Pages

02 November 2007

Critical Success Factors (Part II)

(The Searching of)

(Huuh dasar! katanya nggak mau ikut campur masalah pribadi orang koq tanya-tanya kapan nikah segala, tapi nggak apa-apa lah biar serasa arties getu :p)

Seperti yang sudah saya tuliskan di sini, bagi saya menikah termasuk ke dalam rencana jangka menengah (dalam terminologi manajemen strategi) atau kurang-lebih dua sampi tiga tahun sejak dua atau tiga bulan lalu itu. Maka dari itu, untuk mewujudkannya salah satu usaha yang saya lakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan (Critical Success Factors).

[Mon-Temon!, pilih dulu calonnya awet-nggak awet sih urusan nanti, nah yang penting sekarang gimana cara milih yang paling tepat buat lo, soulmate gitu kata anak muda] Mungkin ada benarnya, akan tetapi saya pikir ketika kita telah mengetahui faktor keritis yang menentukan kelanggengan suatu pernikahan memilih calon pasangan akan menjadi lebih mudah karena kriteria untuk itu dapat diturunkan dari faktor kritis tersebut. Nggak mau dong hanya pintar milih calon pasangan tapi tidak cakap mempertahankan suatu hubungan [gw mau] (oh ya sudah :|)

Sekitar akhir Ramadhan kemarin saya dan S.T. (lihat Part I) berkesempatan untuk memadu janji guna bertemu di suatu tempat, dan karena saya telah mendapat izin dari [cicitcuit] untuk mengetahui masalah yang menjadi penyebab perceraiannya maka dalam pertemuan itu saya coba sisipkan agenda untuk membicarakah hal tersebut.

Setelah membahas separuh agenda utama, di sela jeda sejenak sayapun menanyakan hal tersebut. Walau jawaban S.T. relatif singkat dan langsung pada inti kesimpulannya saya dapat memahami apa yang dimaksud oleh S.T. [gile canggi amat!, lo pake helem doremon ya?, atau punya koskaki ajaib?] (daras korban tipi) Tidak, saya tidak secerdas dan secanggih itu hal yang menyebabkan saya dapat langsung paham tentang apa yang S.T. maksud adalah karena selama "masa penasaran" dengan berbekal pengetahuan seadanya dari berbagai sumber (beberapa di antaranya tertera apa akhir post) saya menyempatkan diri untuk menyusun sebuah hipotesis mengenai penyebab berakhirnya pernikahan si [cicitcuit]. Tanpa banyak berharap ketika mengonfirmasikan hal tersebut pada S.T. ternyata hipotesis saya sesuai dengan yang disampaikan oleh S.T. Pembicaraan mengenai hal tersebut terhenti pada kesimpulan umum itu dan kemudian kami lanjutkan agenda utama.

[geblek! jadi apa kesimpulannya, hipotesis lo apa hasilnya? apa?...apa?...] (he..he...) Hemm... bagaimana ya? saya measih ragu untuk menyampaikannya di sini karena kesimpulan tersebut masih sangat kasar dan kurang jelas kongkritnya, sepertinya saya masih memerlukan waktu untuk membandingkan dengan beberapa studi kasus sehingga lebih jelas dan mudah diterapkan. Selain itu sebenarnya saya ingin mengajak para pembaca setia [ada gitu?] (yakin aja :p) untuk ikut berpendapat mengenai penyebab perceraian tersebut. Guna memberi dasar bagi pembaca yang berminat untuk membuat perkiraan maka saya akan memberikan beberapa petunjuk (sejauh yang saya ketahui) mengenai si [cicitcuit] berserta mantan suaminya. Dan bila berkenan silakan tuliskan perkiraan Anda pada komentar post kali ini. Tidak usah dipikirkan benar atau salah, saya hanya ingin mendengar pendapat lain yang mungkin saja terlewatkan oleh saya, akan tetapi bila ada hal lain yang ingin disampaikna silakan saja :) (anonymous welcomed) [].

Pihak Laki-laki
  1. Mental : Seharusnya sudah stabil dan matang (tetapi entah lah tidak terlalu kenal).
  2. Kegiatan : Pekerjaan tetap, gaji Ok, fasilitas menggiurkan, kesimpulan mapan.
  3. Tampang : Hem.. yah lumayan (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai laki-laki).
  4. Umur (saat itu) : Sekitar midtwenty.
  5. Lian-lain : Mungkin boleh dikatakan laki-laki baik-baik.
Pihak Wanita
  1. Mental : Stabil dan matang (seperti kebanyakan wanita seusianya).
  2. Kegiatan : Mahasiswa kedokteran tahap koas.
  3. Tampang : Boleh lah (maaf sedikit agak kesulitan dalam menilai wanita) [wadoh sakit lo ya ?].
  4. Umur : Twenty something (awal-awal tapi tidak terlalu awal juga sih).
  5. Lain-lain : Wanita baik-baik dengan busana muslim moderat cenderung gawul (sedikit) :p.
Hubungan
  1. Pacaran : Sepertinya sudah lebih dari satu tahun, bagi pihak wanita ini merupakan kali pertama berpacaran.
  2. Latar belakan keluarga : Lintas suku, satu agama dan sepertinya ketika menikah sudah mendapatkan restu dari kedua belah pihak.
  3. Umur pernikahan : Sekirat tujuh-delapan bulan.
Beberapa sumber:
  • Personality (The Humand Mind Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Making Friend (The Human Mind Vol. 3)-Documentary-BBC
  • Deepest Desire (The Human Instinct Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Raging Teens (The Human Body Vol. 2)-Documentary-BBC
  • Science Of Beauty Sex Signs-Documentary-Discovery Channel
  • Don't Sweat The Future: Relatinships-Documentary-Discovery Health
  • What's Sexy (Naked Science)-Documentary-National Geographic
  • Rahasia Di Balik Materi-Documentary-Harunyahya Chanel
  • Mamah dan Aa' (CURHAT DONG!!)-TV Program-Indosiar
  • Sehati-TV Program-Indosiar (ini masih ada nggak ya?)
  • Playboy Kabel-TV Program-SCTV
  • Berbagai Infoteiment yang tertonton-TV Program-Berbagai Televisi Nasional
  • Beberapa situs konseling pernikahan
  • Berbagai buku mengenai hubungan pria dan wanita (kecuali teen-lit, chick-lit dan yang sejenis)
to be continued.....

