnya pernikahan si [cicitcuit]. Tanpa banyak berharap ketika mengonfirmasikan hal tersebut pada S.T. ternyata hipotesis saya sesuai dengan yang disampaikan oleh S.T. Pembicaraan mengenai hal tersebut terhenti pada kesimpulan umum itu dan kemudian kami lanjutkan agenda utama.

[geblek! jadi apa kesimpulannya, hipotesis lo apa hasilnya? apa?...apa?...] (he..he...) Hemm... bagaimana ya? saya measih ragu untuk menyampaikannya di sini karena kesimpulan tersebut masih sangat kasar dan kurang jelas kongkritnya, sepertinya saya masih memerlukan waktu untuk membandingkan dengan beberapa studi kasus sehingga lebih jelas dan mudah diterapkan. Selain itu sebenarnya saya ingin mengajak para pembaca setia [ada gitu?] (yakin aja :p) untuk ikut berpendapat mengenai penyebab perceraian tersebut. Guna memberi dasar bagi pembaca yang berminat untuk membuat perkiraan maka saya akan memberikan beberapa petunjuk (sejauh yang saya ketahui) mengenai si [cicitcuit] berserta mantan suaminya. Dan bila berkenan silakan tuliskan perkiraan Anda pada komentar post kali ini. Tidak usah dipikirkan benar atau salah, saya hanya ingin mendengar pendapat lain yang mungkin saja terlewatkan oleh saya, akan tetapi bila ada hal lain yang ingin disampaikna silakan saja :) (anonymous welcomed) [].

Pihak Laki-laki
  1. Mental : Seharusnya sudah stabil dan matang (tetapi entah lah tidak terlalu kenal).
  2. Kegiatan : Pekerjaan tetap, gaji Ok, fasilitas menggiurkan, kesimpulan mapan.
  3. Tampang : Hem.. yah lumayan (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai laki-laki).
  4. Umur (saat itu) : Sekitar midtwenty.
  5. Lian-lain : Mungkin boleh dikatakan laki-laki baik-baik.
Pihak Wanita
  1. Mental : Stabil dan matang (seperti kebanyakan wanita seusianya).
  2. Kegiatan : Mahasiswa kedokteran tahap koas.
  3. Tampang : Boleh lah (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai wanita) [wadoh sakit lo ya ?].
  4. Umur : Twenty something (awal-awal tapi tidak terlalu awal juga sih).
  5. Lain-lain : Wanita baik-baik dengan busana muslim moderat cenderung gawul (sedikit) :p.
Hubungan
  1. Pacaran : Sepertinya sudah lebih dari satu tahun, bagi pihak wanita ini merupakan kali pertama berpacaran.
  2. Latar belakan keluarga : Lintas suku, satu agama dan sepertinya ketika menikah sudah mendapatkan restu dari kedua belah pihak.
  3. Umur pernikahan : Sekirat tujuh-delapan bulan.
Beberapa sumber:
  • Personality (The Humand Mind Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Making Friend (The Human Mind Vol. 3)-Documentary-BBC
  • Deepest Desire (The Human Instinct Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Raging Teens (The Human Body Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Science Of Beauty Sex Signs-Documentary-Discovery Channel
  • Don't Sweat The Future: Relatinships-Documentary-Discovery Health
  • What's Sexy (Naked Science)-Documentary-National Geographic
  • Rahasia Di Balik Materi-Documentary-Harunyahya Chanel
  • Mamah dan Aa' (CURHAT DONG!!)-TV Program-Indosiar
  • Sehati-TV Program-Indosiar (ini masih ada nggak ya?)
  • Playboy Kabel-TV Program-SCTV
  • Berbagai Infoteiment yang tertonton-TV Program-Berbagai Televisi Nasional
  • Beberapa situs konseling pernikahan
  • Berbagai buku mengenai hubungan pria dan wanita (kecuali teen-lit, chick-lit dan yang sejenis)
to be continued.....

Related Post:
Critical Success Factors (Part I)


PS
: Tidak, saya tidak beranggapan bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dari teen-lit, chick-lit atau barbagai karya fiksi lainnya but I just can't stand to read those kind of book (kalo udah jadi film boleh juga :)

Faktor kritis ya?! hemm ya..ya...ya..! (lanjut...)

Intense Debate Comments