Pages

Showing posts with label corporate. Show all posts
Showing posts with label corporate. Show all posts

23 November 2012

Bisnis yang Berjiwa (Media) Sosial 0:-)



Long weekend kemarin, saat saya dan seorang teman sedang asik ngobrol membahas masa depan di sebuah resto sembari menikmati hidangan, tiba-tiba entah dari mana datangnya, seorang SPG menampakkan diri tepat di sebelah meja kami. Dengan produk yang tidak tepat, waktu yang tidak tepat, dan situasi yang tidak tepat *hattrick*, beliau menjelaskan panjang, lebar, dan tinggi tentang produknya. Yak, saya ucapkan selamat kepada SPG tersebut karena telah berhasil mengganggu waktu berkualitas saya, yang mau-tidak mau harus saya hadapi sebagai salah satu bentuk cobaan hidup.

Mungkin Anda juga pernah mengalami hal serupa dengan yang saya alami itu, diinterupsi oleh seseorang atau sesuatu, entah itu SPG/sales person, telepon dari tele marketer atau SMS KTA yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan keinginan dan kebutuhan Anda. Dan celakanya, aksi interupsi tersebut juga merambah ranah daring (online) umumnya, dan media sosial khususnya.

Media sosial sebagai wadah bersosialisasi, pada intinya tidak jauh berbeda dengan restoran/cafe, sekolah, kantor dan berbagai tempat lainnya di mana kita beraktivitas dan bersosialisasi bersama teman, rekan kerja atau saudara. Tetapi internet dan teknologi web 2.0 telah menjadikan media sosial sebagai wadah bersosialisasi yang hampir dapat dikatakan tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu. Dengan demikian maka interupsi yang terjadi di media sosial pun juga hampir dapat dikatakan tidak lagi mengenal ruang dan waktu.

Komentar spam, out of topic post (OOT), photo tagging abuse, trending topic abuse dan berbagai kegiatan interupsi lainnya yang menggangu di media sosial, hampir dapat dikatakan sebagian besar dilatarbelakangi oleh motivasi bisnis (baca: jualan). Dan yang lebih memprihatinkan, kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pelaku usaha kecil-menengah, tetapi juga dilakukan oleh perusahaan besar sekalipun. Media sosial sering kali diidentikan dengan "tempat iklan dan promosi gratis", sehingga pendekatan interupsi / outbound marketing semakin marak di media sosial. Para marketer sering lupa bahwa sesungguhnya para pengguna media sosial telah dibekali senjata untuk melindungi diri (bahkan melakukan serangan balik) dari serbuan interupsi pada media sosial. Block, ban, report as spam, unfollow, unfriend, unlike merupakan pertahanan terakhir untuk membela hak-hak privasi dan kenyamanan dalam menggunakan media sosial.


Pemanfaatan sosial media dengan pola pikir yang tidak tepat (konvensional), menimbulkan banyak masalah dan ketidaknyamanan. Mulai dari sekedar cibiran, kecaman, rusaknya reputasi, bahkan sampai dengan sanksi sosial. Sebelum penguasaan berbagai hal teknis tentang pemanfaatan media sosial, mindset dan jiwa media sosial merupakan hal yang harus dipahami dan diadopsi sejak awal.

Social media is a mindset not a toolset.
Perkembangan teknologi internet dan penetrasinya yang kian pesat di tengah masyarakat pada lima tahun terakhir, telah mengubah tatanan pola interaksi, ekonomi, sosial dan budaya. Tembok hirarki dan sekat-sekat distribusi informasi yang dahulu kokoh berdiri congkak, sekarang mulai runtuh dan memudar. "Dunia telah menjadi datar", semangat egaliter dan kesetaraan kian hari kian kental terasa. "In social media, we are the media". Saat ini hampir dapat dikatakan setiap orang yang dapat mengakses internet, memiliki kesempatan yang sama untuk menyiarkan informasi yang ia ingin publik mengetahuinya. Pun sebaliknya, seseorang juga memiliki kontrol penuh tentang informasi apa saja yang mau atau tidak mau ia konsumsi.



Dahulu saat tidak tersedia banyak pilihan, hanya pemilik modal besar dan pemegang tangkup kekuasaan sajalah yang memiliki kontrol terhadap informasi yang bersifat satu arah (media massa konvensional), tetapi sekarang, di media sosial, mereka berdiri sejajar bersama bisnis kecil dan rakyat jelata lainnya di tengah riuh-rendah komunikasi dua arah. Dengan demikian, pada media sosial pendekatan interupsi / outbound marketing semakin tidak relevan dan tidak efektif lagi, tergantikan oleh pendekatan permission / inbound marketing yang pada akhirnya semakin memanusiakan manusia.

