Pages

31 August 2007

Before Summer's End (When the living is not so easy anymore)

Summer time and the living is easy
Fish are jumping, and the cotton is high
Your daddy's rich and your mama's good looking
I said hush little baby, don't you cry
........
Summer Time salah satu my fav song ever, sepertinya sudah dapat dikategorikan sebagai salah satu everlasting jazz song. Dari berbagai versi yang ada sejak 1935, pilihan saya jatuh kepada Coco d'Or dengan versi simple akustiknya.

Membicarakan summertime saya pikir saat ini di Jakarta khususnya dan wilayah Indonesia di selatan katulistiwa umumnya masih dikategorikan masuk keadam musim panas kemungkinan tergolong akhir musim panas tapi entahlah :p. Tahun lalu keluarga kami melewatkan musim panas dengan merenovasi rumah (seperti yang telah disinggung di sini). Untuk tahun ini kami merencanakan untuk berlibur dan tujuan pun ditetapkan, Bali.

Setelah tujuan ditetapkan maka tinggal menyusun rencana. Ok Ibu bawa koper nomer 1, kaka nomer 2, dan Temon jaga rumah, sip xp. "Mon, betul nih nggak ikut?" ibu bertanya guna memastikan sebelum mengurus akomodasi, "Iya bener, lagi banyak urusan nih" saya pun menjawab tanpa keraguan sedikit pun, "Bener nih nggak ikut, rencananya ibu mau naik kapal selem lo" ibu kembali bertanya seraya mencoba menggoyah keyakinan "Ah kapal selem doang aja" saya mencoba terlihat yakin padahal penasaran juga sih :p. Bali, untuk saat ini mungkin tidak. Saya sendiri baru sekali pergi ke sana itu pun sudah 14-15 tahun lalu he...he..

Dan akhirnya saya tinggal sendiri dirumuah untuk empat hari tiga malam. Berhubung keluarga kami tidak mempekerjakan pembantu rumah tangga maka saya benar-benar sediri. Rasanya seperti ketika kos dahulu tetapi perbedaannya ruangan yang harus disapu dan dipel lebih luas. Sebenarnnya saya juga sudah lama menanti saat-saat seperti itu (sendiri di rumah, sepi). Ketika sampai di rumah tidak ada siapa-siapa, saya bisa memjemur handuk di kursi makan untuk beberapa lama tanpa dimarahi, tidak harus langsung mencuci piring sehabis makan, dan yang terpeting adalah tiga hari tanpa senetron Cinta Fitri he..he..he..

Setelah saya perhatikan sepertinya ketika hanya sendiri di rumah kehidupan saya lebih teratur, mencuci, menyetrika, memasak nasi dan membeli lauk di warteg he..eh. Mungkin karena tidak ada yang dapat diandalkan mau-tidak mau semua harus dilakukan sendiri. Semoga hal-hal tesebut dapat saya pertahankan ketika mereka (ibu dan kakak) pulang nanti.

Dan akhirnya empat hari tiga malam pun berlalu tanpa masalah berarti. Ibu dan kakak sampai kebali di rumah dalam keadaan utuh jadi satu serta sehat wal afiat. Setibanya di rumah tak lama berselang, dimulailah cerita pengalaman liburan, dari kapal selam beserta acara pamer sertifikat (yaampun penting ya?, masukin cv aja besok), balon udara besertra acara pamer karcis (sekalian aja ada monyetnya), parasailing plus pamer foto, belanja di sini dan di situ (lumayan kaos 2 biji) sampai dengan tindakan-tindakan bodoh yang dilakukan kakak (seperti biasanya).

Related Post:
Happy Flood 2007 !! Hip-hip blug-blug

Ceile ke Bali ni ye ada oleh-oleh ? (lanjut...)

18 August 2007

RTFP for Dummies

FTRP for DummiesSebelumnya saya mohon maaf kepada Nieke atau siapa pun bila tersinggung atas judul post kali ini. Saya memilih frase for Dummies dengan pertimbangan frase tersebut telah dikenal luas serta tidak memiliki tendensi untuk mengintimidasi. Berbeda dengan RTFM yang memang terkenal dan sering digunakan para veteran sebagai akronim untuk mengintimidasi para newbie. [Eh-eh, emang RTFM apaan?] Ya, GLOG aja langsung [yah apa lagi tuh!?, males dah gw] he..he.. GO LOOK ON GOOGLE please :)


Ok sekali lagi saya mohon maaf (dah kaya' m'pok minah aja nih) bila post sebelumnya terasa terlalu memusingkan. Terus terang ketika menyusunnya saya sendiri memang sedang pusing juga :D (maklum kopi sedang habis he..he..) Mungkin untuk lebih jelasnya saya akan bahas per paragraf.

Paragraf Ke-1

Isi paragraf pertama dibilang penting ya penting, dibilang kurang penting ya kurang penting [heleh]. Intinya saya coba menerangkan People Reading malalui RTFM, munkin karena salah satu hobi saya adalah membaca buku manual he..he...

Paragraf Ke-2

Diawali dengan lima kata masing-masing berhasa Indonesia, Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab. Tidak, saya tidak menguasai seluruh bahasa tersebut dengan baik, saya menuliskannya dengan alasan pengen gaya-gayaan aja :d [Woo dasar]. Tetapi tunggu dulu paragraf kedua ini termasuk penting, karena dalam paragraf ini terdapat ide dasar apa yang dimaksud dengan membaca. Sebenarnya saya ingin mengutip suatu tulisan untuk menerangkan ide tentang membaca tersebut tetapi saya lupa di mana saya pernah membacanya :p. Munkin dengan bahasa yang sederhana dapat dikatakan, untuk mampu membaca kita harus memiliki mind set terlebih dahulu tentang apa yang akan dibaca. Seperti anak kelas 1 SD sebelum dapat merangakai huruf guna membentuk kata dan merangkai kata guna mebentuk kalimat, ia harus mengenal huruf terlebih dahulu. Akan tetapi sebelum itu semua, seorang anak harus sudah dapat berbahasa setidaknya [stop enough is enough] ok he..he...

Paragraf Ke-3

Pada paragraf ini saya coba menerangkan apa yang dimaksud pada paragraf ke-2 melalui sebuah contoh. Alih-alih tercerahkan setelah saya perhatikan kemungkinan orang yang membacanya akan mendapat serangan sakit kepala serta depresi ringan he..he.... Ok saya beri contoh lain saja [TIDAK !!!] Tenang ini akan menjadi lebih ringan. Ketika saya sedang duduk-duduk dengan beberapa orang teman sambil mendengarkan musik let's say Santana, berhubung saya hanya mampu memainkan alah musik kedua bilah bibir ini saja maka yang ada di pikiran saya hanya "Musik-nya Santana enak juga ya didenger :D". Berbeda dengan teman saya yang memang seorang anak band, dengan mendengarkan lagu yang sama mungkin dia berpikir "Aduh minta putus lagi !" oops maaf OOT sala sadap he..he... ini nih yang bener "Wuidi pake effect itu nih, tapi gimana ya? ah entar ngulik ah" yah begitulah kira-kira.

Paragraf Ke-4

Melalui paragraf ini saya coba untuk menjelaskan the What and the How about People Reading. Pada intinya yang dicari dalam people reading adalah mengetahui jalan pikiran orang yang ingin "dibaca". Untuk mengetahui hal tersebut maka diperlukan beberapa pengamatan melalui beberapa cara yang tertera di situ.