Related Post:
Critical Success Factors (Part I)


PS
: Tidak, saya tidak beranggapan bahwa tidak ada pelajaran yang dapat diambil dari teen-lit, chick-lit atau barbagai karya fiksi lainnya but I just can't stand to read those kind of book (kalo udah jadi film boleh juga :)

Faktor kritis ya?! hemm ya..ya...ya..! (lanjut...)

6 comments:

  1. Saya gak tau mau komentar apa mon, secara belum berpengalaman. Tapi gak apa-apa juga mengeluarkan pendapat kan?:)
    Apa mungkin mereka kurang sabar aja ya? Namanya juga hubungan rumah tangga, apalagi masih terhitung baru. Pasti adalah kerikil-kerikilnya.
    Kalau memang seperti loe bilang, mereka mentalnya sudah stabil dan matang, seharusnya mereka bisa lebih sabar dan arif dalam menyikapi semua masalah...
    (ngomomg apa sih saya?)

    ReplyDelete
  2. ptama, makasih buat postingan nya (yang hepi hepi joy joy..) smpat membantu pas ujian kemarin (disuruh mendefinisikan hidup..). kedua, mo ngikut sumbang pendapat..nikah itu kan sbnrnya nyatuin dua kepala..bahkan dua dunia (?)atau tiga,empat,bahkan lebih..pkrjaan yang mustahil, yang gila lah..makanya mungkin Tuhan bikin ml itu enak (sebagai iming-iming kali ya)..en mengemban tugas bwt nyiptain iklim pas bwt penerus generasi penebus utang negara..melirik kasusnya Dewi perssik ( with double s..) en saiful jamal, msg2 kliatan bgt msh pd berpikir secara "aku" bukannya "kita" atau bahkan "kami. Sempet sih jadi takut nikah sgala dkk, tp terlepas dari apapun penyebab kasus temen lo itu, kata aku mah, sesuai kitab primbon jaman bahuela, jalanin aja hidup kaya aer :)..
    ketiga, ada referensi laen ga? bbc-oriented niih?

    ReplyDelete
  3. @bung ahmad:
    iya benar juga ya hem... arif...arif...arif...(bukan nama orang) sebuah kata yg selalu menggelayut di benak saya dlm 2 tahun belakangan ini

    @monik:
    duh senangnya ada kawan lama yg berkenan berkunjung serta memberi komen
    yah itu cuma iming" ya? :(
    tapi nggak apa-apa deh! :p
    Hemkh……zzt *keselek nahan ketawa dan juga nahan yg laen*

    ReplyDelete
  4. duh saking kritis nya sampe2 ngetiknya ikut keritis gtu hehehehe...

    actually.. dalam kondisi siap ato ngga siap swaktu memulai rumahtangga.. tetap saja slalu ada proses pembelajaran dalam pendewasaan stelah itu..
    coba aja amati setiap rumahtangga yg dah berjalan...

    nyambung ngga yah komennya hehehe...

    ReplyDelete
  5. @-i-
    he.. iya memang salah satu keahlian khusus yg masih saya lestarikan adalah misspeling :p [pantesan lo nggak lulus-lulus]

    yah memang benar selalu ada pembelajaran pada tiap-tiap praktek seni, karena saya pikir menikah termasuk seni, yang tercakup di dalam seni kehidupan.

    tapi seperti seni lainnya biasanya ada teori tentang suatu seni. dan saya pikir saya bukan orang yg mampu mengatasi masalah parasut macet pada ketinggian 10000 kaki ketika melakukan free-fall untuk pertama kali tanpa dibekali manual (seni) terjun payung sebelumnya

    nyambungkan? nyambung dong?

    ReplyDelete
  6. waaa....membahas ttg pernikahan lagee!! Semanggad...Semanggad...Semanggad!!


    Hwee....
    kalo terjun payung tanpa pembekalan how-to-face-parasut-macet-problem-when-ur-up-there, yaa penerjun payungnya mati doong..

    kalo nikah, yaaa...


    bersatu kita teguh, bercerai kita rujuk lagi (udah mentok)

    ReplyDelete

Intense Debate Comments