Saya pribadi masih berpendapat tujuan utama yang harus dimiliki sebuah brand ketika memutuskan untuk terjun ke dalam media sosial adalah untuk membangun keakraban dan hubungan jangka panjang, bukan sekedar jualan atau "promosi dan iklan gratis" semata. Di media sosial sebuah brand tidak ubahnya seperti "seorang teman", berdiri sejajar dengan pelanggan. Saat berinteraksi dalam media sosial, saya sangat suka dengan teman yang gemar berbagi informasi dan pengetahuan yang relevan dan bermanfaat, teman yang responsif dan luwes dalam bersosialisasi, teman yang mengakui kesalahan dan meminta maaf bila bersalah, sehingga membuat saya lebih dapat memakluminya dan bahkan menaruh hormat padanya. Bila ada teman yang seperti tersebut suatu ketika menawarkan susuatu pada saya, saya akan dengan senang hati mendengarkan tawarannya, dan bila sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, maka saya akan menerima tawaran tersebut. Sebaliknya, saya sangat enggan dengan teman yang selalu menyebut-nyebut kebaikannya sendiri, gemar memuji-muji diri sendiri, terus-menerus hanya berbicara tentang dirinya tanpa mau mendengar, berkilah ketika sudah jelas-jelas salah, menginterupsi dengan berbagai hal yang tidak relevan, dan hanya baik serta menyapa ketika ada maunya saja. Tidak jauh berbeda dengan sebuah brand. Media sosial sebuah brand yang tidak hanya "jualan", tetapi juga berbagi informasi berguna dan relevan, luwes dalam berinteraksi, terbuka terhadap kritik dan merespon keluhan, akan lebih disukai oleh pelanggan serta fans/followernya, yang kemungkinan besar akan direkomendasikan oleh fans/followernya tersebut pada teman-teman di jejaring mereka.

Sometimes it's good to be small
Media sosial merupakan konsep baru yang masih berkembang sampai saat ini. Tak heran masih banyak pihak yang belum menangkap esensi media sosial karena masih menggunakan mindset dan konteks budaya konvensional dalam mencernanya. Mengubah mindset bukanlah pekerjaan mudah, banyak resistansi yang akan timbul, terutama dari orang-orang (lama) yang merasa sudah mapan dengan apa yang mereka ketahui selama ini. Begitu pula dengan merubah budaya, perusahaan-perusahaan besar dengan segala protokoler dan birokrasi, ditambah lagi dengan budaya otoriter, akan sangat kesulitan dan membutuhkan waktu lama dalam mengadopsi mindset dan budaya media sosial. Tidak dalam hitungan bulan, tetapi hitungan tahun, waktu yang diperlukan beberapa institusi besar untuk menyesuaikan diri dengan mindset dan budaya sosial media. Di sinilah letak keunggulan usaha kecil-menengah bila dibanding dengan perusahaan-persuhaan besar dalam mengadopsi mindset media sosial.

Fleksibilitas dalam mengadopsi sesuatu yang baru, respon yang cepat (tidak terbelit protokoler dan birokrasi), perhatian personal dan rasa memiliki yang intens, kreativitas yang lebih dinamis, kedekatan dengan komunitas adalah faktor-faktor keunggulan usaha kecil yang seharusnya dapat menjadikan usaha kecil-menengah lebih unggul di media sosial. Sudah banyak contoh nyata usaha kecil-menengah yang dengan baik mengadopsi mindset dan menerapkan budaya media sosial, yang akhirnya sukses menjadi besar, di antaranya adalah Keripik Ma Icih dan Holycow! Steakhouse.

Media sosial adalah tren global yang telah diprediksi keberadaannya pada akhir 90-an dan mulai menjadi perhatian pada 2-3 tahun terakhir. Hampir dapat dikatakan mau-tidak mau, perusahaan besar sampai usaha kecil-menengah harus terjun ke dalam (atau setidaknya memantau) media sosial, terutama usaha yang bersinggungan langsung dengan konsumen akhir. Hal utama yang harus dipahami sebelum sebuah institusi perusahaan, dalam skala apapun, memutuskan untuk terjun ke dalam media sosial adalah tentang mindset dan budaya media sosial.

Media sosial masih akan terus berkembang. Peran komunitas, industri, dan akademisi masih sangat diperlukan untuk merumuskan pemanfaatan media sosial yang optimal dan menguntungkan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Langkah Prasetiya Mulya Business School yang memberi perhatian khusus terhadap perkembangan media sosial patut mendapat apresiasi dan dukungan. Semoga ke depannya tidak ada lagi bisnis, baik besar maupun kecil, yang berniat terjun ke media sosial dengan hanya bermotivasikan "biar bisa promosi dan ngiklan gratis" :p

Bila ada pertanyaan atau pendapat lain tentang mindset dan budaya pemanfaatan media sosial serta bagaimana media sosial sebaiknya digunakan, yuk kita diskusikan di kolom komentar :) 