Paragraf Ke-5

Dalam paragraf ini saya menjelaskan beberapa level kepiawaian orang-orang yang mampu "membaca". Ada "pembaca" level tinggi karena memiliki jam-terbang dan teknik, tetapi ada pula "pembaca" level tinggi karena dianugerahi semacam indra ke-6.
Natural People Reader: Nah bos yang itu tuh tukang selingkuh tu Mon.
Bujang-Urban: Hemm..ooo.. iya ya.
NPR: Trus supir yang itu juga tuh tapi dia selingkuh cuma buat "gituan" doang.
BU: Ooo... dasar brengsek, eh m'bak bisa tau pernah belajar ya?
NPR: Nggak aku nggak belajar, tau gitu aja dari aku kecil.
BU: Nah kalo saya gimana nih m'ba?
NPR: Ooo... kalo kamu tuh ...("ceklek", off the record he..he... :p )
Paragraf Ke-6

Melalui paragraf ini saya bersusaha untuk menjelaskan the why about people reading. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada intinya people reading bertujuan untuk mengetahui jalan pikiran seseorang. Dengna mengetahui jalan pikiran seseorang maka lebih mudah bagi si "pembaca" atau siapapun untuk memahami orang tersebut. Selain itu dengan berbekal pengetahuan mengenai jalan pikiran seseorang maka kita dapat "masuk ke pikiran orang tersebut" entah untuk menasehati, mempengaruhi untuk membeli barang/jasa maupun berbuat jahat he..he... >:)

Paragraf Ke-7

Dalam paragraf terakhir ini saya coba menjelaskan motivasi utama saya sendiri dalam mempelajari sedikit tentang people reading. Pada intinya adalah to know my self better.

Yah itulah sedikit perkenalan tentang People Reanding semoga bermanfaat. Mungkin sebagian dari Anda berpikir bahwa hal ini cukup berbahaya, memang bila disalahgunakan dapat berdampak buruk seperti pada contoh ini. Akan tetapi dengan mengetahuinya saya harap kita dapat lebih waspada dan berhati-hati.

Related Post:
RTFP
Brilliant, but Dirty and Sneaky Congame.

PERHATIAN!!: Sebelum Anda membaca lebih lanjut, post kali ini mengasumsikan Anda telah membaca post sebelumnya (RTFP). Bila Anda sudah membaca post sebelumnya dan tidak menemukan kesulitan dalam memahami post tersebut post kali bukan untuk Anda, tetapi bila Anda memiliki waktu luang dan tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan tidak ada salahnya juga sih :p
Sialan ngata-ngatain, ente yang bahlul ! (lanjut...)

17 August 2007

RTFP

Setelah intimidasi oleh sekian banyak RTF..., ternyata terdapat satu hal lagi yang sebaiknya dibaca dengan harapan dapat membuat hidup Anda lebih tentram dan bermakna. Ok saya akan perkenalkan akronim baru yaitu RTFP, dan karena saya adalah orang baik-baik 0:) yang menyenangkan ;) maka F pada akronim tersebut berdiri untuk Fine dengan demikian jadilah Read The Fine People/Person.

Baca, read, lire, gelesen, اقرأ merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi secara aktif melalui sesuatu yang dapat diterima oleh indara (tidak terbatas pada yang lima). Baca dalam bahasa Arab adalah iqra, dengan asal kata qaraa'h yang artinya menghimpun (Quraish Shihab), dengan demikian dalam membaca sebenarnya yang kita lakukan adalah menghimpun simbol yang mewakili suatu ide dan harus telah diketahui sebelumnya sehingga dapat menjadi suatu informasi yang bermakna.

Let's say ada gambar berbentuk seperti ini (dalam tanda kutip berikut), "Temon & ......" disebuah kertas yang digantung pada sebuah janur, orang yang melihat langsung mengerti bahwa gambar itu adalah tulisan nama seseorang (saya) dan ..... yang sedang menjual janur untuk ketupat dengan brand "Temon & .....". Bila Anda agak terkejut saya pun maklum, karena simbol janur sendiri memiliki suatu ide umum yang juga dapat dibaca. Keajadiannya akan menjadi lain ketika nama saya ditulis dalam huruf kanji dan seseorang yang melihatnya ternyata tidak bisa membaca huruf kanji, bahkan tidak pernah mendengar, mendapat wangsit, dan hal-hal semacamnya tentang ide huruf kanji. Hampir dapat dipastikan orang tersebut tadi tidak dapat mengasosiasikan huruf-huruf kanji tersebut dengan sesuatu apapun dan mungkin hanya menganggapnya sebagai gambar abstrak di atas kertas yang digantung pada janur. Kesimpulannya, seperti yang telah dikatakan pada akhir paragraf sebelunya, untuk dapat membaca sebelumnya kita harus sudah mengetahui (simbol) apa yang harus di baca dan mewakili ide apa.

Kembali ke people reading. Reading dalam people reading memiliki arti yang serupa dengan reading yang telah dibahas sebelumnya, dan karena awalan people maka yang dibaca adalah sekelompok/satu orang. Dalam melakukan people reading tujuan utamanya adalah mendapatkan informasi tentang orang tersebut mengenai aktivitas, ketertarikan, dan opini (AIO) untuk kemudian disimpulkan. Untuk mendapatkan informasi tersebut seorang "pembaca" bertindak seperti seorang dokter yang sedang menganalisis penyakit pasien atau seperti seorang detektif yan sedang membongkar suatu kasus. Dengan pendekatan induktif, pada umumnya yang menjadi perhatian "pembaca" adalah sikap, cara berbicara, bahasa tubuh, raut wajah, penampilan, bentuk tubuh, semua kembali kepada preferensi dan kebiasaan si "pembaca".

Dalam melakukan "pembacaan" ketepatan dan kecepatan "pembaca" sangat dipengaruhi oleh jam terbang dan teknik-teknik yang dimiliki. Seorang "pembaca" yang telah memiliki jam terbang tinggi dan intuisi yang terasah hanya dengan pertemuan sekilas sambil lalu saja (blink) sudah lebih dari cukup untuk menyimpulkan orang yang ingin "dibacanya". Akan tetapi di lain pihak, saya juga mengenal seseorang yang mempu "membaca" orang lain dengan pengalaman yang minim dan nyaris tanpa teknik. Beliau memperoleh kemampuan tersebut sebagai anugrah (gift) dari Yang Maha Mengetahui. Walau tergolong muda dan tidak pernah mempelajari teknik people reading, dengan cepat ia dapat membaca dan menyimpulkan seseorang dengan tepat. Saya sendiri walaupun memungkinkan, akan tetapi belum dapat "membaca" seseorang dengan cepat, itupun harus ditunjang dengan berbagai data yang memadai, dengan kata lain tenang saja :p.

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa harus membaca orang? kalau membaca tulisa sudah jelas karena itu salah satu syarat menjadi dokter :p. Saya sendiri mulai tertarik dengan bidang ini ketika harus meneliti konsumen sayuran organik yang sangat segmented (karena harga premium dan hanya mereka dengan kesadaran lingkungan atau kesehatan yang memadai) sehingga dibutuhkan faktor psikografis untuk memilahnya. Dengan mengetahui faktor psikolografis diharapkan dapat menunjang rencana strategi yang tepat untuk (sesuai dengan jalan pikiran) segmen yang disasar. Secara garis besar inti dari people reading adalah strategi.
Know your enemy and know yourself and you can fight a hundred battles without disaster.
Sun Tzu
Pendekantan psikografis mungkin terlalu kasar untuk diterapkan dalam people reading maka seperti yang telah saya sebutkan pada post ini, saya sempatkan diri untuk mempelajari psikologi personaliti dengan penggolongan kedalam 16 tipe, semakin banyak penggolongannya semakin baik dan jitu (semakin pusing juga tentunya). Tujuan awal saya dalam mempelajari hal tersebut adalah untuk mengetahui diri saya sendiri guna memetakan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri ini. Dengan pengetahuan tersebut saya harap saya dapat mengoptimalkan kekuatan serta memperbaiki kelemahan yang saya miliki.

