Sebenernya sih dah mo nulis dari hari Ahad kemaren, berhubung gw terlibat dalam "olah raga" jalanan di dalam sebuah alat trasnportasi masal [trasnportasi lagi] sorenya, jadi Senen-Selasa nyut"nya blom ilang Rabo otot pada ngilu badan kaku, jadi males ngetik. Abis ngomongnya one-on-one eh jadinya keroyokan-on-one yaudah akumulasi lactic acid deh[wah kekerasan nih,nggak mendidik!]. Easy.., sebenernya gw juga nggak suka kekerasan yah tapi namanya juga di jalan (aku tergoda-aku tergoda)[dasar dumbass!], nantideh gw ceritaain di post sendiri. Sekarang kita omongi IPDN dulu Ok.
Wooow ni berita lagi hot banget ya, nggak di tipi, nggak di koran, tapi kalo gw peratiin kayaknya solusi yg dinanti masih mengawang, tapi yg gw heran gimana tuh bukannya IPDN itu peleburan IIP sama STPDN koq IIP dan orang" yg membidaninya nggak pernah dibahas ya?
neh boong-boonganya ngobrol sama Si Om yg pernah jadi kakak tingkat (laen jenjang he..he..)
set : di tengah sawah (praktek) padi organik, di sebelah kebo yg lagi poop
Bujang Urban: kumaha iye Om ?
Si Om: iya nih sayah juga sedang mikirin tindakan yang pundamental euy..!
Bujang Urban: pundametal?, eh tunggu dulu ini p-nya yang di panta afa yang di pespa ?
Si Om: yang di panta atuh!... Tah eta tah genep langkah na :D
Bujang Urban: hemm ho..oh-ho..oh, abdi rek baca dulu otre *lagi baca sambil ngusir laler* heh, dua bulan ? kemaren Ahad kang Ryaas Rasyid bilang bisa beresin dua minggu wae ? kumaha atuh bisa di ferfendek enggak ?
Si Om : makanya kalo bersama kita... bisa lah!
Bujang Urban: nah bersamanya itu-tuh, bisa ?
tuh!, sebenernya udah ada orang yg menyanggupi untuk membenahi IPDN "Nggak usah bayar saya, saya nggak butuh jabatan, kasih saya wewenang dua minggu saya beresing IPDN" itulah kurang lebih perkataan Ryaas Rasyid yang gw denger di Elshinta hari Ahad (08 April) lalu sekitar pukul satu siang nggak tau sesumbar nggak tau bener, tapi dia bilang sebenernya sistem baru itu udah ada tinggal implementasi aja. Jangan tanya gw sistemnya kayak gimana, mana gw ngarti.
Siang itu dia juga nyeritaain bahwa peleburan STPDN dan IIP dulu taun 2004 bisa dibilang gagal, system IIP ilang ketelen system STPDN. Memang menghibrid system nggak semudah membalik telapak kaki [balik telapak kaki aja udah susah ye] apalagi belakangan dengan penyingkapan berbagai borok di IPDN oleh Inu Kencana bahwasannya korupsi, suap, serta pemetiesan kasus-kasus kematian (yg ternyata diobyekin juga) telah mengurat akar. Dengan begitu tidaklah mengherankan bila ternyata banyak pihak yang berkepentingan atas bertahannya status quo system STPDN, walaupun berganti topeng menjadi IPDN.
[Ok-ok tapi kenapa harus dengerin Ryaas Rasyid] setau gw dia pernah jadi rektor di IIP, dan guru besar pula, waktu jamannya Gus Dur dia jadi mentri Otonomi Daerah yang akhirnya mundur karena beda visi sama si Gus Dur, trus siang kemaren itu dia juga ngasih testimoni buat P' Inu Kencana dia bilang "Inu itu orang jujur, bekas murit saya dia dulu", and yang terakhir mungking yg bikin pemerintah sekarang males make dia karena dia itu presiden PPDK (kepanjangannya cari sendiri) WOOIIWOOII INI BUKAN PROPAGANDA, GW JUGA BUKAN PARTISAN PARTAI APA PUN, maksud gw kalo dia berani ngecap kaya tadi ya suruh buktiin. Kalo diliat-liat kapasitasnya cukup memadai, trus kalo berhasil partainya juga keangkat ya nggak papa kan jadi motivasi biar kerjanya bagus tapi kalo gagal ya tanggung konsekwensi gw kira masyarakat dah mulai pinter sekarang ya?.
Entah apa yang ada dipikiran para aparat pemerintah kita, mungkin betul kata Kolumnis Budhiarto Shambazy bahwa kita adalan “Insane Society“, masyarakat tak waras, yang pandai memutarbalikkan kebodohan menjadi kecerdasan, kekerasan menjadi disiplin, dan kebenaran menjadi sampah, sementara kebohongan menjadi barang manis….
ReplyDeleteLuar biasa, para praja yang menjadi TERPIDANA pembunuhan Praja STPDN Wahyu Hidayat di tahun 2003 itu rupanya belum pernah me’nikmati’ eksekusi dari pengadilan, walau proses hukum mereka sudah selesai sejak 2005 lalu yang menghasilkan keputusan pengadilan Tinggi Bandung; masing2 (HANYA) 10 bulan penjara . Bahkan Mahkamah Agung sudah menolak kasasi yang mereka ajukan. Tapi BERUNTUNGLAH praja-praja pembunuh itu, status sosialnya membuat mereka diBOLEHKAN untuk menyelesaikan study di STPDN, walau dulu secara seremonial dinyatakan DIPECAT dari pendidikan. Bahkan mereka dijadikan PNS di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung dan Sumedang. Mereka JAUH lebih BERUNTUNG dari maling ayam, maling motor, koruptor teri, dll yang langsung diBUI ketika mulai diadili, dan hukumannya bisa lebih dari SETAHUN!!.
Empat dari terpidana itu; Bangun Robinson, Bennarekha Fibrianto, Oktaviano Santoso, dan hendi Setiadi menikmati indahnya menjadi PNS di Pemkot Bandung. Terus dua lainnya menjadi pegawai Pemda Sumedang. Enak nian, sudah membunuh praja, dipecat, diadili, divonis, tapi bisa kembali kuliah, diangkat jadi PNS dan melupakan ‘kejahatan’ nya di tahun 2003 ketika dengan arogannya membantai Wahyu Hidayat!
Memang insitusi sombong itu perlu dibubarkan, senasib dengan rektornya yang dinon aktifkan. Beberapa pemerintah daerah seperti beberapa kabupaten di Prop Kaltim juga sudah bertekad untuk MENOLAK lulusan IPDN itu, terkait budaya kekerasan yang dipraktekkan. Daerah lain seperti Papua mengajukan untuk memiliki sistem dan sekolah IPDN sendiri. Jawa tengah sudah keberatan untuk membiayai IPDN.
Seperti kata Tosari Wijaya, anggota DPR dari FPPP, IPDN hanya menghasilkan Drakula yang berseragam. Sadis.
Thread detik.com beritanya:
- Aneh, 8 penganiaya Wahyu Hidayat belum dieksekusi
- 4 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemkot Bandung
- 2 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemda Sumedang