Sering kali saya mendengar keluhan dari beberapa orang kawan "Mon lo ngomong koq muter-muter bikin pusing, sebenernya pengen ngomong apa seh?!" Akan tetapi di lain waktu saya juga pernah membicarakan sesuatu langsung ke inti kesimpulannya, alih-alih kejelasan yang didapat malah lebih banyak dahi yang berkerut.
Entah sudah berapa lama em.. mungkin sekitar satu tahun lalu saya berbincang dengan beberapa orang kawan (secara terpisah) tentang filosofi dan Tuhan. Setelah pembicaraan bergulir beberapa saat saya pun berujar, "Sebenarnya filosofi itu alat" kawan-kawan yang saya ajak bicara pun pada umumnya diam saja, ada juga yang manggut-manggut etah mengerti entah bingung, kemudia saya lanjutkan "Seperti agama, itu juga alat" untuk kalimat lanjutan ini reaksi yang ditimbulkan lebih beragam ada yang melotot, ada yang bergumam sambil berusaha mencerna, ada yang sekedar kaget, untungnya tidak ada yang sampai cabut samurai he..he... .
Entah sudah berapa lama em.. mungkin sekitar satu tahun lalu saya berbincang dengan beberapa orang kawan (secara terpisah) tentang filosofi dan Tuhan. Setelah pembicaraan bergulir beberapa saat saya pun berujar, "Sebenarnya filosofi itu alat" kawan-kawan yang saya ajak bicara pun pada umumnya diam saja, ada juga yang manggut-manggut etah mengerti entah bingung, kemudia saya lanjutkan "Seperti agama, itu juga alat" untuk kalimat lanjutan ini reaksi yang ditimbulkan lebih beragam ada yang melotot, ada yang bergumam sambil berusaha mencerna, ada yang sekedar kaget, untungnya tidak ada yang sampai cabut samurai he..he... .
Ok sebelumnya saya ingin luruskan, saya tidak sedang mencari sensasi disini. Mungkin kata alat terlalu kasar dan memiliki konotasi negatif. Baiklah kata alat saya ganti dengan jalan (walau kalau saya pikir-pikir jalan termasuk kategori alat). Tidak hanaya filosofi dan agaman saja yang saya maksud disini, ilmu pengetahuan (science) pun dapat dimasukan kedalam jalan (walaupun antara filosofi dan science seringkali saling berpotongan).
Jalan dijaga, jangan disembah.
Sebenarnya yang ingin saya sampaikan adalah jalan bukanlah tujuan, jalan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Jalan agama dibangun di atas dogma, jalan filsafat dibagun di atas akal budi, sedangkan jalan ilmu pengetahuan dibangun di atas hasil pengamatan dan percobaan. Sedangkan tujuan dari setiap jalan itu adalah kebenaran sejati --sejauh yang saya tahu saat ini kebenaran sejati adalah Tuhan.
Saya sangat setuju dengan usaha umat-umat beragama (termasuk saya sendiri) untuk menjaga jalan agamanya masing-masing agar tetap orisinil sehingga tetap dapat dilalui dan tidak menyesatkan bagi generasi berikutnya. Akan tetapi satu hal yang perlu diingat jangan sampai usaha untuk menjaga jalan tadi melupakan tujuan akhri dari jalan tersebut dan mungkin yang lebih parah lagi malahan menyembah jalan tersebut sehingga menjadikannya sebuah berhala.
Filosofi sebuah jalan lain.
Mungkin beberapa orang agak segan mempelajari filosofi kerena terkesan rumit dan cenderung mejerumuskan (katanya). Memang benar untuk mempelajari filosofi diperlukan dasar logika yang terkadang memang memusingkan tapi tenang saja toh Anda masih punya nurani bukan ?. Semua kerumitan tadi akan terbayar ketika Anda berhasil mengungkap prinsip dasar dari suatu pemikiran sehingga Anda tidak hanya terombang ambing di permukaan. Dengan memperbaiki dasar pemikiran yang keliru akan sesuatu, dapat memberikan Anda sudut pandang baru, memperbaiki persepsi yang selamai ini (di)kacau(kan) sehingga Anda dapat mengoptimalkan potensi yang ada untuk dikembangkan lebih jauh.
Yampun, cabut samurai?!, cabut singkong (sampeu) kale ah !! (lanjut...)