33. Sumber Batin

Untuk mengetahui bagaimana orang bertingkah laku memerlukan intelegensi, tetapi untuk mengetahui diri sendiri memerlukan kearifan.

Untuk mengatur kehidupan orang lain memerlukan kekuatan, tetapi untuk mengatur kehidupan diri sendiri memerlukan kekuatan yang sebenarnya.

Jika saya puas dengan apa yang saya miliki, saya dapat hidup sederhana dan menikmati baik kemakmuran maupun waktu senggang.

Jika tujuan saya jelas, saya dapat mencapainya tanpa susah-susah.

Jika saya dalam kedamaian atas diri sendiri, saya tidak akan mengguankan keukatan hidup saya dalam konflik.

Jika saya telah belajar untuk ikhlas, saya tak perlu takut sekarat.

Jhon Hider-The Tao of Leadership (translated)


Related post:
I'm Not Crazy I'm Just Not You
Size does matter, but there is mind beyond matter
Who gonna kickin whose ass ??

RTFP-RTFP, naon eta tah ? (lanjut...)

14 August 2007

Party is Over (Jenggot Hormonal)


Alhamdulillah pilkadanya dan beres [blom resmi kale] ya di beres-beresin aja deh. Bila melihat tulisan saya belakangan ini yang banyak membahas tentang pilkada mungkin ada kesan bahwa saya adalah seorang aktivis politik atau semacamnya. Terus terang saya kurang tertarik dengan yang namanya politik (seperti yang banyak orang artikan), akan tetapi saya menyadari bahwa hidup harus berpolitik maka dari itu saya pun juga mempelajari beberapa jenis politik (bukan yang seperti banyak orang artikan). Ketika di kampus dahulu saya juga bukan termasuk tipe mahasiswa yang gemar mengikuti berbagai organisasi formal ini dan itu. Saya lebih suka bergerak dalam Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) berbasis komunitas baik yang dirintis sediri ataupun warisan senior, yang penting menghasilkan $-).


Dalam menyikapi pilkada kemarin saya pun lebih tertarik pada strategi-strategi marketing yang digunakan masing-masing kubu. [Tapi kalo diperatiin lo rada berat sebelah, tul nggak jangan-jangan orang PKS lu ya?] Bukan, saya bukan aktivis PKS [lah itu jenggotan] Ya Akhi ini jenggot, jenggot hormonal doakan ana bisa ikhlas dengan jenggot ini ok! Disebut simpatisan mungkin juga kurang tepat hem... mungkin empatisan lebih mewakili he..he..


Ok kembali ke pilkada. Sebenarnya saya juga sudah kurang srek dengan sistem dengan nama demokrasi yang disepakati sebagai rule of the game untuk perpolitikan di Indonesia secara umum. Mana mungkin suara saya yang ber-title nggak jelas ini disamakan dengan suara para Prof. Dr. Ing. H. R. Ph.D dan lain sebagainya. Ke-crazy-an demokrasi tersebut, bisa dikatakan sebuah lagu lama yang baru-baru ini juga telah dinyanyikan kembali dengan sangat baik oleh Rae dalam blognya, sedangkan saya tidak tertarik untuk menyanyikan lebih panjang lagi di sini. Akan tetapi kita harus menerima kenyataan yang ada itulah rule of the game yang disepakati sampai saya menulis post kali ini. Maka dari itu dalam pilkada kemarin cukup sulit bagi saya untuk memilih salah satu yang terbaik diantara yang terburuk.

Mengapa cenderung ke Adang-Dani. Terus terang saya tertarik dengan beliau berdua karena personalnya yang lebih berpotensi untuk dijadikan pemimpin dan bukan karena janji-janji manis program kedepan yang disusun berdasarkan hasil survei (saya sendiri kurang yakin atas pemenuhan janji-janji tersebut). Mungkin sebagian dari Anda yang telah membaca post saya tentang debat kandidat menganggap penilaian yang saya lakukan aneh dan kurang rasional. Hal tersebut wajar-wajar saja, saya pikir itu semua hanya masalah persepsi, sedangkan seperti kita tahu bersama persepsi dibentuk dari wawasan. Untuk lebih jelasnya saya akan membahas di post tersendiri nantinya. Kembali ke kandidat cagub, selain berdasarkan personal ketertarikan saya juga timbul dari kinerja tim suksesnya dalam memasarkan beliau berdua. Dengan menerapkan prinsip-prinsip pemasaran secara baik 42% hanya oleh satu partai bukan suatu hal yang sangat mengejutkan.

Party is over saya harap frase tersebut dapat menyadarkan para elit-elit partai bahwasannya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik telah menurun. Mungkin sejak saat ini sebelum terlambat sebaiknya mereka mulai mencari alternatif karir lainnya agar dapat tetap bertahan di kelas sosial yang sama. Pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengimbau kepada para elit partai

Lekaslah sadar dan berhenti memperalat masyarakat Indonesia yang belum "sepintar" Anda-Anda sekalian. Didiklah kami dengan pelajaran-pelajaran politik bermutu dan membangun bukan dengan moncong, kumis, congor serta berbagai taktik over promise under deliver yang sudah sering Anda praktekan. Jadilah lebih arif, karena kami muak dengan segala konspirasi serta intrik nggak penting yang mudah ditebak.

Dan pada kesempatan kali ini saya juga ingin mengucapkan selamat kepada pasangan gubernur DKI Jakarta yang berhasil memenangkan pilkada kemarin. Saya harap (walaupun sangat siap kecewa) Anda dapat membenahi diri Anda terlebih dahulu sebelum membenahi Jakarta mungkin dengan mengikuti John Robert Powers atau hanya membeli (serta membaca tentunya) berbagai buku self-help yang mudah ditemukan diberbagai toko buku dan perpustakaan. Dan setelah saya amati secara seksama ternyata tanpa kumis pun penampilan Anda tidak terlalu buruk. Mudah-mudahan ini dapat menjadi pertimbangan Anda guna meningkatkan kepercayaan diri tampil di depan publik. Selain itu mencukur kumis akan terdengar lebih manusiawai serta mendidik ketimbang mencoblos kumis.



Related post:
Debate, are you sure ?
Pilih langsung ... ini demokrasi, bung!

Illustrations:
Levels
Shaved !!

Yampyun boleh dong donor hormonnya ke eke yuu'! (lanjut...)

13 August 2007

New Blog Head (Smartass Version)

Di tengah keprihatinan atas melemahnya Rupiah serta beratnya loading page di beberapa blog yang saya kunjungi, maka timbullah suara batin untuk menyederhanakan blog head yang sudah lama tidak diganti-ganti. Beratnya loading page beberapa blog tersebut disinyalir disebabkan oleh entah itu image guede dengan resolusi HD, mp3 yang disodorkan secara paksa, flash-flash kurang penting serta tetek-bengek lainnya. Tanpa coba menghakimi saya hanya ingin menyegarkan kembali ingatan kita pada falsafah KISS yang mungkin telah sedikit terlupakan.

Usaha saya untuk memperingati falsafah KISS haya pada paragraf pertama itu saja selebihnya saya hanya akan membahas blog head di blog saya ini :D. Blog head lama yang baru saja lengser tersebut saya beri nama versi "Lirikan Maut" (terinspirasi dari Satria Baja Hitam). Selain versi lama standard terdapat juga versi lama pengembangan yaitu "Lirikan Maut Pembunuh Jiwa/Sharingan" (terinspirasi dari Naruto) mungkin hanya disaksika oleh beberapa orang yang beruntung (atau sial, entah lah) karena masa tayangnya sangat sebentar sekali. Gambar pada vesi lama tersebut merupakan hasil rekayasa photoshop dengan teknik photo to cartoon seperti yang diajarkan di.. (waduh saya lupa :p) dengan bahan dasar yang sama dengan yang dinakan di sini.