24 March 2007

Red Hot

Kawan 1 : Baju lo merahnya bagus juga tuh Mon.
Bujang Urban : Iya ya ?
Kawan 2 : Jadi keliatan putihan.
Bujang Urban : Banyak yg bilang :D

Begitulah kira" obrolan waktu gw pake polo-shirt warna merah sekitar satu or satu setengah tahun lalu. Sampe sekarang polo shirt-nya sih ada tapi bisa dibilang hampir nggak pernah dipake lagi (abis gimana secara mental gw nggak ngerasa nyaman). Sebenernya polo-shirt itu hadiah, (kayaknya hampir nggak munking bagi gw untuk beli polo-shirt warna merah ngejreng kayak gitu). Bukan, logonya bukan Ferrari seperti gambar di samping, itu ilustrasi doang, logonya itu...


Betul baju itu pemberian Speedy broadband connection for home and small office keluaran Telkom. Semuanya berawal lantaran gw ikut ngisi kuesioner online-nya sekitar pertengahan 2004, waktu itu Speedy blom launching, guna mengetahui kondisi pasar yang ada, mereka nyebar kuesioner. Pada iklan kuesionernya dibilangin bagi 100 responden pertama dapet voucher starbucks selain itu juga ada beberapa hadiah undian berupa hp cdma dll termasuk polo-shirt, yaudah gw isi aja sekali, tanpa berharap terlalu banyak. Nggak disangka beberapa pekan kemudian ada orang nganterin polo-shirt ke rumah, waktu itu yg terima nyokap coz kebetulan gw lagi di BGR.

Polo shirt-nya bagus juga, jaitannya rapih mereknya C-59. Ok cukup ngomongin polo shirt-nya, sebetulnya waktu ke pameran --seperti yg ceritaain di posting sebelumnya-- pada hari kedua gw berbulat hati untuk nge-apply berlangganan speedy. Setelah gw liat" Speedy sekarang udah cukup stable and reliable, nggak kayak jaman awal" sampe heboh beritanya "Argo Kuda Speedy", biasalah system baru blom settled. Sebenernya udah hampir enam bulan belakangan gw pengen apply tapi visibility study baru dinyatakan layak waktu ada diskon di pameran kemaren, lumayan penghematan hampir 500 rebu. Begitulah bisnis, ada yg namanya promosi penjualan pada waktu-waktu tertentu jadi keep your eyes and ears open.

Keputusan gw untuk apply Speedy nggak dateng dalam waktu semalam, sebenernya beberapa bulan terakhir ini gw nge-riset Speedy dari berbagai blog buah tangan blogger Indonesia yang mulai berkecambah [koq idiomnya aneh gitu sih?] dengan memanfaatkan pencarian di technorati. Secara umum nggak ada compalint yg kebangetan kalo pun ada kemungkinan besar masalahnya berada antara keyboard dan kursi [maksud lo?]. Terbukti dengan pengalaman gw waktu setup kemarin, walaupun agak lama nunggu datangnya modem (maklum program promosi co-branding dengan salah satu produsen modem, jadi birokrasi agak makan waktu) gw cukup merasa puas.[puas?-puas?]

Coba deh peratiin kayaknya kinerja telkom yg sekarang dah beda jauh sama telkom yg dulu. Sekitar taun 2000 Kang Onno membela orang" yg dipejara gara-gara mengusahakan VoIP atas tuduhan (yg tidak berdasar) mencuri pulsa telkom, eh sekarang malah punya semacem kolom sendiri di situs speedy. Emang bener yg namanya corporate culture sangat berpengaruh, dari birokrat kultur yg kalo menyapa konsemen pake kata "Sodara" yang pongah jadi customer satisfaction oriented yg nyapa konsumen pake kata "Bapak .../ Ibu ....". Selain itu taun lalu telkom yg udah listing di NYSE berhasil masuk ke 12 besar [koq anggkanya nanggung?](berarti jadi no 12, he..he...) di daftar InfoTech keluaran BusinessWeek global. Kalo mo liat kinerja sahamnya, liat aja di sini.

Kayaknya yg namanya koneksi internet semakin lama bakal semakin murah. Liat aja keberhasilah Google-guy memanfaatkan Hukum Moore yang mengatakan jumlah transistor pada sebuah CPU (central processing unit) atau prosesor dalam komputer PC akan meningkat dua kali lipat setiap 18 bulan [apa hubungannya?] (baik-baik saja), hal tersebut menyebabkan harga hardware turun dengan cepat. Dengan memanfaatkan komputer peribadi (PC) Google bisa menjadi sebuah perusahaan fenomenal. So talk about internet is not talk about future time,
it's all about present time, now, and now is history. Intinya ayo kita mulai lebih bersemangat memikirkan konten, dan konon kabarnya tarif speedy bakal turun lo!.[sumpe lo?]

Intense Debate Comments