Varsi baru, seperti yang kita saksikan bersama kali in (kecuali bagi Anda yang men-disable picture pada browser), saya beri nama "Smartass" terinspirasi dari salah satu sifat saya sendiri (entah itu termasuk baik atau buruk he..he..). Pada vesi kali ini tidak dibutuhkan teknik yang njelimet untuk merekayasa gambar dasar. Selain images vesi kali ini juga mengandalkan rekayasa CSS dengan pendekatan berlajar sambil bermain. Pada intinya versi yang mengusung tema minimalis (baca: meni males pisan eui!) ini berusaha sebisa mungkin untuk menampilkan blog head yang sederhana, ramping serta lebih memperkuat positioning tag line blog ini "Are you thinking what I'm thinking ?".

Ok mungkin itu saja kisah dibalik blog head yang pernah dan sedang saya gunakan, segala masukan Anda baik itu komentar, saran dan keritik mengenai blog head ini sangat saya harpakan.
Terima kasih.

Yaampun Smartass (lanjut...)

09 August 2007

Are we shakin or just her? (Gempa)

TU !!, MON!! BANGUN!! GEMPA !! AYO KEDEPAN SEMUA !!
Yang berseru itu adalah ibu saya, sebenarnya dari tadi beliau juga telah tertidur, tetapi dapat terbangun saat gempa. Jauh berbeda dengan kedua anak-anaknya yang mudah tidur sulit bangun. Masih belum sepenuhnya sadar dan belum dapat merasakan bahwa telah dan sedang terjadi gempa, hanya bisa melihat lampu gantung yang terus bergoyang-goyang seperti pendulum di ruang tengah.

EH MALAH NONTON TV AYO KEDEPAN DULU !!
Sesampainya di depan beliau hery (heboh sendiry) tapi niatnya bagus, memberi peringatan pada tetangga dan benar saja beberapa tetangga juga keluar untungnya tidak sampai panik di sini. Beberapa saat kemudian akhirnya kami duduk-duduk di ruang tamu (sejujurnya saya tiduran :p)
Tadi waktu tidur ibu denger kayak suara meledak gitu nggak tau apaan itu, abis itu tempat tidurnya bunyi krek-krek-krek-krek berasa' goyang-goyang wah kayaknya gempa nih. Kalau di padang namanya gampo, kalo di jawa namanya apa? lindu ya?
OK, sebaiknya kita cari suber yang cepat dan terpercaya DETIK.COM eh iya gempa he..he....

Dah baal kali ? (lanjut...)

08 August 2007

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)

Bagi para marketer ataupun yang sedang ingin menjadi salah satunya, nama Philip Kotler mungkin sudah tidak asing lagi di telinga. Salah satu buku karya beliau yang berjudul Marketing Management merupakan salah satu buku yang telah banyak dijadikan acuan perkuliahan dalam subjek pemasaran di berbagai belahan dunia. Pada saat ini buku tersebut telah mencapai edisi ke-12 walaupun untuk edisi terakhir dalam penyusunannya beliau bekerja sama dengan Kevin Lane Keller (kemungkinan besar karena faktor usia). Sebuah jumlah edisi yang sulit disaingi oleh buku-buku "sesaat" let's say Jakarta Undercover.

What Peter Drucker is to management, Philip Kotler is to marketing.
Atas berbagai kontribusinya dalam bidang pemasaran, pada saat ini Kotler merupakan salah satu tokoh yang sangat dihormati oleh komunitas marketer dunia. Father of Marketing adalah salah satu julukan yang ditujukan kepada beliau (mengingat gap umur dan keilmuan, saya sendiri lebih suka menyebut m'bah Kotler m'bah-nya marketing). Dan sebuah kehormatan bagi para marketer Indonesia karena Philip Kotler dijadualkan hadir live in person untuk menyampaikan insight serta berbagai konsep baru di dunia pemasaran pada sebuah seminar di Jakarta. Berdasarkan iklan pada salah satu majalah komunitas marketer Indonesia, seminar tersebut direncanakan akan terselenggara pada pada tanggal 8 Agustus 2007.

Suatu kebetulan yang patut disukuri atau malah disayangkan, ternyata bertepatan pada tanggal tersebut warga DKI Jakarta telah dijadualkan untuk mencoblos kertas suara guna menentukan pilihan gubernur berserta wakilnya untuk memimpin Jakarta ke depan. Biarlah masalah itu menjadi urusan panitia dan mungkin juga pesertanya yang telah memiliki tiket. Kemungkinan besar kejadian tersebut hanya suatu kebetulan saja dan tidak ada hubungannya sama sekali. Akan tetapi karena sudah kejadian mengapa tidak kita dihubung-hubungkan saja sekalian :p

Everyone is a marketer.

Marketing dan Pilkada

Seperti kutipan di atas setiap orang pada dasarnya adalah marketer, mungkin sebagian dari kita agak sedikit menemukan kesulitan dalam membedakan marketing (memasarkan) dan selling (menjual). Memang benar tujuan akhirnya adalah terjualnya baik itu barang maupun jasa atau malah "diri" Anda. Akan tetapi agar produk-produk tersebut dapat terjual seperti yang kita harapkan maka dibutuhkan suatu pendekatan, yaitu marketing.

Tidak berbeda dengan pilkada Jakarta, yang memggunakan pemilihan langsung berbasis suara terbanyak untuk menentukan pemenangnya. Setiap kandidat menjual "dirinya" (dengan dukungan partai tentunya). Masyarakat Jakarta berperan sebagai konsumen dengan berbekal "mata uang" hak suara yang dimilikinya. Dengan demikian sudah jelas sekarang, para kandidat harus berusaha memenuhi kebutuhan para konsumen agar laku terjual.
Saya membeli lubang, bukan bor.
Dalam pembahasan kali ini saya akan menggunakan salah satu kerangka dasar strategi marketing yang dipopulerkan oleh Philip Kotler yaitu Segmentation, Targeting, Positioning (STP) walaupun pada akhirnya semua bermuara pada Positioning (sebuah term yang dipopulerkan oleh Jack dan Trout). Dalam pembahasan kali ini, dikarenakan terbentur keterbatasan data yang saya miliki maka kemungkinan besar akan banyak ditemukan asumsi serta insight subjektif diri saya sendiri. Saya pun menyadari reputasi saya yang diragukan (dan mungkin ketika lulus nanti menyandang predikat sangat memuakkan) maka saya sarankan kepada Anda untuk tidak terlalu berharap banyak pada analisis kali ini, tapi satu hal yang ingin saya ingatkan, jangan sampai Anda menyesal karena tidak membaca post-berseri ini sampai episode terakhir :D.

Segmentation

Kita mulai dengan memilah-milah, penduduk Jakarta sebagai target pasar. Mungkin untuk pilkada segmentasi demografis (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan) sudah cukup memadai. Konon kabarnya pada saat ini penduduk Jakarta diperkirakan 7 juta jiwa, apakah semua itu target? tentu bukan, kita harus mengingat berapa orang yang telah memiliki hak suara (17 tahun keatas atau sudah menikah), berapa orang yang Gol-Put (tidak bersedia membelanjakan "mata uang" suaranya) dan berapa orang yang kehilangan ingatan (Jakarta keras bung !!). Semua data tersebut dapat diperoleh diantaranya melalui ke BPS, LSM, RSJ dan survei tentunya, seperti yang pernah dilakukan oleh salah satu kubu kandidat cagub-cawagub "Mega Survei Saatnya Mendengar" mungkin sudah terdengar sejak akhir tahun lalu. Dengan mengetahui gambaran kasar tersebut maka para tim sukses dapat memperkirakan sebenarnya berapa banyak potensi pasar yang mungkin tercapi.

Selanjutnya mancari tahu kebutuhan warga Jakarta sebenarnya, apakah gubernur yang berkumis, guanteng, murah senyum, jujur, bertanggungjawab, sayang istri atau yang bagaimana. Bila memiliki kesempatan dan mengerti arti penting survei tim sukses dari masing-masing kubu sebaiknya melakukan survei. Selain untuk mengumpulkan data demografis seperti yang telah disebutkan sebelumnya, survei juga dapat menjawab semua pertanyaan tersebut di atas. Dengna demikian faktor-faktor yang mendasari pilihan para konsumen dapat teridentifikasi dengan baik.

Kembali ke segmentasi. Bisa telah terkumpul berbagai data tentang warga Jakarta, maka saatnya untuk memilah-milah kedalam beberapa segmen dan kemudian dihubungkan dengan faktor yang mendasari pemilihannya. Kemungkinan besar yang termasuk segmen potensial dalam pilkada DKI antara lain yaitu partai politik, kalangan LSM, mahasiswa, kaum wanita, pamong praja (Pemda DKI hingga ke tingkat Kelurahan), kalangan dunia usaha, ormas pemuda/mahasiswa/kesukuan hingga ke tingkat akar rumput (RT/RW).
to be continued...

Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)

Targeting

Targeting atau bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia secara bebas adalah penentuan target pasar. Bila diperhatikan, seperti yang telah disebutkan, sepertinya warga Jakarta memang terdiri atas beberapa segmen. Kembali mengingat peraturan Pilkada "yang terbanyak yang menang" mau tidak mau seluruh segmen harus digarap dengan sebaik mungkin. Akan tetapi segalanya memiliki batas bila semua tidak terbatas mungkin Pilkada pun tidak akan ada. Begitu pula dengan para pasangan cagub-cawagub berserta para tim suksesnya mereka memiliki berbagai keterbatasan. Dengan demikian memilih target yang paling potensial baik ditinjau dari sisi pemilih maupun kemampuan kubu pasangan cagub-cawagub menjadi penting.

Berikutnya saya akan mencoba mengintrepretasikan sebetulnya siapakan target utama masing-masing kubu cagub-cawagub, diurutkan berdasarkan nomor urut pilihannya.

  1. Kubu nomor urut satu ini sepertinya menyasar kepada segmen yang telah bosan dan cenderung muak dengan kondisi Jakarta dan tidak takut akan perubahan yang signifikan serta merasa nothing to loose atas hal tersebut. Segmen ini umumnya berasal dari kalangan muda (baik secara usia, maupun bawaan jiwa), baik laki-laki maupun perempuan (dengan perhatian khusus pada kaum ibu), dari berbagai jenis pekerjaan dan tingkat pendididkan, dengan strata ekonomi marjinal-bawah sampai dengan menengah-atas dan mungkin sedikit atas-banget. Selain itu sepertinya, kaum ini juga cenderung keritis dan moderat, mengharapkan pemerintahan yang lebih bersih dan berwibawa, merakyat hingga akar rumput serta ramah. Walaupun meraka tahu hanya akan mendapat berbagai bentuk janji belaka, akan tetapi dapat diyakinkan dengan reputasi PKS satu-satunya partai pengusung yang juga memiliki kursi di DPRD. Untuk kalangan partai sendiri tidak diragukan lagi, siapa yang tidak mengetahui soliditas massa PKS. Dan tidak lupa segmen yang menginginkan gubernurnya good looking alias guanteng.


  2. Kubu nomor urut dua ini sepertinya juga sama menyasar kepada segmen yang menginginkan Jakarta lebih baik akan tetapi tidak kecewa-kecewa amat atas kondisi Jakarta saat ini. Enggan akan perubahan yang signifikan karena lebih cinta kepada Status Quo yang diharapkan dapat lebih memjamin kehidupannya kelak. Seperti yang telah dikatakan segmen ini berbasis pada mereka yang telah merasa nyaman bersama status quo, baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai jenis pekerjaan (dengan perhatian khusus pada PNS pemda) dengan srata ekomomi menengah bawah menegah atas dan atas. Diindikasikan juga menyasar pada suku asli Jakarta yang masih tradisional-konsefvatif. Termasuk pula kalangan yang mengutamakan kepentingan partai serta elit-elitnya (yang katanya memperjuangakan pemilihnya) yang masih ingin mendapat "jatah" kekuasaan, hal tersebut dapat dipahami karena pendukung kubu ini adalah 20 partai yang juga memiliki kursi di DPRD. Dan tidak lupa segmen yang menginginkan gubernur berkumis (OMG! kenapa berkumis sih, nggak abis pikir gw *geleng-geleng sambil ngetik*)

Pisitioning

Berkaca dengan cermin, makan dengan sendok walaupun saya pernah berkaca dengan sendok tetapi hidup tidak menjadi lebih mudah. Begitu pula dengan segmen pemilih, setiap segmen memiliki pendekatan masing-masing, salah pendekantan kalah pun tak terhindarkan. Nah disinilah positioning baik per segmen maupun secara umum perlu perlu dilakukan.

Tapi sebenarnya apakah psitioning itu sebenarnya. Mudahnya positioning adalah usaha mendapatkan tempat setinggi mungkin (teratas kalau bisa) di tangga benak konsumen, dalam konteks ini tangga yang dimaksud adalah tangga calon gubernur Jakarta. Lalu timbul pertanyan mengapa harus teratas?, hal tersebut dikarenakan posisi terataslah yang kemungkinan besar akan di pilih konsumen ketika berada dalam bilik suara (asumsi konsumen normal :p).
to be continued...
Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Kotler, Kumis and Status Quo (Part 3)

Positioning pada intinya merupakan kesimpulan dari proses segmentation dan targeting. Di lain pihak positioning merupakan pedoman dari berbagai taktik marketing yang akan dilakukan (biasanya disebut 4P, tapi tetap saja ada yang merasa belum cukup :p). Dalam studi kasus pilkada, untuk mengetahui positioning masing-masing calon sepertinya lebih mudah bila mengacu pada tag-line, iklan (advertisement) yang berusaha mem-promosikan (salah satu dari 4P) positioning cagub-cawagubnya.

Seperti biasa kita mulai dari nomor urut satu
  • Tag-line Ayo Benahi Jakarta. Sudah lama terdengar mungkin sejak tiga sampai dengan empat bulan lalu. Pesan yang ingin disampaikan cukup gamblang yaitu menawarkan solusi, mengajak untuk melakukan perubahan di Jakarta agar lebih rapih. Selain itu ada beberapa kata ataupun frase yang dapat dikatakan adalah milik kubu ini antara lain "Jakarta Salah Urus", Jakarta MAS (Modern, Aman, Sejahtera), Jawara Nggak Maen Keroyok, dll.
  • Poster dari kubu ini kerap kali mengangkat permasalahan di Jakarta "Bosen Macet?", "Susah Cari Kerja?" dan lain sebagainya, sepertinya disusun berdasarkan survei yang pernah dilakukan, selain itu juga dalam upaya menohok status quo. (Dan satu hal lagi, penempelan poster ini sangat mengingatkan saya pada gaya kampanye kampus :p)
  • Spanduk, media ini lebih seru. Selain pesan-pesan standard dari tim sukses inti, sepertinya organisasi-oraganisasi underbow yang bersangkutan ikut andil dalam meramaikan "perang" spanduk. Entah terkoordinasi atau tidak beberapa spanduk terkesan tricky mungkin karena darah muda, penuh kreativitas yang mengalir dikepala si pemilik ide. Akan tetapi bila tidak hati-hati dapat menjadi blunder bagi positioning kandidat yang diusungnya. Berhubung kakak saya, bekerja di salah satu lembaga pengkajian politik (ngaji yak koq politik he...eh...) serta bertindak sebagai pengawas pilkada kali ini, maka saya mendapat beberapa foto yang merekam beberapa spanduk "nakal" tersebut.
  • TVC agak ragu C-nya untuk campaign atau commercial tersarah Anda saja lah :D Untuk Adang-Dani iklan-iklan di TV saya nilai sangat mendukung positioning intinya yaitu sebagai cagub-cawagub yang peduli rakyat bawah (grassroots). Dengan mengangkat berbagai masalah yang ada seperti ikut berendam dalam banjir, mendatangi warga ekonomi lemah di tempat-tempat aktivitasnya, menggandeng keluarga bajuri (minus oneng, eh ucup ada nggak?) yang melambangkan warga jakarta kelas bawah. Tampilan iklan yang lebih mirip imbauan untuk membantu bencana alam ditambah copywriting yang menyentuh sekali lagi sangat sesuai dan konsisten dengan tema positioning secara umum.
  • Even yang diselenggarakan cukup beragam dari kampanye konvensional dengan dukungan beberapa artis, debat calon sampai dengan kontrak politik. Bila diperhatikan artis yang mendukung Adang-Dani terlihat cukup solid dan beberapa diantaranya mengaku tidak dibayar untuk melakukan hal tersebut. Untuk debat calon, kandidat nomor satu ini sempat beberapa kali menghadiri acara tersebut tetapi karena rivalnya tidak hadir maka tidak jadi dan akhirnya ya yang di TV itu.
Kita lanjutkan dengan nomor urut dua
  • Tag-line Jakarta Untuk Semua, hem... ini keluarnya agak belakangan bisa dimaklumi ketika kubu rival telah mantap karena hanya diusung oleh satu partai, kubu nomor urut dua ini harus berusaha keras melobi sana-sini dan akhirnya 20 partai. Pesannya jelas ya... emm... jelas bagi-bagi kekuasaan bagi partai yang ikut berkoalisi. Selain itu kubu ini juga "memiliki" beberapa kata dan frase antara lain yaitu ahlinya, paling paham, berpengalaman dan kumis (geblek!)
  • Urusan poster sepertinya kubu ini juga agak tertinggal, entah terbelit birokrasi atau tidak terlatih dalam bergrilya menempel poster bak siluman kampus. Sedangkan isi dari poster-poster tersebut hanya tag-line umum dan bila keluaran partai pendukung warnanya pun beragam. Berbicara soal warna sebenarnya kubu rival telah "mengklaim" warna oranye sejak awal sebagai warna-identitas, mungkin jarena pusing dan takut dituduh berat sebelah bila menggunakan warna salah satu partai pendukung, akhirnya kubu nomor dua ini mangikuti warna-identitas rivalnya.
  • Spanduk, sepertinya karena spanduk-spanduk keluaran partailah yang menyebabkan tibulnya ide kreatif kubu rival untuk membuat spanduk "nakal". Positionin-pun menjadi kabur karena setiap partai juga ingin menonjol dan sepertinya kurang terorganisir.
  • TVC pendekatan lama, agak sulit dibedakan dengan iklan mi instan tapi yang jelas Gita Gutawa memang pandai bernyanyi sedangkan kandidat cagub agak diragukan kepiawaiannya dalam hal olah suara. Sangat jelas menjual mimpinya (nggak tega nyebut boong) terlalu banyak rekayasa gambar, kenapa tidak sekalian membuat kumis tersangkut di atap rumah, pohon, atau terbawa puting beliung. Untuk yang satu ini saya amat muak karena merasa dianggap bodoh sebagai warga Jakarta. "COBLOS KUMISNYA" dinyanyikan berulang ulang dengan irama lagu ulang-tahun. Saya pun merasa tidak heran ketika Mayang mengalami kejadian ini karena sepertinya memang anak-anak ataupun yang berjiwa serupa yang di sasar, WE HATE GIMMICK.
  • Even yang diselenggarakan terkesan sangat konvensinal, memajang penyanyi (dangdut nan seksi) bak neon di gelampnya malam mengundang "serangga-serangga" yang tidak mengerti apa-apa untuk datang mendekat dan meramaikan suasana. Kontrak politik dengan organisasi-organisasi yang ujug-ujug muncul tidak jelas asal-usulnya. Debat kandidat, sebisa mungkin dihindari.
  • Early morning attack, sabotage... SUCKS!!
Saat mengerjakan bagian akhir tulisan ini perhitungan cepat(-cepatan) dari berbagai lembaga sudah keluar hasilnya nomor urut dua dinyatakan lebih unggul hampir pada setiap perhitungan cepat yang dilakukan dengan proporsi 40-60. Mungkin memang ini nasib Jakarta masih banyak yang perlu dipersiapkan untuk mengadakan perubahan. Yang terjadi terjadilah persiapkan esok lusa yang lebih baik, tapi perlu diingat siapa dibalik 40 dan siapa-siapa saja dibalik 60.
It is no longer enough to be smart -- all the technological tools in the world add meaning and value only if they enhance our core values, the deepest part of our heart. Acquiring knowledge is no guarantee of practical, useful application. Wisdom implies a mature integration of appropriate knowledge, a seasoned ability to filter the inessential from the essential.
Doc Childre and Deborah Rozman
Strategi bukanlah puncaknya, ada sesuatu di atas strategi, sesuatu yang menuntun pemilihan strategi. Ya benar filosofi dan kearifan, berbicara tentang kearifan berbicara tentang hati nurani.

Related post:
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 1)
Kotler, Kumis and Status Quo (Part 2)

06 August 2007

Debate, are you sure?

[Party is in da house yo!]
Pesta? pesta apaan? oo.. pesta demokrasi lokal, alias pilkada. Terus terang saya sendiri agak kurang suka sama yang namanya party-party (chillin' would be better :) baik itu prom night party, birth day party, wedding party, democracy party (lah artinya jadi beda nih sepertinya he..he..), walaupun terkadang demi bersosialisasi dan menjaga tali silaturahim saya harus menghadirinya.

Dari pada kampanye nggak karuan bikin macet, bikin polusi dan terkadang malah bikin ribut mendingan nonton debat kandidat aja di TV. (peringatan bagi partai atau koalisi yang hendak berkampanye di jalan silakan melanjutkan tradisi Anda tersebut mengingat segmen pemilih seperti penulis ini sangat sedikit dan tidak menjamin kemenganan, poor democracy). Kemarin hari Sabtu ada debat pasangan kandidat cagub-cawagub (katanya, padaha..) di hotel mana gitu yang disiarkan oleh JakTV dan MetroTV. Berhubung kegiatan tersebut berbarengan dengan sinetron kesayangan ibunda (seperti yang telah disinggung dalam post sebelumnya) maka dalam menyaksikannya saya kurang dapat berkonsentrasi tentang isi (yang katanya) debat itu.

Terus terang saya tidak menyimak secara saksama apa-apa saja yang dikatakan oleh setiap pasangan kandidat cagub-cawagub atas pertanyaan yang diajukan oleh beberapa panelis. Hal tersebtu dikarenakan saya hanya sempat melihat sekilas dan sambili lalu saja (hanya ketika sinetron sedang jeda komersial). Akan tertapi bukan berarti saya tidak mendapat kesan apapun dari debat yang lebih mirip cerdas cermat itu (cuma kurang papan skor aja). Hal-hal yang saya perhatikan antara lain, baju yang dikenakan masing-masing cagub berserta wakil, pembawaan selama acara, dan gaya bicara (walaumpun kita tahu bersama isinya hanyalah "kecap cap jempol"). Sebenarnya sudah ada mainstream media yang membahas hal ini pada berita utamanya kemarin pagi, tapi pada kesempatan kali ini saya akan membahas hal-hal yang mungkin terlewatkan (atau menurt mereka tidak penting) oleh mainstream media tersebut.

Baju, pembawaan dan gaya bicara.

Ok, kita mulai berdasarkan nomor urut pasangan kandidat. Nomor satu Adang-Dani hem... Pak Adang terlihat santai dengan blazer abu-abunya, sedangkan Pak Dani dengan..(apa itu namanya ya, termasuk jaket?) tidak dikancing dan tatanan rambut yang natural (nggak tega mo bilang kayak nggak nyisir), dari pada seorang cawagub menurt saya lebih terlihat mirip seorang programmer yang sedang dikejar deadline. Dalam hal pembawaan pasangan Adang-Dani terlihat lebih santai (serius tapi santai), dan tidak terkesan berusaha menjaga image. Sedangkan gaya bicara pasangan ini cukup lugas, walaupun terkadang masih terasa kurang pas tata bahasanya (mungkin belum biasa he..he..).

Kita beralih ke pasangan kandidat nomer urut dua Fauzi Bowo-Prijanto, mereka berdua terlihat kompak dengan baju kebesaran (bukan ukurannya) daerah Betawi lengkap dengan pecinya, mengingatkan saya pada kontes abang-none (tapi koq lekong kabeh ya bo? yuuk!). Dalam hal pembawaan selama acara, menurut saya mereka terkesan agak kaku, entah karena lama berkutat didalam rimba birokrasi atau memang baju yang dikenakan diberi kanji ketika disetrika. Ketika berbicara menjawab pertanyaan-pertanyaan panelis saya merasa sedang medengarkan sambutan ketua RT 08 pada malam pembagian hadiah 17-an, ditambah lagi dengan berbagai kosa-kata, jargon, istilah yang "meninggi" (mungkin untuk mengimbangi Dr. Ing. H. di depan namanya). Dan satu hal lagi seperti yang telah disinggung dalam mainstream media, Fauzi Bowo terlalu mendominasi dan hanya memberikan sekali kesempatan bicara kepada Prijanto.

Kumis!? maksud lo?

Di penghujung acara tersebut terdapat sebuah sesi yang berupa kesempatan bagi masing-masing pasangan kandidat cagub-cawagub untuk mengajukan satu pertanyaan kepada pasangan kandidat cagub-cawagub lainnya. Ketika itu saya hendak mandi, dan karena kebetulan posisi pesawat TV tidak terlalu jauh dari kamar mandi, sehingga saya masih dapat mendengar pembicaraan dalam debat pasangan kandidat cagub-cawagub tersebut dengan jelas. Tepat ketika saya hendak memutar keran ke kiri guna membiarkan air keluar dari shower yang berada tepat di depan kepala, pada kesempatan pertama Pak Adang mengajukan pertanyaan kepada Fauzi Bowo, kurang lebih.
Pak Fauzi sebenarnya ada apa dengan kumis Anda? sehingga dalam kampanye yang saya dengar baik itu di radio di TV menyarankan untuk mencoblos kumis Anda, setahu saya selama ini belum ada gubernur DKI yang berkumis.
Sontak saat itu juga saya tidak bisa menahan tawa yang mungkin terdengar sampai ke rumah tetangga, seketika itu juga saya langsung meraih handuk guna menutupi aurat dan langsugn menuju ke depan TV (terima-kasih untuk tidak membayangkan). Kemudian Fauzi Bowo menjawab dengan agak kikuk, diplomatis dan tidak terarah, mungkin hal tersebut tidak didapatkannya di kelas engineer ketika di Jerman. Saambil terus tersenyum di depat TV saya pun membatin.
Dang-Adang, kayak begini kek dari tadi he..he...
Dan sekarang giliran Fauzi Bowo yang mengajukan pertanyaan. Karena pertanyaannya tidak penting dan arahnya juga tidak jelas maka saya enggan menuliskannya disini. Sekaligus saya ingin menyudahi post kali ini, terima kasih telah menyempatkan diri untuk membaca media alternatif ini.

======Up-Date======
Ternyata Pak Adang juga mengenakan jaket bukan blazer seperti perkiraan sebelumnya, dan setelah diperhatikan ternyata jaket Pak Adang juga tidak di kancing tapi kenapa bisa terlihat seperti dikancing setelah selidik punya selidik ternyata perut Pak adang rate aje gile :p
*ankat kaos langsung ngeliat perut sendiri bis itu mulai ngitung* tu, wa, ga, pat, ma.... wah kurang satu nih
*langsung ngambil posisi sit-up*

04 August 2007

I'm Not Crazy I'm Just Not You

Bagaimana menurut Anda judul post kali ini?, dan bila Anda kembalikan pertanyaan itu pada saya maka menurut saya judul post kali ini cukup menohok!! (tohok, agak jarang dipakai kosa kata ini , sekali waktu saya pakai malah dibahas sama Mayang)

Pertama kali saya mengetahui frase tersebut dari Judul sebuah buku tentang 16 tipe personaliti sekitar satu-satu setengah tahun lalu. Mengetahui judulnya bukan berarti pernah membaca :p, walaupun demikian secara garis besar sepertinya saya dapat memahami maksud frase tersebut dalam konteks personaliti, berhubung dalam satu setengah tahun terakhir saya sempatkan diri untuk mempelajari hal tersebut walaupun hanya dengan pendekatan pragmatis. Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang sebuah pengalaman saya baru-baru ini yang sangat berhubungan dengan frase pada judul post ini.

Seperti biasanya, sekitar pukul sembilan malam ibu saya sedang menyaksikan sinetron faforitnya yang konon kabarnya memiliki rating dan share yang cukup tinggi sehingga ditayangkan setiap hari. Seperti biasanya juga saya melakukan ritual makan malam guna mengganti energi yang terpakai dalam menjalani hidup. Kami hanya berdua di rumah saat itu karena kakak (secara biologis) saya (tetapi adik secara mental) belum tiba di rumah. Kebetulan ruang makan dan ruang nonton TV berada di satu area yang tidak terpisah maka sembari menyantap makanan yang sudah agak dingin saya juga ikut menonton sinetron tersebut.

Mungkin sudah tradisi keluarga atau semacam kebiasaan, kami sering sekali mengomentari acara TV baik itu iklan, sinetron, berita, kuis dan berbagai format acara lainnya terutama yang kurang berkenan di hati. Dan kali ini giliran sebuah iklan yang memasang spot pada jam tayang sinetron tersebut. Dalam iklan itu terlihat seorang laki-laki tengah memanjat tebing tanpa tali pengaman (free solo climbing). Tiba-tiba ibu mengomentari, kurang lebih
Ngapin tu manjat-manjat tebing kayak gitu, nggak ada kerjaan !!
Selain mengomentari tayangan TV ada kebiasaan lain di keluarga kami yaitu mengomentari komentar atas tayangan TV (dibahas). Saya langsung mengomentari komentar ibu barusan.
Iya mungkin orang itu juga kalo liat ada orang lagi nonton sinetron bakal komentar 'Ngapain tu nonton sinetron kayak gitu, nggak ada kerjaan !!'
Sontak kemudian ibu menatap ke arah saya tetapi tidak berkata-kata, dan sepertinya agak sedikit menahan keki, mungkin bingung mau bilang apa :D. Dan guna mencari amam saya langsung ngeloyor masuk kamar kebetulan makan malam sudah selesai.

Bukan, saya bukan cari ribut, anak kurang ajar (mungkin sedikit :p), tapi sebenarnya semua itu berakar pada masalah perbutan penguasaan TV di jam prime time. Sebenarnya saya sendiri juga ingin menyaksikan acara lain, itupun tidak setiap hari, di saluran lain yang lebih mendidik (setidaknya menurut saya :p). Masalah ini kembali memanas setelah TV utama mengalami kerusakan kurang lebih sudah empat-lima bulan terakhir sedangkan tukang servis kepercayaan di lingkungan tempat saya tinggal keburu pergi ke negeri jiran guna menyabung nasib. Dengan demikian maka jadilah TV alternatif menjadi TV keluarga.

Ok, kita kembali ke judul post kali ini. Saya harap Anda telah melihat hubungan antara cerita tersebut dengan judul post kali ini. Ternyata selain faktor persepsi, keyakinan, nilai-nilai yang dianut, lingkungan, pola pendidikan, genetis dan berbagai faktor lainnya, personaliti memiliki peran penting dalam membentuk tingkah laku seseorang (dan kemungkinan personaliti juga merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor tersebut). Sebagian orang cenderung untuk menjadi risk-taker, sedangkan yang lainnya cenderung untuk menjadi safe-player dan juga tidak menutup kemungkinan berada di sebuah titik di antaranya. Mungkin tingkah laku sebagian orang akan terlihat janggal di mata kita, hal itu wajar selama tidak bertentangan dengan hukum positif dan berbagai nilai yang dianut dalam masyarakat. Merasa tidak nyaman tidak suka, menghindari merupakan reaksi yang wajar akan tetapi menghakimi saya pikir adalah diluar kewenangan kita.

Bila Anda memiliki pikiran, komentar dan pendapat berkenan kiranya berbagi bersama dalam bentuk komentar pada post ini. Masukan Anda sangat saya harapkan.

Related Post:
Better Living Through Personality

01 August 2007

Dora The Killer


doraPertama, saya ingin mengutaraka permintaan maaf kepada seluruh penggemar Dora the Explorer atas pemasangan gambar di samping. Terus terang gambar tersebut bukanlah hasil karya saya sendiri melainkan saya ambil di suatu tempat di internet dan kebetulan saya juga sudah lupa lokasinya. Gambar tersebut muncul di search engine ketika saya ketik "dora the killer" FYI (tau nggak sih lo?) selain sebagai penjelajah ternyata, ada juga Dora lain yg kerjanya membunuh.

PERHATIAN!! post kali ini tidak ditujukan kepada anak berusia dibawah 13 tahun dan/atau aktivis pecinta binatang pengganggu.

Siklus musim yang kian tidak menentu, ternyata tidak hanya menimbulkan paceklik di berbagai desa. Semut dan tikus sebagai salah satu binatang ciptaan Tuhan sepertinya juga merasakan hal serupa akibat pemanasan global yang kian menggila. Diperkirakan karena hal tersebut, akhir-akhir ini dilingkungan tempat saya tinggal telah terjadi eskalasi tingkat agresifitas tikus dan semut merah kecil--yg kalo ngegigit gatelnya minta ampun. Tidak hanya memanjat tembok, tikus-tikus tersebut terlihat sudah mulai menganut faham vandalisme dengan merusak kawat nyamuk almunium (tolong bedakan dengan anarkis, emang sejak kapan tikus punya kelurahan). Nah inilah saatnya Dora The Killer beraksi !!

Dora yang saya maksud kali ini adalah merek dagang racun tikus yang diproduksi oleh perusahaan patungan Indonesia-Nippon, PT. FUMAKILLA, Tanggerang di bawah lisensi FUMAKILLA LTD. Japan. Saya mengetahui produk tersebut ketika berniat mencari racun tikus di sebutah jaringan supermarket yang pada tiga tahun lalu kantor pusatnya sempat saya jadikan tempat PL (praktek lapang) dengan alasan hanya 10 menit berjalan kaki dari rumah. Berhubung saat itu cuma itu satu-satunya pilihan racun tikus yang tersedia, langsung saja saya ambil ukuran sedang. Dengan merelakan 6000 IDR sebagai pengganti bahan baku, upah buruh, gaji staf, marjin, pajak dan berbagai komponen harga lainnya maka saya, secara legal, dapat membawa pulang si Dora dengan tenang.

Seasampai di rumah, first thing first, baca aturan pakai!! Setelah membaca untuk beberapa saat, saya pun terheran-heran seraya berpikir "Koq kepikiran sampe situ ya ?? CANGGIH !! SUGOY !! BANZAI !!" (kebetulan ketika tingkat I - II ada seorang Jepang di kosan, kesimpulannya jangan menaruh cincin anda di sembarang mangkok :)) [Woi koq canggih, kenape emangnye??] Maaf jika penasaran, jadi begini, racun tikus tersebut mengandung bahan aktif Warfarin 0.105% (apakah anda ingat pelajaran kimia dahulu, saya sih sudah lupa :p). Dan intinya adalah racun itu bekerja secara kronis yang berarti dalam beberapa kali makan tikus-tikus imut target-operasi tersebut tidak akan langsung mati. Tikus-tikus tersebut diperkirakan akan mati antara tiga sampai dengan empat hari kemudian bila memakan umpan tersebut secara terus-menerus setiap harinya. [Kenapa harus begitu?] jangan salah, tikus-tikus sekarang sudah pada pinter-pinter loh!! (sepertinya pernyataan ini dapat menjadi salah satu senjata busuk bagi para customer service representative guna menyelesaikan keluhan tagihan telp/internet dari para pelanggan) jika melihat rekan sejawat dan seprofesinya memakan umpan kemudian langsung mangkat di tempat, maka tikus-tikus tersebut tidak akan bersedia lagi untuk memakan umpan tersebut.

Sebenernya ada satu lagi ke-SUGOY-an Dora si racun tikus. Pada petunjuk penggunaan juga tertulis bahwasannya racun yang terkandung akan menurunkan kepekaan indra pengelihatan sang target-operasi (tikus-tikus imut) sehingga beliau akan mati di tempat yang terang dan mudah terlihat. (Canggi nggak tuh?) Pada intinya, target operasi dibuat menjadi buta secara perlahan dan diharapkan beliau akan mencari sumber cahaya, keluar dari lubang/tempat persembunyiannya sebelum akhirnya wafat. Hal tersebut akan memudahkan datasemen umum 13 untuk memfoloapi keadaan ketika target opersasi terbujur kaku.

Tunggu sebentar!, itu semua masih berupa janji-janji manis produsen Dora si racun tikus, kita masih membutuhkan pembuktian untuk memvalidasi kecanggihan dan fitur-fitur yang ditawarkan. Tempatkan Dora didalam semacam wadah kecil (agar termonitor apakah berkurang) di beberapa tempat yang strategis kemudian ditinggalkan.--Sehari Kemudian-- Masih utuh. --Tiga Hari Kemudian-- Tidak ada perubahan. --Satu Pekan Kemudian-- Sudah terlupakan, wah gagal maning Son!!

Sampai suatu siang ada seekor tikus konyol keluar dengan santainya dari lubang persembunyian dengan gerakan kurang lincah. Dan betul saja, keesokan harinya ada dua ekor tikus tergolek lemas tak berdaya di tempat terbuka serta mudah dijangkau.

"BERHASIL-BERHASIL-BERHASIL HORE...!!"

Sepertinya penyesuaian selera membutuhkan waktu, mungkin formula Dora disukai oleh tikus-tikus Jepang akan tetapi kurang pas di lidah tikus lokal. Untuk menyiasatinya dibutuhkan kebijakan-kebijakan lainya yang mendukung. Kebijaan yang dimaksud seperti menutup akses terhadap makanan-makanan lainya yang lebih familiar bagi tikus lokal dan tidak berracun (sisa makanan, bunga-bungaan dan umpan dalam usaha menjebak tikus secara mekanis yang terbukti sudah tidak efektif lagi, seperti lem tikus).

Masih terheran-heran, sebenarnya dari mana para penyusun formula Dora si racun tikus membuat strategi yang cukup Out Of The Box tersebut. Setelah dipikirkan dan direnungkan kemunkinan besar ide tersebut berasal dari pabrik rokok serta para perokok yang mati satu-persatu terserang berbagai penyakit kronis dalam 15-20 tahun kemudian.

TERIMA-KASIH PABRIK ROKOK !!

Intense Debate Comments